LABUAN BAJO, FLORESPOS.net-Masyarakat Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) NTT didorong untuk kembangkan secara masif tanaman kelapa di daerah itu. Mabar daerah pariwisata super prioritas dan itu salah satu pasar yang menjanjikan.
Demikian anggota DPRD Mabar, Bernadus Ambat, menanggapi media ini di Labuan Bajo belum lama berselang.
Menurutnya, informasi yang diperolehnya belakangan bahwa banyak kelapa, terutama kelapa muda, yang jual di Labuan Bajo ibu kota Mabar sekaligus kota pariwisata super premium, justru berasal dari luar Mabar, antara lain dari Reo Kabupaten Manggarai, tetangga Mabar.
Konon kabarnya sang penjual kelapa muda tersebut omset per hari sekitar Rp. 2,5 juta. Dia jual menggunakan mobil kecil bak terbuka sambil parkir/duduk manis di bahu-bahu jalan di kota Labuan Bajo. Kelapa-kelapa tersebut dibandrol Rp. 10 ribu per buah.
Kemudian, masih Ambat, buah-buah kelapa muda itu juga konon banyak yang dibeli oleh warga Labuan Bajo untuk dibuatkan jus, lalu dijual lagi dengan harga yang jauh lebih mahal.
Oleh sebab itu, masyarakat Mabar mungkin lebih baik tanaman sebanyak-sebanyaknya kelapa dengan alasan pariwiaata dan lain-lain. Hanya tentu hal ini disesuaikan dengan letaknya.
Di dataran tinggi/ pegunungan nun jauh dari laut, mungkun tidak bisa tanam kelapa, tetapi di dataran rendah/ daerah pesisir, hampir pasti jadi untuk dikembangkan kelapa.
“Dulu di Bari Kecamatan Masang Pacar, di utara Mabar, banyak tanaman kelapa, tetapi sekarang sepertinya sudah jauh berkurang, mungkin hampir punah. Karena itu, atas alasan-alasan tadi, pariwisata dan lain-lain, sebaiknya lestarikan tanaman kelapa di Mabar, atau masifkan tanaman bahan baku kopra tersebut di tanah Mabar,” tutup Ambat.
Pada kesempatan yang sama, anggota DPRD Mabar yang lain, Martinus Mitar, juga senada.
Kata bekas Ketua DPRD Mabar 2019-2024 itu, dulu di Kecamatan Sano Nggoang-Mabar, termasuk Werang, banyak tanaman kelapa, tetapi sekarang hampir-hampir hilang. Padahal dulu masyarakat wajib tanam kelapa, dan itu digerakan oleh pemerintah zaman itu, dari pusat sampai di desa-desa.
“Dulu bapa saya aparat desa. Setiap pulang sidang dari kecamatan pikul tanaman kelapa satu dua pohon, harus tanam dan harus jadi, dan jadi. Masyarakat lain juga begitu. Zaman itu bersifat perintah,” katanya.
Sekarang, lanjut Mitar, terkait semua pembangunan di masyarakat, kehadiran pemerintah dibutuhkan, mungkin juga wajib. Itu untuk memastikan program itu betul dilaksanakan di lapangan, tepat sasaran atau tidak, termasuk pengembangan tanaman kelapa misalnya, ujarnya. *
Penulis : Andre Durung
Editor : Anton Harus