Oleh: Steph Tupeng Witin
SAYA sebetulnya tidak tertarik menanggapi berbagai kritik kepada saya yang disampaikan lewat media lain yang tidak pernah menarik perhatian saya, selain Florespos.net.
Sebab di media inilah dua opini saya-“Nagekeo dalam Cengkeraman Mafia?” dan “Ketika Mafia “Merampok” Rezeki Masyarakat di Waduk Mbay/Lambo”-dimuat. Dua tulisan itu mengusik kenyamanan mereka yang menikmati status quo sambil menutup mata terhadap luka sosial di Nagekeo.
Namun, karena tanggapan datang dari Pater Kamilus Ndona Sopi, CP (Pater Mill), seorang imam yang memegang kewenangan sebagai Pastor Paroki Kristus Raja Jawakisa, Rendu, milik Keuskupan Agung Ende, saya berkewajiban menanggapinya.
Ini bukan semata urusan pribadi, melainkan perkara etika berpikir, integritas pastoral, dan posisi moral seorang imam di tengah pergulatan rakyat kecil.
Media, Kredibilitas, dan Tanggung Jawab Kebenaran
Pertama, tanggapan terhadap dua opini saya di Florespos.net idealnya disampaikan di kanal yang sama agar publik memperoleh perdebatan yang fair, transparan, dan dapat ditelusuri. Tanggapan Pater Mill justru dipublikasikan di media lain yang kredibilitasnya tidak jelas.
Saya tidak menemukan bukti terbuka bahwa media bernama politisinusantara.com telah memenuhi verifikasi faktual Dewan Pers. Media yang tidak diverifikasi lebih rawan menjadi saluran hoaks, misinformasi, dan disinformasi yang akhirnya merugikan publik.
Di era digital, hoaks menyebar seperti air bah. Karena itu, publik harus selektif memilih media dan penulis opini: periksa akurasi, konteks, dan etikanya. Opini publik bukan teriakan emosi, melainkan produk intelektual dari pribadi yang memegang teguh integritas. Meski penulis opini tetap seorang manusia biasa, dengan kerapuhannya.
Siapa penulis opini berintegritas?
* Jujur-tidak memelintir fakta untuk mengabdi pada kesimpulan yang sudah diinginkan.
* Berbasis data, logika, dan nurani-bukan emosi, bukan pesanan.
* Independen-bebas dari benturan kepentingan uang dan kekuasaan.
* Bertanggung jawab-siap dikoreksi, siap membetulkan kesalahan.
* Mencerahkan-tujuan akhirnya bukan membakar amarah, tetapi membangkitkan kesadaran dan kewarasan akal sehat publik.
Sebaliknya, penulis rendah integritas kerap memakai argumentum ad hominem-menyerang pribadi, bukan gagasan. Ini kesalahan logika klasik yang dipakai saat argumen tak mampu menjawab substansi.
Penulis berintegritas menyerang kebijakan, bukan martabat pribadi. Imam berintegritas mengajak bertobat, bukan mempermalukan.
Halaman : 1 2 3 4 5 Selanjutnya











