Oleh Inosensius Enryco Mokos, M. I. Kom
TINGGAL beberapa hari lagi kita akan memasuki tahun 2025. Tentunya dalam menyambut tahun baru, harusnya penuh dengan sukacita dan kebahagian serta harapan baru.
Namun sepertinya itu tidak akan berlaku untuk tahun 2025 ini. Indonesia justru bersiap untuk menerapkan kenaikan pajak sebesar 12 persen yang akan berlaku pada tanggal 1 Januari 2025.
Kekhawatiran mengenai potensi dampaknya terhadap kelompok masyarakat paling rentan di negara ini semakin meningkat.
Mengingat sebagian besar masyarakat masih hidup dalam kemiskinan, kenaikan pajak ini akan memperburuk kesenjangan yang ada dan semakin membebani rumah tangga berpendapatan rendah.
Esai ini mengeksplorasi kondisi kemiskinan di Indonesia saat ini, dampak kenaikan pajak, dan solusi potensial untuk memitigasi dampaknya terhadap masyarakat miskin.
Kemiskinan di Indonesia dan Dampak Kenaikan PPN 12 Persen
Kemiskinan masih menjadi masalah yang mendesak di Indonesia, dimana jutaan warganya berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Menurut Bank Dunia, pada tahun 2023, sekitar 9,54% penduduk, atau sekitar 25 juta orang, tergolong miskin dan hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Pandemi COVID-19 semakin memperburuk situasi ini, mendorong banyak keluarga ke dalam kemiskinan yang lebih parah karena kehilangan pekerjaan dan berkurangnya pendapatan.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir, dengan sedikit peningkatan terlihat pada tahun 2023.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan ini termasuk ketidakstabilan ekonomi, inflasi, dan dampak perubahan iklim yang berkelanjutan, yang berdampak secara tidak proporsional terhadap kemiskinan. komunitas berpendapatan rendah.
Ketika pemerintah menerapkan kenaikan pajak sebesar 12 persen, urgensi untuk mengatasi permasalahan ini menjadi lebih besar dari sebelumnya.
Kenaikan pajak yang akan datang di mana terjadi pada tanggal 1 Januari 2025 kemungkinan besar akan menimbulkan beberapa dampak buruk terhadap rumah tangga berpendapatan rendah.
Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah karena pemerintah diberikan kewenangan untuk membuat kebijakan publikyang bertujuan untuk kesejahteraan bersama. Ada beberapa dampak buruk yang akan muncul.
Pertama, tentu saja peningkatan biaya hidup. Kenaikan pajak kemungkinan akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa penting, termasuk makanan, transportasi, dan layanan kesehatan.
Keluarga berpendapatan rendah, yang sudah menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dasar, akan merasakan dampak paling parah.
Kedua, mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan. Ketika pajak meningkat, pendapatan yang dapat dibelanjakan untuk rumah tangga berpendapatan rendah akan menurun, sehingga semakin sulit bagi mereka untuk membeli barang-barang penting.
Penurunan daya beli ini dapat menyebabkan penurunan standar hidup secara keseluruhan dan meningkatkan tekanan finansial.
Ketiga, potensi peningkatan angka kemiskinan. Kombinasi kenaikan biaya dan berkurangnya pendapatan yang dapat dibelanjakan dapat mendorong lebih banyak keluarga ke dalam kemiskinan atau memperparah kesulitan mereka yang sudah hidup dalam kemiskinan. Hal ini dapat mengakibatkan lingkaran setan kemiskinan yang sulit untuk dilepaskan.
Sampai di titik ini tentu kita merasa bahwa pemerintah yang seharusnya menjadi pengambil kebijakan yang pro terhadap rakyat dan juga memiliki tugas untuk mensejahterakan rakyat justru mengambil kebijakan yang semakin memberatkan.
Pemerintah seolah mengambil kebijakan yang tidak memikirkan dampak buruk bagi mereka yang paling rentan terhadap kenaikan PPN ini yaitu masyarakat kelas bawah atau masyarakat miskin.
Tanggung Jawab dan Solusi Pemerintah
Mengingat potensi dampak kenaikan pajak terhadap masyarakat miskin, pemerintah Indonesia mempunyai peran penting dalam mengatasi tantangan-tantangan ini.
Berikut beberapa saran tindakan yang sebaiknya diambil pemerintah pada tahun 2025 untuk bisa membantu dan memberikan sedikit harapan bagi masyarakat kelas bawah untuk bisa keluar dari lingkaran setan kemiskinan.
Pertama, meningkatkan jaring pengaman sosial. Pemerintah harus memperkuat jaring pengaman sosial yang ada, seperti program bantuan tunai dan bantuan makanan, untuk memberikan bantuan segera kepada keluarga berpenghasilan rendah yang terkena dampak kenaikan pajak.
