Festival Lamaholot, Identitas dan Kohesi Sosial

- Jurnalis

Rabu, 8 Oktober 2025 - 07:52 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Anselmus DW Atasoge

FESTIVAL Lamaholot 2025 digelar dan berlangsung meriah di Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, pada Selasa, 7 Oktober 2025. Ribuan peserta memenuhi jalan-jalan utama dalam karnaval budaya yang menjadi bagian dari perayaan warisan Lamaholot.

Tulisan ini boleh dipandang sebagai ‘sisipan dalam festival’ itu. Juga bermisi sederhana, menjaga spirit sebuah festival bernuansa budaya. Perspektif sosiologis menjadi bingkainya.

Sejatinya, budaya tidak berdiri sendiri. Ia lahir dari interaksi sosial yang terus berlangsung. Festival atau pun karnaval budaya menjadi ruang publik tempat masyarakat menegaskan siapa mereka. Setiap tarian, pakaian adat, dan simbol lokal menunjukkan keterikatan pada warisan leluhur.

Baca Juga :  Menangani Hoaks dan Disinformasi di Era Digital

Sosiolog Émile Durkheim menyatakan bahwa “masyarakat adalah sumber utama dari kesadaran kolektif.”

Dalam konteks ini, festival budaya menjadi sarana pembentukan dan penguatan kesadaran kolektif melalui simbol-simbol yang dikenali bersama. Ia menyebut ritual publik sebagai mekanisme pemersatu yang memperkuat solidaritas sosial.

Dengan merujuk pada pandangan Durkheim, dapat ditegaskan bahwa festival budaya seperti Lamaholot bukan hanya peristiwa estetis. Ia adalah proses sosial yang memperkuat identitas, solidaritas, dan makna hidup bersama.

Partisipasi ribuan orang menunjukkan adanya solidaritas sosial. Masyarakat berkumpul, berinteraksi, dan merayakan nilai bersama. Ini memperkuat kohesi sosial. Dalam masyarakat yang majemuk, kohesi sosial menjadi fondasi penting untuk menjaga harmoni.

Baca Juga :  Mengawal Demokrasi (Sebuah Catatan Reflektif)

Durkheim menyebut solidaritas sebagai kekuatan yang menyatukan individu dalam satu kesadaran kolektif.

Ketika masyarakat terlibat dalam kegiatan budaya bersama, mereka memperkuat ikatan sosial yang mendasari kehidupan bersama. Durkheim menegaskan bahwa ‘ritual publik’ seperti festival berfungsi sebagai mekanisme pemersatu yang memperkuat rasa kebersamaan.

Anthony Giddens, sosiolog kontemporer, juga menekankan pentingnya ruang sosial dalam membentuk identitas dan relasi.

Berita Terkait

Human Trafficking, Retakan Moral Kolektif dan Tanggung Jawab Spiritual
Menuju Penyatuan Cakrawala
Dampak Stunting Bagi Pertumbuhan Anak
Mungkinkah Demokrasi Deliberatif dalam Kasus RS Pratama Solor
Martabat Manusia, Kekerasan Simbolik dan Krisis Sportivitas
“Yang Sakral dan Yang Sosial”
Perencanaan Strategis dan ‘Proses Menjadi’ (Sisip Gagas untuk Artikel Vinsensius Crispinus Lemba)
Bahasa, Jalan Menuju Hati dan Rekonsiliasi
Berita ini 65 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 4 November 2025 - 09:05 WITA

Human Trafficking, Retakan Moral Kolektif dan Tanggung Jawab Spiritual

Kamis, 30 Oktober 2025 - 13:50 WITA

Menuju Penyatuan Cakrawala

Minggu, 26 Oktober 2025 - 19:34 WITA

Dampak Stunting Bagi Pertumbuhan Anak

Senin, 20 Oktober 2025 - 18:48 WITA

Mungkinkah Demokrasi Deliberatif dalam Kasus RS Pratama Solor

Jumat, 17 Oktober 2025 - 08:56 WITA

Martabat Manusia, Kekerasan Simbolik dan Krisis Sportivitas

Berita Terbaru

Nusa Bunga

Ini Hasil Drawing Piala Gubernur ETMC XXXIV 2025 Ende

Sabtu, 8 Nov 2025 - 19:06 WITA

Nusa Bunga

IMI Sikka Perjuangkan Sikka Jadi Tuan Rumah Grass Track PON 2028

Sabtu, 8 Nov 2025 - 18:44 WITA

Nusa Bunga

NasDem Bagikan 250 Undian Berhadiah Meriahkan HUT 14

Sabtu, 8 Nov 2025 - 17:38 WITA