Oleh: Wall Abulat
SABTU 23 November 2024. Kampus SMAS Katolik Regina Pacis (Regis) Bajawa yang terletak Kota Bajawa, Ibu Kota Kabupaten Ngada tepatnya di Kelurahan Trikora, Kecamatan Bajawa didandan rapi.
Di halaman tengah lembaga pendidikan yang saat dipimpin Kepala Sekolah Hendrianto Emanuel Ndiwa, S.T, M.Pd ini dibangun satu tenda dengan dengan desain interior yang sangat indah.
Dilatar tenda ini terpampang barisan kalimat yang ditulis dengan agak mencolok demikian petikannya, “Peringatan Arwah, 1 Tahun Mendiang Bapa Uskup Agung Ende Mgr. Vincentius Sensi Potokota “Menjadi Saksi yang Setia dan Benar” Peluncuran dan Bedah Buku Wartakanlah Firman Baik Baik atau Tidak Baik Waktunya.
Pada latar ini juga terpampang foto mendiang Uskup Sensi, foto buku bertajuk Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya, dan foto beberapa tokoh yang berperan di balik momen berahmat ini yakni foto Uskup Agung Ende saat ini Mgr. Paul Budi Kleden; foto RD. Dr. Rofinus Neto Wuli, S.Fil, M.Si (Han), foto RD. Dr. Yoseph Aurelius Bule, foto Bapak Gregorius Patty Pello, B.A dan foto RD. Silvererius Betu, S.Fil, M.Han.
Dari latar yang dimaknai dengan untaian kalimat bermakna di atas memberikan gambaran jelas bagi siapa saja yang bertandang di salah satu sekolah favorit di Provinsi NTT saat itu, dan juga bagi pembaca bahwa locus itu sedang menyelenggarkan untaian momen berahmat (kairos) di antaranya momen mengenang setahun wafatnya Mending Uskup Agung Ende, Mgr. Sensi Potokota, momen peluncuran dan bedah buku untuk memaknai momen ini dengan judul Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya.
Momen berahmat ini tak disia-siakan oleh elemen umat dari pelbagai pelosok Keuskupan Agung Ende. Tak heran, sejumlah tokoh penting hadir dan menjadi aktor utama dalam menyukseskan peristiwa langka ini.
Beberapa tokoh yang hadir layak disebutkan di antaranya Uskup Agung Ende Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD; Vikep Bajawa, RD. Gabriel Idrus, Ketua Yasukda RD.Silverius Betu, S.Fil.,M.Han; Ketua STIPER Flores Ngada Dr.Nicolaus Noywuli,S.Pt.,M.Si; Kasek SMAS Katolik Regina Pacis, Pastor Paroki Langa RD. Daniel Aka; RD.Dr. Rofinus Neto Wuli, S.Fil.,M.Si(Han); RD Frans Tena Siu,RP. Patris Pa, SVD; RP. Jhon Lebe Wuwur, OCD; Bapak Gregorius Patty Pello, BA; sejumlah tokoh pemerintah dan tokoh agama.
Penulis mencatat bahwa kehadiran para tokoh agama dalam upaya memaknai tiga momen penting.
Pertama, mereka menghadiri perayaan ekaristi kudus mengenang setahun wafatnya Mgr. Vincentius Sensi Potokota. Perayaan ekaristi yang dimeriahkan oleh koor SMAS Katolik Regina Pacis dipimpin Uskup Agung Ende, Mg. Paulus Budi Kleden, SVD.
Uskup Paul Budi Kleden, SVD dalam khotbahnya dalam perayaan ekaristi bertajuk “Menjadi Saksi yang Setia dan Benar” antara lain menggarisbawahi pentingnya transformasi hidup bagi elemen umat beriman, bagi komponen lembaga pendidikan, dan juga baguu gereja mondial.
Mengacu pada bacaan dari Kitab Wahu pasal 3, Uskup Budi Kleden menyebut tiga hal fundamental yang perlu dimaknai dalam hidup dan keseharian manusia yakni harus memiliki sikap yang jelas, pentingnya memelihara budaya kehidupan, dan pentingnya sikap kerendahan hati dan dikoreksi.
