Pemimpin dengan Predikat Mosa Ngai Dewa-Daki Rende Ria (Sebuah Perspektif Sosial dan Alternatif untuk Nagekeo Makin Mandiri)

- Jurnalis

Senin, 1 Juli 2024 - 19:46 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Dionisius Ngeta, S.Fil

VISI Kemandirian yang merupakan Hakikat Ada Kabupaten Nagekeo dengan Misi Percepatan Pelayanan dan Terciptanya Kesejahteraan dari para pejuang sebelumnya (https://nagekeokab.go.id/?page_id=14), dimaknai tidak sekadar obsesi-utopis apalagi gimik politik partai politik dan para politisi.

Hal itu harus menjadi sesuatu yang realis dan riil dialami masyarakat dari masa ke masa setiap pergantian pimpinan dan kepemimpinan.

Untuk itu Nagekeo butuh tokoh/ketokohan dan pemimpin/kepemimpinan dari berbagai level dengan predikat dan karakter “Mosa Ngai dewa-Daki Rende Ria” sebagai salah satu kualifikasi.

Kemandirian sebagai sebuah Hakikat Ada Kabupaten Nagekeo dan Percepatan Pelayanan dan Kesejahteraan Masyarakat akan lebih mudah dialami jika masyarakat memiliki tokoh, pemimpin dan calon-calon pemimpin dengan kualifikasi-kualifikasi mumpuni seperti memiliki rekam jejak baik, jejaringan yang luas, kemampuan berpikir yang visioner dan strategis dengan integritas moral tinggi (Mosa ngai dewa – daki rende ria).

Dalam konteks pemimpin dan kepemimpinan atau tokoh dan ketokohan tertentu, masyarakat Nagekeo mengenal filosofi dan kearifan ini: “Mosa Ngai Dewa – Daki Rende Ria”.

Kata “Mosa” dalam bahasa Nagekeo pada umumnya berarti besar, sehat dan atau jantan. Tetapi jika digabungkan dengan frase “daki”/“Mosa daki” pengertiannya menjadi pemimpin, kepala, tuan atau kepemimpinan, ketokohan, yang terhormat, yang dituakan.

Misalnya, “mosa tana-daki watu” (tuan tana/kepala suku). Atau “mosa nua-daki oda” (tokoh, kepala kampung). Atau “mosa nggengge mere-daki danggo dewa” (tokoh/kepemimpinan yang mengayomi atau melindungi).

Atau “mosa kungu mbuka-daki kanga ghara” (tokoh/kepemimpinan dengan karakter pekerja keras). Atau “mosa nonu dowa-daki dhende ghondo” (tokoh yang menyukai pekerjaan/hobi berburu) dan lain-lain.

Sebagai sebuah filosofi, “Mosa Ngai Dewa-Daki Rende Ria” lahir dari kearifan lokal sejak nenek moyang dahulu sebagai sebuah kebijaksanaan. “Mosa Ngai Dewa-Daki Rende Ria” selalu merujuk pada karakteristik seorang tokoh, pemimpin (leader) atau kepemimpinan (leadership) seseorang. Dan sebagai sebuah kebijaksanaan, hal tersebut tidak saja menjadi roh yang menjiwai seseorang tapi juga menjadi rujukan seorang pemimpin dalam kepemimpinannya dan masyarakat dalam memilih atau mengangkat seseorang menjadi tokoh, kepala atau pemimpin tertentu.

Dalam konteks dan ruang lingkup yang sederhana dan kecil, spirit kepemimpinan

dengan karakteristik ini selalu diperhatikan dan dihidupi oleh nenek moyang dalam

merencana dan mengorganisir masyarakatnya, entah sebagai kepala kampung, kepala suku, tuan tanah, atau sebagai tokoh tertentu dalam masyarakat.

Dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah, filosofi “Mosa Ngai Dewa-Daki Rende Ria” adalah sebuah alternative rujukan masyarakat dalam memilah dan memilih tokoh, calon pemimpin Nagekeo ke depan. Memilah dan memilih yang terbaik dari sekian banyak kandidat menjadi hal yang penting dan merupakan tanggungjawab moral masyarakat untuk menentukan nasib masyarakat dan daerahnya lima tahun ke depan.

Gaya dan karakterisktik pemimpin dan kepemimpinan seseorang dengan kualifikasi seperti “Mosa Ngai Dewa – Daki Rende Ria” adalah salah satu alternative pilihan yang dapat dijadikan referensi masyarakat.

