Oleh: Lexi Anggal
PILKADA serentak merupakan salah satu momen penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
Sejak pertama kali diterapkan pada tahun 2015, model ini terus menjadi perdebatan hangat di kalangan akademisi, politisi, dan masyarakat luas.
Di satu sisi, pilkada serentak dianggap sebagai langkah maju untuk memperkuat demokrasi lokal.
Namun, di sisi lain, banyak pihak yang meragukan efektivitasnya dalam menjaga stabilitas politik lokal.
Artikel ini penulis akan mengkaji apakah pilkada serentak lebihkepada peluang atau ancaman bagi stabilitas politik lokal dengan mempertimbangkan berbagai data, fakta, dan pandangan dari para ahli.
Sejarah dan Tujuan Pilkada Serentak
Pilkada serentak pertama kali diperkenalkan melalui UU No 8 Tahun 2015, sebuah langkah besar dalam evolusi demokrasi Indonesia.
Dengan menggandeng pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dalam satu waktu, undang-undang ini bertujuan untuk menyederhanakan proses pemilihan, mengurangi beban anggaran, dan mendorong partisipasi pemilih.
Inovasi ini diharapkan dapat mengurangi kompleksitas administratif dan biaya penyelenggaraan pemilu, menjadikannya lebih efisien.
Namun, dalam praktiknya, tujuan ideal ini sering kali menghadapi tantangan. Terlalu banyak pemilihan dalam satu waktu bisa menyebabkan kelelahan pemilih dan kekacauan administratif.
Ketika berbagai daerah menyelenggarakan pemilihan secara bersamaan, masalah teknis dan logistik pun bisa menjadi lebih kompleks.
Sementara penghematan anggaran adalah keuntungan nyata, pertanyaan utama tetap: apakah penggabungan ini benar-benar menyederhanakan sistem atau malah menambah kerumitan?
Melihat dampaknya, hemat penulis jelas bahwa pilkada serentak, meski inovatif, membawa tantangan tersendiri yang perlu ditangani dengan bijak untuk mencapai tujuan awalnya.
Dampak Ekonomi dan Administratif
Salah satu argumen yang mendukung pilkada serentak adalah penghematan anggaran. Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), anggaran untuk pilkada serentak pada tahun 2020 mencapai sekitar Rp 15 triliun, lebih hemat dibandingkan jika pilkada dilakukan secara terpisah. Efisiensi ini tentu menjadi nilai tambah di tengah keterbatasan anggaran negara.
Namun, penghematan anggaran bukan satu-satunya indikator keberhasilan. Di beberapa daerah, pelaksanaan pilkada serentak justru menimbulkan masalah administratif.
Misalnya, pada pilkada serentak 2020, beberapa daerah mengalami keterlambatan distribusi logistik dan permasalahan teknis lainnya.
Hal ini hemat penulis menunjukkan bahwa meskipun ada penghematan biaya, pelaksanaan teknis masih memerlukan perbaikan signifikan untuk memastikan kelancaran proses pemilihan.
Partisipasi Pemilih
Tingkat partisipasi pemilih adalah salah satu indikator penting keberhasilan pilkada serentak.
Data KPU menunjukkan bahwa partisipasi pemilih pada pilkada serentak 2020 mencapai 76,09%, meningkat dibandingkan pilkada serentak 2015 yang hanya mencapai 69,03%.
Peningkatan ini menunjukkan bahwa model pilkada serentak berhasil mendorong partisipasi politik masyarakat.
Namun, partisipasi yang tinggi tidak selalu mencerminkan kualitas demokrasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa tingginya partisipasi pemilih sering kali dipengaruhi oleh mobilisasi politik dan praktik politik uang.
Misalnya, riset yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa sekitar 32% responden mengakui adanya praktik politik uang dalam pilkada serentak.
Praktik ini hemat penulis tentu saja merusak esensi demokrasi dan mengancam stabilitas politik lokal.
Stabilitas Politik dan Sosial
Salah satu kekhawatiran utama terkait pilkada serentak adalah dampaknya terhadap stabilitas politik dan sosial.
Pilkada serentak yang melibatkan banyak daerah sekaligus berpotensi meningkatkan tensi politik, terutama di daerah-daerah dengan rivalitas politik yang tinggi.
Hal ini dapat memicu konflik horizontal yang berdampak negatif pada stabilitas politik lokal.
Menurut laporan dari Badan Intelijen Negara (BIN), selama pilkada serentak 2020, terdapat lebih dari 300 insiden kekerasan terkait pemilihan. Insiden-insiden ini mencakup bentrokan antarpendukung, intimidasi, dan tindakan kekerasan lainnya.
