Media Sosial dan Harapan Masyarakat

- Jurnalis

Senin, 6 Januari 2025 - 19:48 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Inosensius Enryco Mokos

Inosensius Enryco Mokos

Oleh: Inosensius Enryco Mokos, M. I. Kom

ISTILAH no viral no justice untuk saat ini mungkin merupakan ungkapan yang paling bisa dijadikan wajah penegakan hukum di Indonesia.

Mengapa demikian? Sekarang ini banyak kita temukan kasus -kasus hukum yang dilaporkan oleh masyarakat umum hanya akan mendapatkan perhatian lebih serius dari para aparat penegak hukum apabila sudah viral atau menjadi bahan komentar masyarakat umum di media sosial.

Jika belum sampai pada titik vital di media sosial maka kasus hukum yang dilaporkan hanya akan menguap di meja para aparat penegak hukum.

Dapat kita ambil contoh kasus yang viral dan kemudian langsung cepat tanggap para aparat hukum menuntaskan kasus hukumnya.

Kasus hukum yang baru saja viral di media sosial dimana seorang pegawai di toko roti di Cakung Jakarta Timur oleh anak dari pemilik toko roti.

Kasus ini sudah dilaporkan dari dua bulan yang lalu tepatnya di bulan Oktober tetapi baru diproses dan dilakukan penangkapan terhadap pelaku di bulan Desember. Tentu hal ini sangat memprihatinkan bila kita melihat bagaimana penegakan hukum di negara kita ini.

Lain juga dengan kasus hukum lain misalnya kasus penembakan oleh salah satu oknum aparat kepada anak sma di semarang yang akhirnya meninggal dunia.

Awalnya kasus ini dinilai terjadi penembakan karena korban adalah pelaku tawuran, tetapi karena kasus ini mencuat ke public dan juga menjadi viral kemudian dikuliti oleh khalayak media sosial maka terbukalah tabir kebenaran bahwa kasus penembakan ini bukan karena tawuran tetapi ada unsur kesengajaan dari aparat karena merasa dipepet oleh korban ketiak berkendara kemudian oknum aparat tersebut melakukan Tindakan penembekana yang akhirnya memakan korban.

Memprihatinkan sekali apabila penegakan hukum di Indonesia harus berdasar pada kalimat viral dulu baru diproses.

Hal ini justru akan menjadi bumerang untuk lembaga penegakan hukum di Indonesia karena masyarakat akan kehilangan kepercayaan kepada Lembaga penegak hukum juga Lembaga penegak hukum akan kehilangan integritas di hadapan masyarakat.

Hemat penulis, no viral no justice ini bisa menjadi senjata baru bagi masyarakat untuk turut andil dan bersuara juga menegakkan hukum yang adil di Indonesia. Mengapa demikian?

Speech Code Media Sosial

Gerry Philipsen (1975) menjelaskan bagaimana kode berbicara mempengaruhi komunikasi. Philipsen berpendapat bahwa komunikasi tidak hanya terjadi melalui kata-kata, tetapi juga melalui kode-kode yang tidak terucapkan.

Kode-kode ini mencakup norma sosial, budaya, dan konteks yang mempengaruhi makna dan efektifitas komunikasi.

Dengan demikian setiap komunikasi yang terjadi dalam masyarakat tentu akan mencakup norma sosial masyarakat, budaya masyarakat dan juga konteks dari komunikasi yang sedang dibangun tersebut (Philipsen, 1975).

Dalam konteks pembahasan no viral no justice adalah juga merupakan sebuah kode bicara yang muncul karena masyarakat memiliki keprihatinan yang sama terhadap proses penegakan kasus hukum di Indonesia(Philipsen, 1975).

Terkesan lambat dan pilih-pilih dan tidak sesuai dengan prinsip keadilan menjadi pemantik utama masyarakat bergerak di media sosial berkomunikasi satu sama lain menyuarakan penegakan hukum yang adil bagi setiap masyarakat.

Norma sosial. Berkenaan dengan kasus penganiayaan yang terjadi terhadap salah satu karyawan toko roti yang dilakukan oleh anak pemilik toko roti, ada hal yang memantik semangat masyarakat untuk menyuarakan keadilan karena perkataan dari anak pemilik toko roti yang menyebutkan bahwa orang miskin seperti kamu tidak bisa memenjarakan saya (kata-kata dari pelaku yang viral di media sosial).