Baca Juga :  Pemimpin yang Memerdekakan

Mosa Ngai Dewa (Tokoh/Pemimpin Berkapasitas dan Visioner)

Pemerintahan yang efektif akan terwujud apabila para pemimpin dapat memenuhi kualifikasi-kualifikasi sebagai pemimpin, seperti memiliki kemampuan intelektual, memiliki visi dan misi yang jelas.

Ken Blanchard mengatakan; “Leadership begins with a clear vision” (Kepemimpinan bermula dengan sebuah visi yang jelas).

Pemimpin atau calon pemimpin yang memiliki kapasitas di bawah standar dan tidak mempunyai visi-misi yang jelas hanya menjadi seorang yang penuh kebimbangan dalam melangkah. Ia juga tidak bisa memfokuskan sepenuhnya sumber daya yang ada dan mengupayakannya secara maksimal ke arah yang benar dan bekerja keras untuk meraih yang terbaik bagi kepentingan masyarakat.

Untuk seorang pemimpin atau tokoh tertentu yang memiliki kualifikasi kemampuan intelektual yang luas, bekerja keras dan memiliki visi-misi, masyarakat Nagekeo menyebutnya “Mosa Ngai Dewa”.

Tokoh atau pemimpin dengan karakter kepemimpinan ini selalu memiliki jejaringan dan wawasan yang luas dan lengkap, memiliki kemampuan mengidentifikasi dan memetahkan persoalan daerah serta menganalisis akar permasalahannya, lalu bekerja keras dengan strategi tertentu dalam penanganannya.

Jika demikian, maka dia tidak hanya disebut “Mosa Ngai dewa” tapi juga “Daki Kemo Kapa”. Ia selalu memiliki kerangka pikir, kerangka nilai yang berorientasi pada kedaulatan dan kepentingan rakyat dan bekerja keras, mengerahkan seluruh energi, kekuatan dan kemampuan yang ada pada diri dan daerahnya bagi tercapainya kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.

Kemampuan intelektual yang baik dibarengi dengan jejaringan yang luas dan kerja keras, kerja cerdas dan kerja cepat akan mampu mewujudkan mimpi-mimpi besar yang terukur, terarah dan membumi.

Ia akan dengan mudah merumuskan mimpi-mimpi besar itu ke dalam suatu visi dan misi yang jelas sebagai target yang harus dicapai dan dengan kekuatan jiwa-raga mewujudkan visi-misi itu (mosa ngai dewa-daki kemo kapa).

Pemimpin dan kepemimpinan dengan karakter ini (mosa ggai dewa-kemo kapa) selalu ada peluang, ada harapan, ada optimisme dan ada solusi di tengah ketidakpastian dan kesulitan masyarakat.

Artinya, tantangan yang dihadapi daerah dan masyarakatnya, selalu ada solusi dari pemimpin, ia selalu hadir memberi harapan dan bekerja keras mengatasinya seperti tantangan kemiskinan, ketidakadilan, pelayanan publik yang belum maksimal, KKN dan keterbelakangan atau tantangan dan permasalahan lainnya.

Pemimpin dengan karakteristik “Ngai Dewa” tidak saja selalu piawai dalam mengatur strategi penanganan masalah, mampu membaca dan memahami medan dan konteks daerahnya, tetapi ia juga mampu menunjukkan pribadi yang fleksibel, siap menerima masukan, bahkan kritikan termasuk pendapat yang berbeda dari lawan politiknya.

Dan lebih dari itu, ia konsisten dan komit serta memiliki ketegasan sikap dalam penegakan kebenaran dan keadilan, pemberantasan praktek-praktek kejahatan seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Ia tidak akan pernah kompromi dan tolerir dengan kejahatan yang dilakukan oleh bawahan. Jika demikian, maka dia bukan saja “Mosa ngai dewa – daki kemo kapa” tapi juga “ Mosa ngai dewa – daki wiwi jewa”.

Baca Juga :  Mahkamah Konstitusi Melanggar Kompetensi "Absolut" Uji UU Bacawapres

Daki Renda Ria (Tokoh/Pemimpin Berintegritas)

Masyarakat Nagekeo menyebut seorang tokoh atau pemimpin berintegritas dengan sebutan “Mosa Rende Ria/Bhala”.

Tokoh, pemimpin dengan ahklak baik, berhati putih, berpikiran positif, berperilaku adil, jujur, dan setia pada hal-hal baik dan masyarakat. Baginya, menempatkan kepentingan rakyat dan kebaikan bersama (bonum commune) di atas segala-galanya adalah keniscayaan.

Tokoh, pemimpin atau calon pemimpin dengan predikat “mosa ngai dewa-daki rende ria” selau jauh dari karakter dan perilaku yang merendahkan martabatnya sebagai manusia dalam memperebutkan mandat dan kepercayaan masyarakat seperti mengandalkan kekuatan uang (money politic). Baginya, permainan uang bukan cara bermartabat untuk pendewasaan politik dan demokrasi.

Uang bukan “makanan halal demokrasi” yang tepat dari kandidat dan “gizi politik” yang seimbang bagi pemilih apalagi untuk pendewasaan politik dan demokrasi. Uang adalah penyakit kronis bagi demokrasi dan wabah yang merendahkannya sebagai manusia atau kandidat yang bermartabat dengan predikat “Mosa Ngai dewa-daki rende ria”.

Ide dan gagasan, visi-misi, program dan strategi bagaimana membangun bangsa terutama daerahnya ke depan adalah cara-cara rasional dan berkeadaban untuk mendapatkan simpatisan dan dukungan masyarakat.

Dan jika hal ini dilakukan, maka sesungguhnya dia sedang munjukan kapasitas intelektual selain integritas moralnya kepada masyarakat bahwa dia adalah “mosa ngai dewa – daki rende ria” yang layak untuk dipertimbangkan.

Tetapi jika yang terjadi sebaliknya, maka sesungguhnya ia telah menunjukkan kepada masyarakat bawah dia adalah “Mosa Ngai Re’e-Daki Rende Raki” (tokoh dengan kapasitas rendah dan integritas bermasalah).

Tentu masyarakat Nagekeo menaruh harapan besar memiliki pemimpin dengan karakter dan predikat “mosa ngai dewa-daki rende ria” alias pemimpin berkapasitas dan berintegritas dan visioner, dengan perencanaan dan terobosan besar dan jangka panjang, terukur dan membumi serta bekerja keras bagi kepentingan rakyatnya selain predikat “mosa nggengge mere-daki danggo dewa”, yaitu pemimpin dengan karakter mengayomi dan melayani tanpa memperalat masyarakat untuk kepentingan partai atau memperkaya diri (mosa kasa kapa – daki engge mere).

Kehadiran dan keberadaan seorang pemimpin harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa dia adalah “mosa ngai sia, daki rende bhala” (tokoh pemberi jalan pada kebuntuan dan mendatangkan solusi pada persoalan masyarakat), selain “mosa- paka, daki-songga, mosa-nua, daki-oda” (tokoh berpengaruh-pekerja keras, terhormat dan menjadi panutan komunitas/masyarakat).

Visi-Misi, terciptanya kemandirian, percepatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat dari waktu ke waktu dihasilkan dari pemimpin yang selalu berkeringat (kerja keras) dan berkerut dahi (berpikir keras) melakukan terobosan, visoner dan penuh optimisme, berpikir panjang dan bercita-cita besar dengan spiriti “to’o jogho –wangga sama” untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat (Mosa ngai dewa -daki rende ria). *

Penulis, asal Bheda Mbamo-Nangaroro, Kabupaten Nagekeo. Tinggal di Kelurahan Wuring, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, NTT.

Berita Terkait

Dari Aspirasi ke Aksi: Suara Rakyat dalam Pilkada
Menjamah yang Terluka
Selamat Datang Paus Fransiskus di Bumi Bhineka Tunggal Ika
Dari Abu Dhabi Menuju Asisi dan Dari Roma Menuju Indonesia
Pentingnya Pelatihan Bagi Kader Kesehatan Dalam Penanganan Korban Henti Jantung
Dari Spiritualitas Inkarnatif, Melalui Penguatan Identitas, Menuju Solidaritas
Mgr. Budi yang ‘Mendengar’
Koalisi Partai: Langkah Strategis atau Manuver Politik?
Berita ini 26 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 10 September 2024 - 18:48 WITA

Dari Aspirasi ke Aksi: Suara Rakyat dalam Pilkada

Sabtu, 7 September 2024 - 08:38 WITA

Menjamah yang Terluka

Selasa, 3 September 2024 - 12:15 WITA

Selamat Datang Paus Fransiskus di Bumi Bhineka Tunggal Ika

Selasa, 3 September 2024 - 10:10 WITA

Dari Abu Dhabi Menuju Asisi dan Dari Roma Menuju Indonesia

Minggu, 1 September 2024 - 10:20 WITA

Pentingnya Pelatihan Bagi Kader Kesehatan Dalam Penanganan Korban Henti Jantung

Berita Terbaru

Nusa Bunga

Asprov PSSI NTT Umumkan ETMC Labuan Bajo Dibatalkan

Rabu, 11 Sep 2024 - 15:20 WITA

Febri M Angsemin

Nusa Bunga

Dari Aspirasi ke Aksi: Suara Rakyat dalam Pilkada

Selasa, 10 Sep 2024 - 18:48 WITA