Meski jumlah ini relatif kecil dibandingkan total jumlah daerah yang menggelar pilkada, tetap saja menunjukkan bahwa pilkada serentak belum sepenuhnya bebas dari potensi konflik.
Keberlanjutan Pembangunan Lokal
Keberlanjutan pembangunan lokal juga menjadi isu penting dalam konteks pilkada serentak. Kepala daerah yang terpilih sering kali membawa program dan kebijakan baru yang berbeda dengan pendahulunya.
Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian dan ketidakstabilan dalam pelaksanaan program pembangunan jangka panjang.
Studi dari Institute for Researchand Empowerment (IRE) menunjukkan bahwa pergantian kepala daerah yang terlalu sering dapat menghambat keberlanjutan program pembangunan.
Banyak program yang akhirnya terhenti atau tidak berjalan efektif karena perubahan kebijakan yang drastis.
Oleh karena itu, hemat penulis stabilitas politik lokal sangat penting untuk memastikan kesinambungan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Evaluasi dan Rekomendasi
Meskipun pilkada serentak memiliki banyak tantangan, hemat penulis bukan berarti model ini harus ditinggalkan.
Sebaliknya, evaluasi mendalam dan perbaikan berkelanjutan sangat diperlukan. Beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan adalah:
- Penguatan Regulasi: Memperkuat regulasi untuk mencegah praktik politik uang dan intimidasi dalam pilkada. Penegakan hukum yang tegas akan membantu menciptakan lingkungan politik yang lebih sehat.
- Peningkatan Kualitas Pemilu: Meningkatkan kualitas teknis pelaksanaan pemilu, termasuk distribusi logistik, pelatihan petugas pemilu, dan penggunaan teknologi yang lebih baik untuk memastikan kelancaran proses pemilihan.
- Pendidikan Politik: Mengintensifkan pendidikan politik bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya partisipasi politik yang bersih dan bertanggung jawab.
- Pemantauan dan Evaluasi: Melakukan pemantauan dan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan pilkada serentak untuk mengidentifikasi masalah dan mencari solusi yang tepat.
Kerjasama Antar lembaga: Meningkatkan kerjasama antara KPU, Bawaslu, BIN, dan lembaga terkait lainnya untuk memastikan koordinasi yang baik dalam menghadapi potensi konflik dan masalah lainnya.
Kesimpulan
Pilkada serentak, yang mulai diterapkan sejak 2015, telah menghadirkan transformasi signifikan dalam proses demokrasi lokal Indonesia.
Tujuannya untuk menyederhanakan jadwal pemilihan, menghemat anggaran, dan meningkatkan partisipasi pemilih memang terlihat menjanjikan.
Namun, kenyataan menunjukkan bahwa meskipun efisiensi biaya tercapai, tantangan administratif dan teknis seringkali muncul, mengancam kualitas dan kelancaran pelaksanaan pemilu.
Partisipasi pemilih yang meningkat pada pilkada serentak 2020 adalah indikator positif, tetapi tingginya angka tersebut juga disertai dengan praktik politik uang yang mengancam integritas pemilihan.
Keterlibatan masyarakat yang lebih aktif tidak serta merta menjamin kualitas demokrasi jika korupsi politik masih merajalela.
Selain itu, dampak pilkada serentak terhadap stabilitas politik dan sosial tidak bisa dianggap sepele, mengingat tingginya tensi politik yang dapat memicu konflik horizontal.
Keberlanjutan pembangunan lokal juga terancam akibat perubahan kebijakan yang sering kali terjadi akibat pergantian kepala daerah.
Stabilitas politik lokal menjadi krusial untuk memastikan bahwa program pembangunan jangka panjang dapat dilaksanakan secara efektif tanpa gangguan yang berarti.
Untuk memastikan pilkada serentak benar-benar menjadi peluang dan bukan ancaman bagi stabilitas politik lokal, diperlukan evaluasi mendalam dan langkah-langkah perbaikan yang komprehensif.
Penguatan regulasi, peningkatan kualitas teknis, pendidikan politik, serta kerjasamaantarlembaga harus menjadi fokus utama.
Dengan demikian, pilkada serentak hemat penulis dapat lebih optimal dalam mewujudkan demokrasi yang bersih, efisien, dan stabil, serta mendukung pembangunan yang berkelanjutan di seluruh pelosok tanah air. *
Penulis adalah, Pegiat Isu-isu Sosial, tinggal di Boncukode Cibal, Manggarai, NTT
Editor : Wentho Eliando