Memperluas kriteria kelayakan dan meningkatkan jumlah manfaat dapat membantu meringankan beban keuangan rumah tangga termiskin.
Kedua, menerapkan pengendalian harga. Untuk memitigasi dampak kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok, pemerintah dapat mempertimbangkan penerapan pengendalian harga pada kebutuhan pokok.
Hal ini akan membantu memastikan bahwa keluarga berpenghasilan rendah mampu membeli barang-barang penting meskipun ada kenaikan pajak.
Ketiga, mendorong peluang ekonomi. Pemerintah harus fokus pada penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan akses terhadap pendidikan dan pelatihan kejuruan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dengan membekali mereka dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil, pemerintah dapat membantu mengangkat keluarga keluar dari kemiskinan.
Keempat, terlibat dalam kampanye kesadaran masyarakat. Pemerintah harus meluncurkan kampanye untuk mendidik masyarakat tentang program dukungan dan sumber daya yang tersedia.
Hal ini dapat memberdayakan keluarga berpenghasilan rendah untuk mengakses bantuan yang mereka perlukan untuk mengatasi kenaikan pajak.
Langkah Konkret Masyarakat dan Individu Mengatasi Kemiskinan
Selain upaya pemerintah, kelompok individu dan masyarakat juga dapat mengambil langkah nyata untuk memitigasi dampak kenaikan pajak dan berupaya mengatasi kemiskinan.
Hal ini perlu mendapat perhatian khusus karena individu dan masyarkat adalah kelompok yang paling dirugikan oleh kenaikan PPN 12 persen ini.
Pertama, penganggaran dan perencanaan keuangan. Keluarga harus membuat anggaran untuk melacak pendapatan dan pengeluaran mereka, sehingga memungkinkan mereka mengidentifikasi bidang-bidang di mana mereka dapat memotong biaya.
Hal ini dapat membantu mereka mengelola keuangan dengan lebih efektif dalam menghadapi kenaikan harga.
Kedua, jaringan dukungan komunitas. Individu dapat terlibat dengan organisasi komunitas lokal dan jaringan dukungan yang menyediakan sumber daya dan bantuan kepada keluarga berpenghasilan rendah. Jaringan ini dapat menawarkan bank makanan, program pelatihan kerja, dan lokakarya literasi keuangan.
Ketiga, pengembangan keterampilan. Berinvestasi dalam pendidikan dan pengembangan keterampilan dapat meningkatkan kemampuan kerja.
Individu harus mencari program pelatihan kejuruan, kursus online, atau lokakarya komunitas untuk memperoleh keterampilan baru yang dapat menghasilkan peluang kerja yang lebih baik.
Keempat, advokasi dan keterlibatan. Masyarakat harus mengadvokasi kebijakan yang mendukung keluarga berpenghasilan rendah dan meminta pertanggungjawaban pemerintah atas komitmennya terhadap pengentasan kemiskinan.
Terlibat dalam diskusi masyarakat dan berpartisipasi dalam pemerintahan lokal dapat memperkuat suara mereka dan mempengaruhi pengambilan kebijakan.
Kesimpulan: Seruan untuk Bertindak
Kenaikan pajak sebesar 12 persen di Indonesia menimbulkan tantangan besar bagi masyarakat miskin, mengancam akan memperburuk kesenjangan yang ada dan meningkatkan biaya hidup.
Dengan jutaan warga yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah proaktif untuk memitigasi dampak kenaikan pajak ini dan memberikan bantuan kepada kelompok rentan.
Dengan meningkatkan jaring pengaman sosial, menerapkan pengendalian harga, mendorong peluang ekonomi, dan terlibat dalam kampanye kesadaran masyarakat, pemerintah dapat membantu meringankan beban keluarga berpenghasilan rendah.
Pada saat yang sama, individu dapat mengambil langkah proaktif untuk mengelola keuangan mereka, mengembangkan keterampilan, dan terlibat dengan jaringan dukungan masyarakat.
Secara bersama-sama, upaya-upaya ini dapat menciptakan masyarakat yang lebih tangguh yang mampu mengatasi tantangan kenaikan pajak dan pada akhirnya mengurangi kemiskinan di Indonesia.
Langkah ke depan memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan individu untuk memastikan bahwa kelompok yang paling rentan tidak tertinggal dalam menghadapi perubahan ekonomi. Semoga!*
Penulis adalah Lulusan Magister Ilmu Komunikasi Universitas Bina Nusantara Jakarta, Peneliti Komunikasi dan Budaya. Tinggal di Kupang, NTT
Editor : Wall Abulat