“Yang Sakral dan Yang Sosial”

- Jurnalis

Selasa, 14 Oktober 2025 - 14:12 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Anselmus Dore Woho Atasoge

‘SEMANA SANTA’ dan ‘Sole Oha’ di Larantuka telah ditetapkan sebagai ‘Warisan Budaya Tak Benda Nasional’. Pengakuan ini memberi makna penting bagi masyarakat Flores Timur.

Dari sisi kajian antropologi agama, khususnya pendekatan simbolik, keduanya memuat pesan spiritual dan sosial yang mendalam. Tulisan sederhana ini mencoba menarik pesan itu.

Prosesi Tuan Ma dan Tuan Ana dalam tradisi Semana Santa Lamaholot tidak dapat dipahami semata sebagai arak-arakan seremonial. Patung-patung tersebut merepresentasikan dua tema besar yakn ‘penderitaan’ sekaligus ‘harapan’ umat beriman.

Baca Juga :  Kebohongan yang Membara: Ketika Energi “Bersih” Mencemari Lewat Kata-Kata

Jalan salib yang dilalui bukan hanya rute ritual, melainkan ruang refleksi mendalam, tempat umat menyatukan diri dengan kisah sengsara Kristus.

Dalam konteks ini, simbol menjadi medium spiritual yang menghubungkan pengalaman lokal dengan narasi universal iman.

Menurut antropolog Victor Turner (1969), ritus semacam ini mengandung dimensi communitas. Dimensi itu merupakan suatu ‘pengalaman kolektif’ yang melampaui struktur sosial formal dan menyatukan individu dalam kesadaran spiritual yang sama.

Prosesi Semana Santa menjadi ruang di mana umat mengalami penderitaan dan pengharapan secara bersama, melintasi batas kampung, kelas sosial, dan status ekonomi.

Baca Juga :  Penolakan Kebijakan Tapera: Kemana Arah Ekonomi Pancasila?

Ritus Sole Oha memperkaya prosesi Semana Santa dengan dimensi lokal yang khas. Tarian, nyanyian, serta penggunaan bahasa adat berpadu dalam satu kesatuan liturgis.

Simbol-simbol ini menjadi titik temu antara iman Katolik dan budaya Lamaholot, menghadirkan perjumpaan yang bermakna antara tradisi leluhur dan spiritualitas universal.

Antropolog Clifford Geertz (1973) menekankan bahwa simbol budaya tidak hanya menyampaikan makna, tetapi juga membentuk cara umat memahami dunia.

Berita Terkait

Human Trafficking, Retakan Moral Kolektif dan Tanggung Jawab Spiritual
Menuju Penyatuan Cakrawala
Dampak Stunting Bagi Pertumbuhan Anak
Mungkinkah Demokrasi Deliberatif dalam Kasus RS Pratama Solor
Martabat Manusia, Kekerasan Simbolik dan Krisis Sportivitas
Perencanaan Strategis dan ‘Proses Menjadi’ (Sisip Gagas untuk Artikel Vinsensius Crispinus Lemba)
Bahasa, Jalan Menuju Hati dan Rekonsiliasi
Menata Arah Pendidikan dengan Pikiran Strategis
Berita ini 95 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 4 November 2025 - 09:05 WITA

Human Trafficking, Retakan Moral Kolektif dan Tanggung Jawab Spiritual

Kamis, 30 Oktober 2025 - 13:50 WITA

Menuju Penyatuan Cakrawala

Minggu, 26 Oktober 2025 - 19:34 WITA

Dampak Stunting Bagi Pertumbuhan Anak

Senin, 20 Oktober 2025 - 18:48 WITA

Mungkinkah Demokrasi Deliberatif dalam Kasus RS Pratama Solor

Jumat, 17 Oktober 2025 - 08:56 WITA

Martabat Manusia, Kekerasan Simbolik dan Krisis Sportivitas

Berita Terbaru

Nusa Bunga

Rumah BUMN PLN Ende Salurkan Bantuan Sosial ke Hokeng, Flores Timur

Selasa, 11 Nov 2025 - 13:35 WITA