MBAY, FLORESPOS.net-Di RT 21 Nangateke, Desa Persiapan Aeramo Tmur, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT, sebenarnya punya lahan yang cukup luas.
Sayang lahan itu dibiarkan menganggur. Sebagian besar warga setempat memang tidak punya tradisi bercocok tanam. Lokasi RT 21 Nangateke ini sangat terpencil.
Untuk bisa sampai ke sana harus menempuh 15 Menit kalau menggunakan kendaraan roda dua. Apabila menggunakan kendaraan roda empat bisa menempuh 25 menit.
RT itu dihuni oleh sekitar 20 kepala keluarga yang tinggal di bibir Pantai Nangateke. Mereka menggantungkan hidup dari hasil laut, serta pekerkunan jagung ketika saat musim hujan.
Sementara tanaman lain seperti sayur-sayuran dan cabe tidak bisa di tanam akibat zat garam terlalu tinggi. Sehingga membuat tanaman itu kerdil dan mati. Untuk mendapat cabe mereka harus ke pasar danga dengan jarak tempuh kurang lebih 14 KM.
Hal ini membuat Arkulaus Lena, petani asal RT 21 Nangateke tergerak. Sejak dua tahun lalu, dia mulai menggarap lahan pekarangan miliknya, seluas kurang lebih seperempat hektare yang lama menganggur akibat zat garam tinggi ia mulai menanam cabe.
Arkus biasa ia disapa hanya seorang lulusan Sekolah Dasar. Kemampuan untuk menanam cabe di lahan zat garam yang tinggi itu, memang tidak mempunyai pengalaman apalagi pendidikan.
Namun berkat nonton youhtube ia memulai mencoba dengan hal yang tidak masuk akal tersebut.
Melihat lahan yang zat garam yang sangat tinggi dan sudah lama menganggur, Arkus mencoba membudidayakan cabe dengan modal awal hanya Rp. 800.000.
Arkus bersama istrinya Sinta itu, mulai mengolah sebagian lahan menganggur tersebut. Harapannya, kebun yang dia olah akan menjadi percontohan dan membuat warga tertarik bercocok tanam.
“Pertama saya bikin petak seperti bedeng sawah. Saya percaya kalau nanti hasilnya bagus banyak warga yang datang dan bertanya bagaimana caranya. Nah, dari situ baru saya ajarkan mereka agar ke depannya mereka terapkan di lahan masing-masing,” kata Arkus saat di temui Florespos.net, di kediamannya di Nangateke, Senin (15/7/2024) pagi.
Dalam dua bulan, kebun Arkus yang berisi tanaman cabe, dan tomat, tumbuh begitu subur. Melihat pertumbuhan kebun Arkus warga sangat tertarik. Bahkan saat mereka melihat cabe dan tomat yang tumbuh dan berbuah sangat lebat.
Warga lantas datang berduyun-duyun ke kebun Arkus untuk sekadar melihat-lihat. Sebagian dari mereka membeli Cabe dan tomat di kebun tersebut untuk kebutuhan dapur. Mereka kini tidak perlu lagi ke pasar Danga.
Lebih mengagumkan, Arkus membentuk kelompok Koro Pazo. Dan saat ini mereka bersama-sama menanam cabe.
Satu kali Panen Hasil 30 Juta
Menurut Arkus kurang lebih dua tahun ia sudah menghasil puluhan juta.
“Satu musim kalau harga cabe bagus, bisa mencapai 30 juta. Kalau harga turun dia berkisar di angka 20 juta,” ujarnya.
Belum ada Sentuhan Pemerintah
Dia mengatakan atas usahanya itu, ia mengaku belum ada sentuhan dari pemerintah Desa maupun pemerintah Kabupaten.
“Ini usaha sendirian pa. Saya pernah bawah proposal ke dinas pertanian Kabupaten Nagekeo untuk pengadaan selang irigasi tetes, hingga saat ini tak ada kabar,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan petani setempat, Marten Dia mengaku belajar banyak mengenai teknik pertanian dari Arkus.
“Keberadaan Arkus merupakan anugerah bagi masyarakat di sini. Ilmu pertanian yang beliau ajarkan sangat membantu meningkatkan produktivitas hasil pertanian kami,” kata Marten. *
Penulis: Arkadius Togo I Editor: Wentho Eliando