Mauponggo, Kesiapsiagaan dan Respon Kemanusiaan

- Jurnalis

Sabtu, 13 September 2025 - 08:38 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Ansel Atasoge

SEJUMLAH peristiwa bencana alam di Indonesia dahulu maupun yang terbaru seperti Banjir Bandang di Mauponggo Nagekeo seakan ‘mengamini judul’ bahwa Indonesia itu bukan hanya negeri seribu pulau, tetapi juga negeri seribu potensi bencana.

Gempa bumi, banjir, tanah longsor, hingga erupsi gunung berapi telah menjadi bagian dari sisi kehidupan masyarakat. Namun, bencana bukan sekadar peristiwa alam. Ia juga adalah ujian terhadap kesiapsiagaan dan kualitas respon kemanusiaan kita.

Dalam konteks ini, tiga variabel utama yakni bencana, kesiapsiagaan, dan respon kemanusiaan perlu ‘ditengok kembali’ sebagai satu kesatuan yang menentukan apakah kita sekadar bertahan atau benar-benar bangkit.

Pertama, bencana harus dipahami bukan hanya sebagai kehancuran fisik, tetapi juga sebagai peristiwa sosial yang mengungkap ketimpangan, kerentanan, dan kekuatan komunitas.

Baca Juga :  Seribu Cahaya dari Nian Tana Sikka

Ketika banjir bandang melanda Mauponggo, Nagekeo, pada September 2025, kita tidak hanya melihat rumah yang hanyut, tetapi juga solidaritas yang mengalir dari dapur umum, posko lintas iman, dan pelukan antarumat. Bencana mengungkap siapa yang paling rentan (anak-anak, lansia, penyandang disabilitas) dan siapa yang paling siap untuk menolong.

Bencana menjadi momen di mana identitas sosial agama, suku, status ekonomi dilebur dalam satu kesadaran kolektif. Bahwasanya, penderitaan adalah milik bersama, dan penyembuhan harus dilakukan bersama pula.

Mauponggo mengajarkan bahwa kekuatan komunitas bukan hanya terletak pada jumlah relawan atau logistik, tetapi pada kedalaman empati dan kecepatan respon sosial yang lahir dari relasi yang telah lama dibangun dalam keseharian.

Baca Juga :  Pemda Sikka Jalin Kerja Sama Lintas Sektor dengan Pemda Nagekeo

Kedua, kesiapsiagaan bukanlah sekadar simulasi tahunan atau poster di kantor desa. Ia harus menjadi budaya hidup. Kesiapsiagaan yang efektif adalah yang berbasis komunitas, mengintegrasikan kearifan lokal, dan pendidikan kebencanaan sejak dini.

Salah satu contoh konkret dari pentingnya kesiapsiagaan berbasis komunitas dalam kasus banjir bandang Mauponggo dapat dilihat dari respons spontan dan terorganisir yang dilakukan oleh warga dan komunitas sipil, seperti Komunitas Gebrak Ngada Peduli.

Tanpa menunggu instruksi formal, mereka menggalang bantuan melalui media sosial dan aksi keliling Kota Bajawa, lalu menyalurkan logistik darurat ke titik-titik terdampak di Mauponggo. Ini menunjukkan bahwa solidaritas lokal bisa menjadi tulang punggung kesiapsiagaan yang hidup bukan sekadar formalitas tahunan.

Berita Terkait

Seribu Cahaya dari Nian Tana Sikka
Retaknya Legitimasi dan Kontrak Sosial
Afrizal dan Kibaran Harapan
Merayakan 80 Tahun Dalam Pelukan Semesta
Cermin Retak dari Luka Lucky
Ziarah Harapan Penuh Luka: Seruan Sunyi dari Lingko Lolok
“Tabola Bale”: Ketika Sepak Bola Kehilangan Etika dan Rasa Hormat
Berita ini 112 kali dibaca
Redaksi: Ikuti terus "BENTARA NET" setiap Sabtu dalam sepekan.

Berita Terkait

Sabtu, 13 September 2025 - 08:38 WITA

Mauponggo, Kesiapsiagaan dan Respon Kemanusiaan

Sabtu, 6 September 2025 - 09:22 WITA

Seribu Cahaya dari Nian Tana Sikka

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 10:18 WITA

Retaknya Legitimasi dan Kontrak Sosial

Sabtu, 23 Agustus 2025 - 08:52 WITA

Afrizal dan Kibaran Harapan

Sabtu, 16 Agustus 2025 - 07:19 WITA

Merayakan 80 Tahun Dalam Pelukan Semesta

Berita Terbaru

Nusa Bunga

Festival Jelajah Maumere Usung Tema Lumbung Benih

Sabtu, 13 Sep 2025 - 18:46 WITA

Opini

Reformasi Partai Politik

Sabtu, 13 Sep 2025 - 16:14 WITA

Nusa Bunga

Wabup Domi Mere: Doa Lintas Agama Cahaya Kasih di Tengah Badai

Sabtu, 13 Sep 2025 - 15:54 WITA