Solidaritas Kemanusiaan versus Urgensitas Manajemen  Kesiapsiagaan Bencana 

- Jurnalis

Kamis, 7 November 2024 - 08:40 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

walburgus Abullat

walburgus Abullat

Oleh: Walburgus Abulat

MENDUNG duka menyelimuti warga Flores Timur dan Flores, khususnya; dan warga Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Indonesia umumnya, pacsa Gunung Lewotobi Laki-Laki, di Kabupaten Flores Timur (Flotim) erupsi berupa hujan material lava pijar, bongkahan  bebatuan panas, dan material panas lainnya yang menyebabkan 9 orang meninggal dunia, ratusan sarana dan prasarana terbakar dan hancur, dan menyebabkan ribuan warga sekitarnya itu pada Minggu 3 November 2024.

Salah seorang warga yang meninggal dunia adalah Pemimpin Komunitas Kongregasi Servarum Spiritus Sancti (SSpS) Hokeng, Sr. Nicoline Padjo, SSpS.

Delapan korban jiwa lainnya adalah Kanisius Laga Lajar, Agustina Luo Luon, Andreas Batha Lajar, Paskalis Yohanes Goe Lajar, Theresia Toja, Yohanes Bata Buto Lajar, Yosefina Kedang, dan Yohanes Witin.

Para korban yang meninggal ini dikuburkan pada empat lokasi berbeda dengan rincian 5 orang dikuburkan di Desa Klatanlo; dua jenazah dibawa ke Kabupaten Sikka dan dikuburkan di salah satu lokasi; 1 orang dibawa ke Bajawa dan dikuburkan di pemakaman keluarga, dan dikuburkan di Desa Lewotobi, Kabupaten Flores Timur.

Pasca bencana yang menyebabkan korban jiwa dan meluluhlantakkan pelbagai sarana dan prasarana, termasuk 4 lembaga pendidikan yakni SMPK Sanctissima Trinitas Hokeng, Seminari San Dominggo Hokeng, SDI Klatanlo, dan SDI Wolorona, pelbagai elemen masyarakat terpanggil untuk melakukan misi kemanusiaan peduli dengan para korban.

Beberapa kembaga yang terlibat dalam aksi kemanusiaan ini di antaranya Gereja Keuskupan Larantuka, para kongregasi atau komunitas pelbagai ordo/tarekat imam, para suster, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Flores Timur, Basarnas Maumere, pimpinan/organisasi TNI/Polri, PVMBG, PMI, dan sejumlah organisasi kemanusiaan lainnya.

Mereka yang terpanggil dalam misi kemanusiaan ini bergerak bersama dan atau ada bersama dalam suatu wadah tertentu untuk menerjemahkan secara konkret bentuk tanggung jawab mereka dalam upaya meringankan penanganan terhadap para korban akibat bencana erupsi lava panas gunung api Lewotobi Laki-Laki itu.

Sebagaimana kita ketahui, pasca terjadinya erupsi Gunung Api Lewotobi Laki-Laki itu, tampak pemerhati kemanusian dan otoritas pemerintah terlibat aktif dalam aksi mengevakuasi jenazah, mengevakuasi pengungsi;  menggalang bantuan dan mendrop bantuan, dan aksi kemanusiaan lainnya.

Tim yang terlibat dalam misi  kemanusiaan itu memperlihatkan solidaritas, kerja sama (teamwork), suasana persaudaraan, kerja sama, sikap tolong menolong, dan pelbagai nilai positif lainnya yang melampaui sekat suku, agama, ras dan antargolongan.

Kepedulian kemanusiaan dan wujud kesiapsiagaan bencana  di atas memberi warna tersendiri dan kekuatan di kalangan warga yang berduka dan korban bencana untuk merajut dalam sebuah lembaran kehidupan baru. Suatu lembaran yang memberi ruang  untuk saling menolong, peduli terhadap sesama, rela berkorban, dan aspek kemanusiaan lainnya.

Baca Juga :  Malam Pentas Seni Ditengah Ile Lewotobi Laki-laki Mengeluarkan Lava

Suatu lembaran baru yang membuka tirai dan cara berpikir pelbagai elemen bangsa bahwa kekuatan alam  seperti gempa,letusan gunung api, erupsi, tsunami dan aneka kebencanaan lainnya memiliki magnet dan daya tarik untuk senantiasa memberikan ruang  bagi siapa saja melalui ketulusan pengabdian dan pelayanan tanpa pamrih, ikhlas menolong, dan saling meneguhkan.

Musibah kebencanaan ini juga menjadi suatu lembaran baru yang juga menyadarkan warga bahwa manusia apa pun agama, suku, ras dan golongannya harus bersahabat dengan alam dan pentingnya membangun relasi yang saling menguntungkan dengan alam melalui upaya pencegahan bencana secara dini, tingkatkan kesiapsiagaan, pentingnya memaknai mekanisme kebencanaan dan pentingnya mematuhi pelbagai hal yang disampaikan oleh pihak yang berkompeten.

Selain itu, dalam konsep kesiapsiagaan juga harus dipikirkan secara matang upaya tanggap darurat, koordinasi operasional, dan pentingnya penerapan manajemen kebencanaan sejak dini.

Dari pelbagai peristiwa kebencanaan, terutama kebencanaan letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flotim, kita belajar untuk senantiasa selalu siap siaga  terhadap bencana serupa atau model kebencanaan apa pun yang bakal terjadi atau dalam Bahasa Manajemen Bencana kita butuh Manajemen Kebencanaan,  atau dalam Bahasa Kemanusiaan kita butuh solidaritas kemanusiaan universal.

Caranya? Dalam konteks kesiapsiagaan bencana acuan yang menjadi pegangan para pihak dalam misi mulia mereka adalah Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

UU ini membawa angin segar seputar manajemen bencana. Suatu manajemen yang menekankan unisitas  atau satu kesatuan yang utuh dari beberapa pokok manajemen bencana, mulai dari aksi pengurangan risiko atau rencana mitigasi,brencana kesiapsiagaan, rencana ketersediaan (contegency plan), rencana operasional, dan rencana pemulihan.

Mengacu pada UU ini, maka para pihak menilai bahwa program Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat (KBBM) dinilai sangat efektf dalam mengelola dan mengatasi kebencanaan apa pun.

Mengapa? Dalam konteks KBBM  dengan penekanan pada program pemberdayaan kapasitas masyarakat  diharapkan kita dapat mendorong  dan memotivasi elemen warga untuk terus berinisiatif melakukan aksi nyata  mengurangi dampak bencana yang sudah, sedang dan bakal terjadi di lingkungan di mana pun manusia berada.

Wujud kesiapsiagaan bencana berbasis masyarakat yang dapat dilakukan di antaranya pemberdayaan masyarakat seperti pembekalan masyarakat sebelum bencana, saat bencana dan pascabencana; upaya pengurangan risiko bencana, dan pelbagai wujud KBBM lainnya.

Baca Juga :  Goodbye Roma Welcome Sikka Bangkit

Ada beberapa wujud KBBM yang perlu dilakukan oleh masyarakat di antaranya aksi penanaman anakan bakau, membentuk dan mengaktifkan relawan kemanusiaan, aktif melakukan pencerahan seputar bencana dan siap menjadi relawan kapan saja.

Sementara BPBD atau instansi terkait lainnya secara aktif melakukan sosialisasi dan kegiatan simulasi yang melibatkan banyak pihak.

Materi sosialisasi di antaranya seputar pentingnya kesiapsiagaan bencana, dan pelbagai upaya untuk meminimalisasi dampak bencana alam.

Sedangkan wujud solidaritas kemanusiaan ditunjukkan dengan sikap keikhlasan warga untuk membantu sesama  yang menjadi korban bencana, baik dalam bentuk dukungan material/sumbangan suka rela, dukungan moril, maupun wujud solidaritas kemanusiaan lainnya.

Kiranya program kesiapsiagaan berbasis masyarakat dan semangat solidaritas kemanusiaan yang sudah dibangun dan mengakar dalam diri masyarakat kita selama ini dapat terus dimaksimalkan demi terwujudnya tatanan masyarakat yang lebih baik,  khususnya dalam bingkai  manajemen bencana  yang lebih baik.