Dijelaskannya, sikap yang jelas dalam hidup sangat penting untuk menghasilkan pribadi-pribadi yang beriman teguh dan pribadi yang berguna bagi masyarakat.
“Sikap yang jelas; tidak panas, tidak dingin, tidak ‘suam-suam kuku’. Dengan sikap yang jelas, kita tidak mudah terombang-ambing, mudah menjadi objek dari mereka yang mempropagandakan apa yang menjadi ideologi mereka sendiri. Dan proses pendidikn di lembaga ini berorientasi pada hal ini; agar kita menjadi pribadi-pribadi yang memiliki sikap yang jelas sebagai orng beriman yang berguna bagi masyarakat,” kata Uskup Budi Kleden.
Uskup Paul Budi Kleden juga mengajak elemen umat untuk terus memelihara budaya kehidupan.Uskup Paul Budi Kleden meminta elemen umat yang hadir untuk menggunakan semua talenta yang diberikan Tuhan dan , menghidupkannya demi kebaikan diri sendiri dan orang lain.
“Seperti pesan kepada jemaat yang berbuat seolah-olah hidup meski banyak dari kepribadian mereka yang mati, kita mesti memberikan daya hidup, menggunakan talenta-talenta diri demi kebaikan bersama. Budaya kehidupan tidak semata sebagai pribadi, tetapi juga dalam konteks hidup bersama sebagai komunitas dan lembaga pendidikan seperti ini agar apa yang sudah Tuhan berikan, dapat tumbuh bersama,” kata Mantan Superior General Kongregasi Societas Verbi Divini (SVD) sejagat ini.
Uskup Paul Budi Kleden yang juga Mantan Dosen IFTK Ledalero ini juga sikap untuk memiliki tanggung jawab untuk memelihara budaya kehidupan, dan tidak saling mematikan.
“Kita harus mengupayakan untuk menghentikan budaya kematian, budaya saling mematikan, dengan kebiasaan-kebiasaan saling mem-bullying, mengolok, menjatuhkan. Juga dalam hidup bermasyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk tidak saling menjatuhkan. Kita dipanggil untuk memelihara budaya kehidupan,” pintanya.
Pada akhir khotbanya, Uskup Paul Budi Kleden mengingatkan semua elemen umat yang hadir untuk menjadi teladan dalam sikap kerendahan hati untuk dikoreksi, menerima teguran dan siap menerika koreksi.
“Berada di lingkungn pendidikan, kita perlu membiarkan diri dibentuk, ditegur, dikoreksi, baik dalm bentuk lisan maupun tertulis. Teguran yang datang dengan dasar kasih, perhatian dan cinta, tentu memiliki daya transformatif, daya mengubah sebagaimana yang dilakukan oleh Yesus,” kata Uskup Budi.
Selanjutnya, terinspirasi dari bacaan Injil Lukas yang mengangkat perumpamaan tentang Zakheus, Uskup Paul Budi menerangkan bahwa Zakheus (dalam bahasa Yunani) berarti bersih, suci, murni karena dibersihkan, dan dimurnikan.
“Pesan penting dari perjumpaan Yesus dan Zakheus yakni transformasi. Zakheus mau membuka diri terhadap Sabda Tuhan, terhadap sapaan Yesus. Kita semua, termasuk lembaga pendidikan Regina Pacis ini, perlu membuka diri kepada sapaan Yesus sehingga kita boleh mengalami transformasi dalam diri dan hidup kita,” kata Uskup Budi.
“Kedamaian hanya mungkin datang dari orang-orang yang memelihara budaya kehidupan, dari orang-orang yang memiliki sikap yang jelas dalam hidup, dari orang-orang yang memiliki kerendahan hati dan cara yang tepat untuk menegur.Semoga dengan Doa Uskup Sensi yang mengasihi kita dan yang kita cintai, kita semua yang ada di lembaga ini dan yang terikat dengan lembaga ini, tumbuh menjadi orang-orang yang mempromosikan perdamaian di tengah masyarakat yang gampang tercerai-berai dan mudah tergoda oleh konflik karena berbagai isu. Semoga kita menjadi insan-insan pembawa damai di tengah masyarakat dalam gereja kita,” imbau Uskup Paul Budi Kleden.