Baca Juga :  Sosok Uskup Sensi Di Mata Uskup Manokwari-Sorong Mgr. Datus Lega

Hal inilah yang menjadi pemantik masyarakat bergerak mem-viralkan kasus ini karena masyarakat menilai bahwa apa yang dilakukan tidak sesuai dengan norma sosial di mana di mata hukum semua masyarakat itu sama. Kalua bersalah patut dihukum kalua menjadi korban patut mendapatkan perlindungan hukum.

Budaya. Tentu kehidupan masyarakat Indonesia tidak bisa terlepas dari budaya kesopanan kesantunan dan saling menghargai satu sama lain menjadi pemicu akan sikap bergerak bersama untuk menegakkan keadilan.

Hal ini sesuai dengan konteks latar belakang kehidupan budaya masyarakat Indonesia yang ingin hidup harmonis dan juga rukun. Jika ada yang melanggar hukum tentu harus diproses agar keadilan dapat tercapai.

Konteks. Penegakan kasus hukum di Indonesia memprihatinkan karena terkesan lambat dan juga tebang pilih. Hal ini sudah bukan lagi merupakan rahasia tetapi sudah diketahui oleh masyarakat umum.

Seperti yang dijelaskan penulis di awal bahwa kasus penganiayaan terhadap karyawati di toko roti sudah mandek selama dua bulan. Dan Juga hal lain adalah ada bahwa kata-kata terlontar dari pelaku penganiayaan di mana orang kecil atau miskin seperti kamu tidak bisa memenjarakan saya.

Konteks ini yang tidak bisa diterima oleh akal sehat seluruh masyarakat di Indonesia sehingga masyarakat bergerak di media sosial untuk mempengaruhi kebijakan publik juga aparat hukum untuk lebih tegak lurus kepada integritas untuk menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat.

Hal-hal di atas adalah pemantik utama mengapa masyarakat bergerak secara bersama dalam media sosial saling bersinergi mem-viralkan kasus hukum yang terjadi sehingga bisa mendapatkan atensi dari para penegak hukum.

Ada hal janggal yang terjadi dalam keadilan dan hukum Indonesia dan hal itu tidak bisa dibiarkan oleh masyarakat di media sosial sehingga jalan yang paling ampuh adalah dengan mem-viralkan dan terus berkomentar terhadap kasus hukum.

Masyarakat telah membentuk sikap gotong royong online dan kerjasama dalam media sosial dan hal ini sangat bagus karena merupakan sebuah kesadaran baru dari masyarakat untuk menggunakan people power baru lewat media sosial yang ada.

Gotong Royong Online

Tentu kesadaran masyarakat untuk turut andil dalam menegakan keadilan di mata hukum di Indonesia sangat bagus dan harus didukung.

Bahkan untuk masyarakat lain yang masih acuh dan tidak ingin mengambil sikap harus mulai dari sekarang lebih aktif juga harus positif mengambil sikap untuk bersuara juga di media sosial bila menemukan anomali penegakan hukum yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan.

Gotong royong online ini sangat perlu untuk terus dilakukan demi menjadi satu sikap baru yang tumbuh dalam kesadaran masyarakat bahwa masyarakat juga bisa membantu orang lain dengan mem-viralkan kasus hukum yang terjadi.

Tetapi perlu diingat bahwa prinsip penggunaan media sosial untuk penegakan hukum harus berjalan dengan asas kebenaran bahwa kasus hukum yang diviralkan benar-benar terjadi dan memang terjadi pelanggaran di dalam penanganannya.

Baca Juga :  Menjahit Kreativitas, Mengatasi Krisis Pangan dengan Berpijak pada Ensiklik Caritas In Veritate

Bukan yang dibuat-buat atau bersandar dari propaganda untuk hal yang tidak baik. Hal ini yang perlu untuk digaris bawahi oleh semua masyarakat.

Gotong royong online patut untuk dilakukan oleh masyarakat lewat bersuara di media sosial karena media sosial sekarang ini merupakan jembatan yang paling mungkin untuk menghubung semua masyarakat indonesia di setiap daerah yang memiliki kesamaan berpikir dan keprihatinan yang sama yaitu menegakkan hukum yang adil bagi setiap orang.

Solusi Konkret

Masyarakat umum juga tentu harus mengambil sikap dan berperan aktif untuk terus menyuarakan penegakan hukum yang adil bagi seluruh masyarakat.

Ada beberapa hal yang bisa terus dilakukan oleh masyarakat untuk berperan aktif lewat media sosial untuk menciptakan kehidupan bonum commune yang dicita-citakan oleh bangsa ini.