Seraya merenungi hakikat program kesiapsiagaan bencana dan makna solidaritas kemanusiaan di atas,  kiranya apa yang dikatakan Perdana Menteri RI Sutan Syahrir ketika berpidato saat peringatan enam bulan usia RI pada tahun 1946 dapat mempertajam sikap kritis kita  terhadap misi dan solidaritas kemanusiaan kita selama ini, khususnya dalam upaya menghadapi bencana letusan gunung Lewotobi laki-laki.

“Kebanggaan kita hanya jembatan untuk mencapai derajat  kemanusiaan yang sempurna, bukan untuk memuaskan diri kita sendiri. Sekali-kali  bukan untuk merusakkan pergaulan kemanusiaan.”

Kiranya refleksi kritis Sutan Syahrir ini memacu kita semua untuk terus memberikan pelayanan  yang tulus, terus merajut kesiapsiagaan untuk memaknai  dan menghadapi  setiap bencana alam demi pematangan pembaktian diri kita pada nilai-nilai kemanusiaan universal, terutama dalam misi kemanusiaan untuk bersolider dengan para korban gunung api Lewotobi Laki-Laki yang menelan korban jiwa 9 orang dan ribuan warga yang diungsikan serta memporakporandakan pelbagai sarana dan prasarana.

Mari kita menyatukan hati dan bersolider dengan para korban dalam bingkai  Kesiapsiagaan Bencana dan aksi nyata untuk bersolidaritas dengan sesama para korban Gunung Api Lewotobi di bawah satu tekad untuk sehati-sejiwa bersolider dengan para korban  Gunung Api Lewotobi Laki-Laki, hic et nun (kini dan saat ini). *

Penulis Adalah: Jurnalis, Penulis Buku, dan Pegiat Kemanusiaan

Penulis : Walburgus Abulat

Editor : Anton Harus

Berita Terkait

OPINI PENDIDIKAN: 5 Kompetensi yang Harus Dimiliki Seorang Guru di Era Digital
Hari Filsafat Sedunia (Catatan Tentang Kebajikan yang Cerdas)
Merawat Demokrasi: Menang Kalah Harus Bermartabat
Melestarikan Budaya dan Lingkungan Lamaholot: Sinergi Kurikulum Lokal demi Keberlanjutan
Quo Vadis Kurikulum Merdeka Belajar dan Projek Profil Pelajar Pancasila: Menanti Kurikulum Baru Untung atau Buntung? (2/habis)
Quo Vadis Kurikulum Merdeka Belajar dan Projek Profil Pelajar Pancasila: Menanti Kurikulum Baru Untung atau Buntung? (1)
Mgr. Maksimus Regus: Gembala Pegiat Literasi, Kolumnis, dan Penulis Buku Andal
Selamat Bertugas Uskup Perdana Keuskupan Labuan Bajo Mgr. Dr. Maksimus Regus
Berita ini 194 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 1 Desember 2024 - 10:47 WITA

Hari Filsafat Sedunia (Catatan Tentang Kebajikan yang Cerdas)

Kamis, 28 November 2024 - 10:46 WITA

Merawat Demokrasi: Menang Kalah Harus Bermartabat

Selasa, 26 November 2024 - 18:31 WITA

Melestarikan Budaya dan Lingkungan Lamaholot: Sinergi Kurikulum Lokal demi Keberlanjutan

Kamis, 14 November 2024 - 21:40 WITA

Quo Vadis Kurikulum Merdeka Belajar dan Projek Profil Pelajar Pancasila: Menanti Kurikulum Baru Untung atau Buntung? (2/habis)

Kamis, 14 November 2024 - 21:36 WITA

Quo Vadis Kurikulum Merdeka Belajar dan Projek Profil Pelajar Pancasila: Menanti Kurikulum Baru Untung atau Buntung? (1)

Berita Terbaru

Penjabat Bupati Manggarai Timur, Boni Hasudungan menyerahkan SK kepada Kades se Manggarai Timur .

Nusa Bunga

PJ Bupati Matim Serahkan SK Perpanjangan Masa Jabatan Kades 

Kamis, 5 Des 2024 - 07:15 WITA