Kedua, momen Peluncuran Buku Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya.
Momen peluncuran buku ini ditandai dengan penekan tombol dan memperlihatkan buku yang telah dicetak kepada elemen umat yang hadir oleh Uskup Paul Budi Kleden didampingi Vikep Bajawa RD. Gabriel Idrus dan Tim Penulis Buku, lalu dilanjutkan dengan penyerahan buku secara simbolis kepada Vikep Bajawa, Wakil Biarawan-Biarawati, pejabat pemerintahan, Ketua STIPER Flores Ngada, Dr. Nicolaus Noywuli,S.Pt, M.Pt; Kepala Sekolah SMAS Katolik Regina Pacis; Perwakilan Penulis dan Perwakilan Siswa.
Ketiga, momen Bedah Buku yang diawali dengan sambutan Uskup Agung Ende Mgr. Paul Budi Kleden, SVD; bedah buku; pembacaan sinopsis buku oleh Perwakilan Tim Editor RD. Dr. Rofinus Neto Wuli, S.Fil, M.Si (Han), dan catata dari Tim Pembedah Buku RD. Dr. Yoseph Aurelius Bule dan Bapak Gregorius Patty Pello, B.A.
Ketua Yasukda RD. Silverius Betu, S.Fil, M.Han dalam sambutannya antara lain mengemukakan bahwa buku bertajuk Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya adalah upaya dari tim editor dan para penulis untuk membangkitkan berbagai kenangan sekaligus mendalami nilai-nilai hidup Mgr. Sensi sejak di TOR Lela dan menggambarkan sosok kepemimpinannya selama mengemban sejumlah tugas mulia, termasuk saat menggembalakan umat Uskup Agung Ende dalam pelbagai aspek dan nilai-nilai kehidupan, baik atau tidak baik waktunya.
“Mgr. Sensi tidak hanya berbicara tentang apa yang benar, tetapi ia juga memberi teladan dan melaksanakan kebenaran itu. Ketika gempa dasyat mengguncang Flores 12 Desember 1992, Bapak Uskup Sensi memimpin kami untuk menyelamatkan para pasien di RS Lela, mengeluarkan tabernakel dari dalam Gereja Lela, membuka akses jalan Lela-Maumere yang tertutup longsor, dan memperbaiki jaringan air minum yang putus untuk RS Lela dan seluruh masyarakat. Bapak Uskup adalah seorang pemimpin yang tangguh dan simpatik dalam segala situasi termasuk situasi krisis. Ia sudah menghidupi moto Uskupnya sebelum ditabbiskan menjadi Uskup Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya.”
Ketika Mgr. Sensi sakit mendera dan tubuhnya kelihatan rentan, lanjut RD. Sil Betu, beliau tidak pernah menyerah. “Mgr, Sensi masih bersedia memimpin Ekaristi Pembukaan dan Penutupan Musyawarah Nasional Unio Indonesia XIV di Gereja Roh Kudus Mataloko dan Gereja MBC Bajawa sejak 25 hingga 28 September 2024. Sakit da penyakitnya menjadi kesempatan untuk bersaksi dan menghidup moto episkopalnya Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya Contoh dan teladan hidup Mgr. Sensi yang baik ini patut kita kisahkan dan kita abadikan dalam buku agar menjadi warisan yang berharga bagi kita semua dan generasi mendatang.,” kata RD. Sil Betu yang juga Dosen STIPER Flores Ngada.
Sinopsis Buku
Sementara Perwilan Tim Editor RD. Dr. Rofinus Neto Wuli, S.Fil, M.Si pada sesi bedah buku membacakan sinopsis dari buku setelah 360 halaman dan memuati 28 artikel terkait sosok Mgr. Vincentius Sensi Potokota dan moto episkopalnya Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya.
