Menata Arah Pendidikan dengan Pikiran Strategis

- Jurnalis

Kamis, 9 Oktober 2025 - 11:31 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Vinsensius Crispinus Lemba

DI RUANG kuliah hari ini, saya mendengarkan dosen menjelaskan tentang konsep  Perencanaan Strategis Pendidikan. Topik ini mungkin terdengar sangat teknis, penuh istilah manajerial, dan dianggap lebih tepat untuk urusan birokrasi.

Namun, sesungguhnya di balik istilah yang terkesan “kaku” itu tersimpan kearifan besar tentang bagaimana pendidikan seharusnya dikelola, bukan hanya secara administratif, tetapi secara strategis, visioner, dan berkelanjutan.

Ada kesadaran yang terbangun bahwa keberhasilan lembaga pendidikan tidak semata bergantung pada seberapa besar sumber daya yang dimiliki, melainkan yang terpenting pada seberapa cermat lembaga pendidikan merencanakan dan mengelola sumber daya tersebut.

Baca Juga :  Bodho dan Begho di Republik Seolah-olah

Perencanaan yang baik ibarat peta jalan menuju mutu: tanpa peta, kita mungkin tetap bergerak, tetapi tidak tahu ke arah mana kita melangkah.

Dari Dokumen ke Kesadaran Strategis

Banyak lembaga pendidikan memiliki cara pandang tentang perencanaan sebagai sekadar dokumen — deretan tabel, program, dan target yang harus diserahkan pada akhir tahun.

Padahal, yang terutama dari perencanaan adalah cara berpikir sistematis untuk mengelola masalah dan kebutuhan serta ketersediaan sumber daya dan memproyeksikannya untuk masa depan. Ia menuntut kemampuan membaca data, memahami perubahan sosial, dan memprediksi arah perkembangan teknologi.

Baca Juga :  Menjahit Kreativitas, Mengatasi Krisis Pangan dengan Berpijak pada Ensiklik Caritas In Veritate

Model-model perencanaan seperti Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS), model partisipatif, atau model sistem yang dipelajari hari ini, mengajarkan bahwa setiap pendekatan memiliki filosofi tersendiri.

Model PPBS berfokus pada rasionalitas dan efisiensi. Model partisipatif menekankan kolaborasi dan demokratisasi. Sedangkan model sistem menggarisbawahi keterpaduan antara input, proses, dan output.

Dari sini terungkap pentingnya  perencanaan yang berakar pada data dan fakta, bukan sekadar intuisi atau kebiasaan lama. Tanpa data yang kuat, kebijakan pendidikan kehilangan arah.

Sebaliknya, dengan data yang akurat-objektif, kita bisa memastikan setiap kebijakan benar-benar berdampak pada mutu pembelajaran.

Berita Terkait

Human Trafficking, Retakan Moral Kolektif dan Tanggung Jawab Spiritual
Menuju Penyatuan Cakrawala
Dampak Stunting Bagi Pertumbuhan Anak
Mungkinkah Demokrasi Deliberatif dalam Kasus RS Pratama Solor
Martabat Manusia, Kekerasan Simbolik dan Krisis Sportivitas
“Yang Sakral dan Yang Sosial”
Perencanaan Strategis dan ‘Proses Menjadi’ (Sisip Gagas untuk Artikel Vinsensius Crispinus Lemba)
Bahasa, Jalan Menuju Hati dan Rekonsiliasi
Berita ini 334 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 4 November 2025 - 09:05 WITA

Human Trafficking, Retakan Moral Kolektif dan Tanggung Jawab Spiritual

Kamis, 30 Oktober 2025 - 13:50 WITA

Menuju Penyatuan Cakrawala

Minggu, 26 Oktober 2025 - 19:34 WITA

Dampak Stunting Bagi Pertumbuhan Anak

Senin, 20 Oktober 2025 - 18:48 WITA

Mungkinkah Demokrasi Deliberatif dalam Kasus RS Pratama Solor

Jumat, 17 Oktober 2025 - 08:56 WITA

Martabat Manusia, Kekerasan Simbolik dan Krisis Sportivitas

Berita Terbaru

Nusa Bunga

Rumah BUMN PLN Ende Salurkan Bantuan Sosial ke Hokeng, Flores Timur

Selasa, 11 Nov 2025 - 13:35 WITA