Oleh: Yohanes DBR Minggo
PERATURAN Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/2012 dengan jelas menegaskan bahwa pelabuhan perikanan adalah kawasan strategis yang berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan dan sistem bisnis perikanan, yang meliputi berbagai layanan penting seperti tambat-labuh, bongkar muat ikan, pengolahan, distribusi, dan perawatan kapal.
Secara kelembagaan, pengelolaan pelabuhan ini melibatkan dua domain utama: pemerintahan dan pengusahaan.
Fasilitas yang disediakan pun beragam, mulai dari dermaga hingga tempat pemasaran ikan, yang semuanya harus berada dalam kawasan pelabuhan perikanan yang telah diklasifikasikan.
Salah satu contoh pelabuhan yang seharusnya mendapat perhatian serius adalah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Alok di Kabupaten Sikka.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 109 Tahun 2021, PPI Alok tercatat sebagai pelabuhan perikanan tipe D, dengan proyeksi peningkatan status menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) pada periode 2031–2035.
Namun, status ini terancam batal setelah Keputusan Menteri KP Nomor 132 Tahun 2023 mengeluarkan PPI Alok dari daftar rencana induk nasional. Sebabnya? Pengalihan kewenangan pengelolaan pelabuhan dari pemerintah kabupaten ke pemerintah provinsi yang hingga kini belum dilaksanakan.
Hal ini menggarisbawahi sebuah persoalan besar terkait kurangnya komitmen pemerintah daerah, khususnya Dinas Perikanan Kabupaten Sikka, untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam undang-undang tersebut, pengelolaan pelabuhan perikanan adalah kewenangan pemerintah provinsi, yang bertujuan untuk memperlancar integrasi kebijakan dan pembangunan antarlevel pemerintahan.
Namun, kenyataannya, pengalihan kewenangan ini masih tersendat-sendat di Kabupaten Sikka, yang justru menghambat pengembangan sektor perikanan secara keseluruhan.
Pemerintah Kabupaten Sikka, terutama Kepala Dinas Perikanan, nampaknya lebih memilih mempertahankan kekuasaan atas pengelolaan pelabuhan, ketimbang memprioritaskan pembangunan sektor perikanan dan kesejahteraan nelayan.
Padahal, jika merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, sangat jelas bahwa penyelenggara pelayanan publik, termasuk pemerintah daerah, wajib menyediakan layanan yang cepat, tepat, terjangkau, dan berkeadilan bagi masyarakat.
PP ini menekankan pentingnya prinsip-prinsip profesionalisme, partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas dalam setiap aspek penyelenggaraan pelayanan publik.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya