Oleh: Sarlianus Poma, S.Pd.,M.M
BULAN Desember sangat mengesankan buat saya. Tidak hanya karena pada bulan ini adalah bulan kelahiran saya, tepatnya tanggal 22 Desember bersamaan dengan Hari Ibu, kemudian juga adalah sebuah kesempatan untuk melakukan reuni keluarga setiap tahunnya, tetapi karena makna yang terkandung dalam bulan Desember sangat dalam.
Dua hal yang menandai pentingnya bulan ini bagi saya adalah peringatan Hari Ibu dan Hari Natal yang senantiasa memberikan inspirasi dalam melaksanakan kehidupan kita sehari-hari.
Peringatan Hari Ibu banyak berbicara tentang peran wanita dan perkembangan berbagai pola pikir mengenai duplikasi peran dan juga kesamaan hak (right) dan peluang (opportunity).
Tentu saja kesemuanya penting dan menarik untuk didiskusikan. Akan tetapi, yang justru menarik bagi saya adalah arti kehadiran ibu yang sesungguhnya dan penerapannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Beberapa karakter ibu yang ideal adalah kepemilikan kasih yang tidak terhingga dan dalam kemantapan untuk terus bertahan dan tidak meninggalkan anak dan keluarganya dalam kondisi kritis atau kesulitan yang sedalam apapun. Yang sebenarnya ditunjukkan adalah kombinasi dari love, care, dan courage. Karakter ibu yang seperti ini harus dimiliki oleh tiap kita.
Love (cinta) merupakan ikatan yang harus dibina melalui pendekatan kasih kepada sesama kita. Cinta akan persaudaraan. Karena di dalam cinta ada kasih, yang dalam istilah Latinnya disebut caritas. Kita saling berbagi kasih kepada sesama. Karena sesungguhnya Allah adalah Kasih, yang dalam istilah Latinnya adalah Deus Caritas Est.
Setelah cinta dan kasih maka terbentuklah care (kepedulian) terhadap kondisi dan keadaan kita secara berkesinambungan.
Selanjutnya, apabila setiap kita peduli terhadap kondisi yang sedang dihadapi, kita bahu-membahu untuk membangun keterkaitan itu untuk menghadapi apapun.
Dengan kata lain, courage antar kita akan dibangkitkan lebih kuat dan integritas organisasi dalam kehidupan kita secara utuh dapat terbentuk.
Meskipun banyak cerita yang mengatakan bahwa ibu tidak dapat mengikuti dunia generasi penerus, saya memiliki kepercayaan bahwa ibu yang ideal adalah ibu yang dapat berintegrasi dengan dunia generasi masa depannya.
Dengan kata lain, ibu yang ideal memiliki fleksibilitas dan adaptabilitas. Dalam dunia kita hal ini sudah tidak asinglagi. Akan tetapi justru karakter ibu yang fleksibel yang menjadi perhatian saya karena ibu memiliki kelebihan tersendiri.
Fleksibilitasnya ditandai dengan kematangan berpikir dan dijiwai oleh sesuatu yang sebenarnya strategis. Ibu menyesuaikan diri dengan dunia anak tidak hanya dengan tujuan memahami saja, tetapi justru lebih dalam lagi, yaitu untuk mencari cara yang tepat agar dapat bernegosiasi dengan anak.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang kita miliki dan kita terapkan dalam keseharian hidup kita tidak hanya perlu memfokuskan diri untuk dapat diterima dan menerima sesama kita yang lainnya, tetapi justru secara positif harus berpikir untuk dapat memanfaatkan secara positif keragaman yang ada, dengan tujuan strategis dan jangka panjang tentunya.
Khalil Gibran mengatakan bahwa anak bukanlah milik kita, melainkan diibaratkan sebagai anak panah yang siap dilepaskan. Ibu yang ideal memberikan dasar untuk berkembang bagi anak dan mendorong perkembangan anak tanpa mengikat ketat.
Dalam kehidupan berorganisasi, setiap SDM merupakan pemimpin, baik untuk rekan sekerja maupun untuk anak buah. Sebagai pemimpin, karakter ibu seperti inilah yang saya anggap cocok untuk diterapkan dalam mengembangkan orang lain.
Karakter SDM masa sekarang sudah sangat berbeda, dan cara satu-satunya yang saya anggap efektif untuk peningkatan kinerja mereka adalah dengan membiarkannya menjadi “anak panah yang siap dilepaskan”. Tentunya dengan bekal, dorongan, dan arahan yang memadai.
Masih banyak lagi karakter ibu yang mengagumkan, tetapi saya ingin membatasinya dengan mengemukakan satu karakter lagi, yang tergambar dengan jelas dalam salah satu lagu anak-anak: “….hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”.
Point yang ingin saya sampaikan adalah ketulusan hati. Anggota SDM akan memberikan kontribusi bagi kinerja organisasi dalam kehidupan kita sehari-hari secara tangible dan intangible apabila setiap aktivitasnya dilandasi dengan ketulusan hati. Hal ini terutama berkaitan dengan hubungan interpersonal dalam organisasi dan dalam alur kerja secara umum.
Beberapa karakter utama dari ibu yang ideal ini dapat membantu pembentuk keterkaitan yang harmonis antar-SDM.
Diharapkan hal ini dapat meningkatkan kekuatan internal secara keseluruhan dan bermanfaat untuk tidak hanya meningkatkan komitmen SDM, tetapi juga daya saing di masa depan.
“Selamat hari Natal, semoga …”, ucapan ini sering kita dengar dan kita terima di bulan Desember. Seperti juga peringatan Hari Ibu, Hari Natal bagi saya juga merupakan salah satu dasar falsafah manajemen.
Kelahiran Bayi Yesus menggambarkan kerelaan untuk berkorban demi suatu tujuan yang mulia. Dalam kehidupan kita, setiap kita sebenarnya memiliki kewajiban untuk mau berkorban. Tentu saja, dalam derajat yang sesuai dan dengan mempertimbangkan berbagai aspek penting yang terkait.
Hal yang ingin saya utamakan bukan hanya pengorbanannya saja, tetapi juga alasannya, yang dikaitkan dengan hubungan antara sesama kita.
Seperti juga Yesus yang justru datang untuk menebus umat yang berdosa, kita dalam kehidupan sehari-hari harus mau berkorban justru untuk sesame kita yang lain yang sedang terjepit, sedang dipojokkan, atau sedang mengalami permasalahan berat.
Tentu saja bentuk pengorbanan ini beragam bentuknya, tetapi yang paling penting adalah dalam bentuk pengorbanan waktu. Memberikan waktu kita untuk mendengarkan, untuk mencari jalan keluar dan untuk bersama-sama menghadapi kesulitan bagi saya adalah yang terpenting.
Meskipun demikian, kedewasaan sebagai “ibu” harus terus diterapkan sehingga tidak ikut terjebak dalam permasalahan orang lain dan melalaikan tugas utama.
Natal juga membawa pesan penting bagi kehidupan kita, yaitu faith yang ditunjukkan oleh Maria terhadap eksistensi dan kemuliaan Anak yang dikandungnya.
Agar dapat memberikan kasih sayang, kepedulian, keberanian, pengorbanan dan komitmen kepada organisasi atau sesame kita yang lain secara utuh kita harus memiliki faith terhadap eksistensi dan kemampuan organisasi secara global.
Desember dan Hari Ibu bukanlah sesuatu yang baru, tetapi penghayatannya diharapkan dapat membantu menghadirkan sesuatu yang baru dan berarti dalam kehidupan kita. Akhirnya, Selamat Hari Ibu dan Selamat Pesta Natal.*
Penulis adalah Dosen dan Ketua LPPM STIM Kupang
Editor : Wall Abulat