Satu. Aktif di media sosial untuk menyuarakan keadilan. Tentu ketika masyarakat menemukan bahwa ada ketidak adilan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat dan kurang mendapatkan perhatian dari aparat penegak hukum maka cara yang paling ampuh yang bisa dilakukan oleh masyarakat alah bersuara di media sosial untuk memberi tekanan public kepada penegak hukum agar mereka dapat menegakkan keadilan yang setara bagi setiap orang.

Hal ini wajib untuk dilakukan di mana media sosial dapat diakses oleh siapa saja jadi keberpihakan oleh semua masyarakat akan memberi kemajuan dalam penegakan hukum.

Dua. Asas kebenaran. Tentu proses untuk menyatakan keadilan dalam penegakkan hukum juga harus berdasar pada asas kebenaran dimana apa yang disuarakan oleh masyarakat dalam media osisla adalh benar dan bukan sebuah berita bohong atau ujaran kebencian karena akan berdampak buruk bagi masyarakat itu sendiri karena bisa berbalik menjerumuskan masyarakat dalam pelanggaran UU ITE.

Untuk itu cross dan recheck kelabli untuk setiap berita yang ada dalam media sosial sangat penting untuk menghindari kesalahan tersebut.

Ketiga. Bersinergi bersama partai politik dan juga kader partai. Tentu ketika masyarakat sudah bersuara di media sosial untuk menyuarakan keadilan, masyarakat juga perlu untuk melibatkan partai politik dan kader partai politik yang mana memegang jabatan sebagai anggota DPR.

Dengan menjangkau mereka juga lewat media sosial. Mengangkut partai politik dengan meminta mereka untuk membantu lewat media sosial, memintai para kader partai lewat media sosial juga adalah cara yang paling ampuh untuk membangun sikap gotong royong online untuk bisa menegakkan keadilan sosial bagi semua masyarakat.

Tentu kita semua mengharapkan bahwa lembaga penegak hukum bisa lebih adil kepada setiap masyarakat dan tidak tebagn pilih dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Masyarakat berpendapat bahwa penegakan hukum berdasar pada asas kesetaraan dan juga kediallian.

Semoga dengan gotong royong online dalam penegakan hukum di Indonesia semakin membuat kehidupan masyarakat lebih adil dan juga sejahtera demi mencapai cita -cita bangsa yaitu kemanusian yang adil dan beradab. Semoga! *

Penulis, Lulusan Magister Ilmu Komunikasi Universitas Bina Nusantara Jakarta, Peneliti Komunikasi dan Budaya, tinggal di Kota Kupang, NTT.

Editor : Wall Abulat

Berita Terkait

Memutus Rantai TPPO NTT (Sebuah Ajakan Transformatif)
Makan Bergizi Gratis, Menu Sehat untuk Generasi Emas
Tolak Proyek Geothermal Demi Keutuhan Ciptaan (Dukungan “Kecil” atas Sikap Tegas Uskup Agung Ende)
Depresi Pasca Melahirkan: Tantangan dan Cara Mengatasinya
Ende Dalam Pusaran Bahaya Geothermal
Fokus Bersama Pemerintah Daerah NTT dan Masyarakat Menuntaskan Stunting di NTT
Yang Kusukai Dari Kalian
Menghidupkan Kebijakan Baru Kemendikdasmen: Membangun Generasi Berkarakter di Flores
Berita ini 35 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 18 Januari 2025 - 09:37 WITA

Memutus Rantai TPPO NTT (Sebuah Ajakan Transformatif)

Jumat, 17 Januari 2025 - 14:53 WITA

Makan Bergizi Gratis, Menu Sehat untuk Generasi Emas

Selasa, 14 Januari 2025 - 17:47 WITA

Tolak Proyek Geothermal Demi Keutuhan Ciptaan (Dukungan “Kecil” atas Sikap Tegas Uskup Agung Ende)

Selasa, 14 Januari 2025 - 08:45 WITA

Depresi Pasca Melahirkan: Tantangan dan Cara Mengatasinya

Senin, 13 Januari 2025 - 07:25 WITA

Ende Dalam Pusaran Bahaya Geothermal

Berita Terbaru

Theresia P. Asmon

Nusa Bunga

Inkubasi Bisnis, NGO Bakal Bikin Pelatihan UMKM Di Labuan Bajo

Minggu, 19 Jan 2025 - 16:30 WITA

Ilustrasi PAD

Feature

PAD Flores Timur Ngos-ngosan Parkir Dua Digit

Minggu, 19 Jan 2025 - 09:53 WITA