Inilah kutipan lengkap sinopsis buku Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya yang ditulis dan dibacakan oleh RD. Dr.. Rofinus Neto Wuli, demikian petikannya:
“MULANYA biasa saja. Berawal dari sebuah diskusi ringan di ruang makan Komunitas Kevikepan Bajawa, Ketika Vikep Bajawa Romo Gabriel Idrus menantang saya dan Rm Sil Betu: Kamu yang biasa menulis nih, bisakah menulis juga buat sosok-sosok inspiratif yang telah meninggalkan legacy karya pastoral, ada pewarisan nilai-nilai serta keutamaan-keutamaan di Gereja Lokal kita KAE seperti alm.Uskup Sensi, alm.Uskup Longginus, alm.Romo Yosef Lalu dan lain-lain? Kami dan Rm Sil serentak merespon, Siap Ka’e! Bertepatan juga dengan situasi KAE yang baru kehilangan sang gembala bapak Uskup Mgr.Sensi, kami lalu bersepakat untuk memaknai peringatan satu tahun berpulangnya Mendiang Mgr Sensi pada 19 November 2024 dengan penerbitan Buku Kenangan Mgr.Vincentius Sensi Potokota. Dengan spirit filosofi “Verba Volant Scripta Manent”, “Kata-kata lisan terbang menghilang, Tulisan tinggal tetap”, mulailah kami dalam kerja-kerja kolaboratif dengan berbagai pihak mendesain langkah-langkah penulisan : mulai dari menginventarisir para penulis/konributor, menghubungi mereka serta menyampaikan Template, pengumpulan naskah serta kerja-kerja editing, hingga menghubungi Penerbit Obor Jakarta milik KWI untuk menerbitkan Buku yang ada di tangan kita dan sudah siap diluncurkan ke hadapan publik hari ini. Untuk memperingati setahun wafatnya Mgr. Sensi, diterbitkanlah buku ini.
Persembahan berbagai tulisan dan kesan dikemas dalam buku yang berjudul “WARTAKANLAH FIRMAN BAIK ATAU TIDAK BAIK WAKTUNYA: IN MEMORIAM MGR.VINCENTIUS SENSI POTOKOTA”. Sajian buku ini sesungguhnya memberikan perspektif yang berbeda-beda dengan gaya penulisan yang bervariasi. Keberagaman tulisan dalam buku ini, kiranya dapat memperkaya wawasan dan merawat ingatan para pembaca akan hidup dan karya Mgr. Sensi. Judul ini diambil dari moto episkopalnya Praedica Verbum Opportune Importune (Wartakanlah Firman Baik Atau Tidak Baik Waktunya, 2 Timotius 4:2).
Moto Mgr. Vincentius Sensi Potokota ini menyadarkan kita bahwa Gereja mengemban tugas mewartakan Firman/Sabda Allah, apa pun dan bagaimana pun kondisi dirinya sendiri. Gereja tidak boleh menunggu sampai segala sesuatu dalam dirinya dibereskan, baru boleh mulai berbicara tentang Allah kepada orang lain. Juga pada saat Gereja sendiri dililit berbagai permasalahan, dia tidak pernah dibebaskan dari tugas pewartaan ini. Gereja harus terus berbenah diri karena berbagai kepincangan dalam dirinya. Tetapi sebagai jemaat Kristus, dia harus mewartakan Firman Allah dalam kerapuhannya sendiri. Di bawah terang firman itu, Gereja menempatkan dirinya dan terus berusaha memperbaiki dirinya bersama semua orang lain. Gereja berhenti menjadi Gereja Kristus ketika dia berhenti mewartakan Kristus, bukan saat dia dililit berbagai masalah dan kekurangan. Gereja adalah Gereja misioner, yang tidak dapat memaafkan dirinya dengan berbagai kekurangannya sendiri.
Berbagai refleksi tentang kepribadian, gaya kepemimpinan, dan kesaksian hidup ditulis oleh mereka yang mengenal beliau, yang berjalan bersamanya. Bersama mereka, Mgr. Sensi sungguh menghayati moto episkopalnya, “Praedica Verbum Opportune Importune” dalam hidup dan pelayanannya sebagai Uskup Keuskupan Agung Ende. Mgr. Sensi tidak hanya mewartakan Firman Tuhan melalui inisiatif pastoral dan kegiatan-kegiatannya, tetapi juga, dan terlebih dalam masa sakitnya, dalam perjuangannya menghadapi dan menerima kondisi batas kehidupan seorang manusia, Mgr. Sensi mewartakan firman itu kepada kita. Kematiannya merupakan sebuah bentuk pewartaan dan kesaksian firman itu.
