Oleh: Patricius M Botha. S.Fil., M.Si
PADA pagi yang sunyi di salah satu dusun di Kecamatan Detusoko, seorang ibu muda menyuapi bayinya lontong basah ke dalam mulut mungilnya.
Ia tahu anaknya tampak kurus, lebih pendek dibanding teman sebaya, tapi ia tidak punya tenaga untuk bertanya: apakah ini stunting atau “nasib biasa”
Bagi dia, rutinitas ini adalah irama kehidupan—setiap hari, setiap suapan, penuh harap agar anaknya tetap hidup.
Tak jauh dari sana, di kantor bupati, angka-angka resmi dibacakan dalam forum rembuk stunting: 30,2%.
Ya, menurut Wakil Bupati Ende, angka stunting Kabupaten Ende tahun 2025 melonjak dari 27 % menjadi 30,2 %.(Florespos.net). Ini bukan sekadar statistik, tetapi alarm bahwa banyak anak di Ende hidup dalam kekurangan yang sistemik.
Di Antara Data dan Kenyataan: Fakta Terkini
Beberapa fakta yang patut dicermati: Penimbangan Februari 2024 mencatat prevalensi stunting Ende sebesar 8,2 % atau sekitar 1.448 kasus. (ende.pom.go.id +1). Namun, klaim resmi untuk 2025 menyebut angka naik drastis menjadi 30,2 %. (Florespos.net).
Pemerintah Kabupaten sendiri mengakui bahwa program pencegahan belum cukup fokus pada lokus stunting dan bahwa alokasi anggaran menjadi kendala serius. Florespos.net.
Di sisi provinsi, Nusa Tenggara Timur (NTT) tetap berada dalam kisaran prevalensi tinggi: survei status gizi 2024 menyebut provinsi ini masih menghadapi tantangan besar dalam menurunkan stunting. (DJPB Kemenkeu+2SMERU Research Institute+2).
Pemerintah menyadari bahwa intervensi lintas sektor belum optimal: dari Dinas Kesehatan, Dinas P2KB, hingga tokoh agama ikut diajak bersinergi. (Kementerian Agama NTT+2RRI+2).
Jika kita sambungkan data lama dan klaim baru, muncul pertanyaan besar: apakah lonjakan ke 30,2 % sejauh ini benar-benar terjadi, atau ada kesalahan penghitungan, perbedaan metodologi, atau manipulasi angka? Tapi mari kita asumsikan angka itu sahih — lalu renungkan implikasinya bagi manusia sehari-hari di Ende.
Narasi Kehidupan: Di Balik Suara Statistik
Angka 30,2 % berarti sekitar tiga dari sepuluh balita di Kabupaten Ende mengalami stunting. Bayangkan: di satu RT kecil, dari sepuluh anak, mungkin tiga bertubuh lebih pendek, lemah, atau trauma tumbuh kembangnya — bukan karena ketakdiran semata, tetapi karena struktur sosial dan ekonomi yang mencekik.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya











