Oleh: Amadeus Mareno Blafirayu
DI Tengah krisis iklim, degradasi lahan, dan pertumbuhan kota yang semakin padat, solusi berbasis alam semakin dilirik.
Salah satunya datang dari pendekatan ilmiah yang kini mulai terintegrasi dengan teknologi: SPFT (Struktur, Perkembangan, dan Fungsi Tumbuhan).
Pendekatan ini tidak hanya menghidupkan kembali esensi biologi tumbuhan. Tapi juga membuka pintu inovasi digital yang ramah lingkungan dan aplikatif.
Apa Itu SPFT?
SPFT merupakan pendekatan terintegrasi dalam biologi tumbuhan yang mengkaji tiga aspek utama: Struktur tumbuhan, mencakup sel, jaringan, akar, batang, hingga daun.
Perkembangan tumbuhan, dari biji hingga fase reproduksi. Fungsi fisiologis, seperti fotosintesis, transpor air, dan adaptasi lingkungan.
Dengan memahami ketiga aspek ini secara holistik, kita tidak hanya belajar “apa” dan “bagaimana” tumbuhan hidup, tapi juga menemukan cara baru untuk menerapkan pengetahuan ini dalam dunia nyata, terutama melalui teknologi.
Dari Akar ke Sensor: SPFT dan Hidroponik Cerdas
Salah satu aplikasi nyata dari pendekatan SPFT bisa ditemukan di sistem hidroponik otomatis, yang semakin populer di kota-kota besar.
Dengan memahami struktur akar dan fungsi stomata pada daun, para inovator mampu merancang sistem penyiraman dan pencahayaan yang efisien, berbasis data real time.
Teknologi seperti sensor kelembaban, LED spektrum khusus, dan aplikasi Internet of Things (IoT) kini digunakan untuk memantau dan mengatur pertumbuhan tanaman dengan presisi tinggi.
Proses perkembangan tanaman juga menjadi acuan dalam menentukan fase optimal pemberian nutrisi. Atau engan kata lain, SPFT mengubah tanaman menjadi sistem biologis yang bisa diukur, dipantau, dan dikembangkan secara digital.
Pelestarian Spesies Langka: Teknologi dari Laboratorium Tumbuhan
Selain untuk pertanian perkotaan, SPFT berperan penting dalam konservasi tanaman langka.
Di berbagai laboratorium botani, pemahaman mendalam tentang struktur sel dan perkembangan embrio digunakan untuk mengembangkan teknik kultur jaringan dan kloning mikro. Pendekatan ini memungkinkan pelestarian spesies langka tanpa mengeksploitasi habitat aslinya.
Lebih dari itu, fungsi tumbuhan sebagai penyerap karbon dan penghasil oksigen kini menjadi dasar bagi perancangan hutan kota, taman vertikal, dan atap hijau yang memperkuat kualitas udara sekaligus mengurangi panas urban.
SPFT di Ruang Kelas: Biologi Jadi Lebih Hidup
Tidak hanya di laboratorium, SPFT juga mulai diterapkan dalam dunia pendidikan. Sekolah-sekolah kini memanfaatkan mikroskop digital, model 3D jaringan tumbuhan, dan aplikasi augmented reality (AR) untuk memperkaya pengalaman belajar siswa.
Dengan SPFT, pelajaran biologi tidak lagi sekadar hafalan tentang bagian tumbuhan. Siswa diajak memahami keterkaitan antara struktur dan fungsi, mengamati pertumbuhan tanaman secara langsung, dan bahkan memprediksi respon fisiologis tumbuhan terhadap lingkungannya. Ini bukan hanya menghidupkan sains, tetapi menumbuhkan kesadaran ekologis sejak dini.
Pakar Bicara: Teknologi Hijau Harus Berbasis Ilmu
Menurut Dr. M. Yusril, peneliti fisiologi tumbuhan dari BRIN, SPFT adalah pendekatan strategis untuk menghubungkan sains murni dengan kebutuhan praktis manusia.
“Dengan memahami struktur dan fungsi tumbuhan, kita bisa merancang teknologi yang efisien sekaligus ramah lingkungan. Kita tidak perlu menciptakan dari nol—alam sudah menyediakan cetak birunya,” jelasnya.
Tumbuhan sebagai Inspirasi Teknologi Masa Depan
SPFT bukan sekadar pendekatan akademik. Ia adalah jembatan antara pengetahuan dan tindakan, antara biologi dan teknologi, antara alam dan manusia.
Dalam era digital ini, SPFT memberi peluang besar bagi kolaborasi lintas bidang—dari ilmuwan hingga teknolog, dari petani urban hingga guru di ruang kelas.
Dengan menjadikan tumbuhan sebagai inspirasi, bukan hanya sebagai objek kajian, kita sedang membangun jalan menuju masa depan yang lebih hijau, cerdas, dan berkelanjutan. Karena sejatinya, memahami tumbuhan berarti memahami kehidupan itu sendiri. *
Penulis adalah Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Editor : Wentho Eliando