Buku setebal 360 halaman ini diterbitkan oleh Penerbit OBOR Jakarta, ber-ISBN: 978-979-565-990-7, cetakan pertama November 2024, memuat 28 tulisan dari sejumlah penulis yang diteropong dari pelbagai perspektif.
Buku berformat bunga rampai ini terdiri dari enam bagian, yang didahului dengan sebuah Sapaan Sambutan dari Mgr.Dr.Paulus Budi Kleden, SVD, Uskup Keuskupan Agung Ende saat ini. Bagian pertama menghadirkan Spiritualitas Praedica Verbum Opportune Importune, yang terdiri dari 1) Membaca Edukasi Spiritual Dalam Moto Thabisan Mgr. Vincentius Sensi Potokota oleh Dr.Imelda Oliva Wissang – Suster Wilda CIJ; 2) Uskup Sensi Nyalakan Spirit Praedica Verbum Opportune Importune Tolak Hukuman Mati Di Indonesia oleh Walburgus Abulat, S.Fil; 3) STIPER Flores Bajawa Dalam Spirit Praedica Verbum Opportune Importune oleh RD.Silverius Betu, S.Fil.,M.Han; 4) Komitmen Pendidikan Dalam Semangat Praedica Verbum Opportune Importune oleh Sr. Yosefina Itu, OSU. S.Sos.,MPA; 5) Penyambung Lidah Allah Dalam Pusaran Tantangan Evangelisasi di Milenium Ketiga oleh RD. Dr. Petrus Sina.
Bagian kedua meriwayatkan karya kegembalaan Mgr.Sensi sebagai Uskup Pertama Keuskupan Maumere, yang terdiri dari 1) Pemberdayaan Untuk Kemandirian (Kepemimpinan Uskup Sensi di Maumere) oleh RD.Dr. Richardus Muga Buku,Lic; 2) Mgr. Sensi Sosok Gembala Pegiat Literasi, Orator Ulung, Dan Komunikator Andal Oleh Walburgus Abulat, S.Fil; 3) “AGGIORNAMENTO” Kenangan Bersama Alm. Mgr. Vincentius Sensi Potokota (di Tor Lela-Maumere, 1989) oleh RD. Gerardus Bernadus Duka, M.Th; 4) Shock Therapy, Pastoral Kehadiran, Dan Catatan Harian oleh RD.Drs. Richardus Muga Buku,Lic.
Bagian ketiga mengisahkan karya kegembalaan Mgr. Sensi di Keuskupan Agung Ende, yang terdiri dari 1) Pulang ke Katedral oleh Dr.Dra.Maria Matildis Banda, M.S; 2) Bapak Uskup Vincentius Sensi Pemimpin Yang Lembut Hati oleh Pater Dr. Lukas Jua, SVD; 3) Mgr. Sensi Seorang Uskup dan Konselor oleh RD. Benny Lalo; 4) Pemimpin Pemberani dan Baik Hati –Sejumlah Kenangan Pribadi oleh RD. Nani Songkares; 5) Uskup Sensi Pendamping Spiritual Dan Jembatan Fidei Donum oleh RD. Stefanus Wolo Itu; 6)Kenangan Yang Terkasih Bapa Uskup Sensi – Gembala Yang Peduli dan Berjuang Untuk SDM Pertanian Unggul oleh Dr.Nicolaus Noywuli,S.Pt.,M.Si; 7) Puisi-Puisi untuk Mgr. Sensi oleh Fabian Thomas.
Bagian keempat kiprah pelayanan Mgr. Sensi di lingkup Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan tingkat nasional, terdiri dari 1) Mgr. Sensi Pembina, Pemimpin dan Pejuang Kemanusiaan oleh Mgr. Dr.Maksimus Regus-Uskup Labuan Bajo; 2) Mgr. Vincentius Sensi Potokota: Sang Pastor Bonus dengan Keunggulan Spirit Kebangsaan oleh RD.Dr. Rofinus Neto Wuli, S.Fil.,M.Si(Han); 3) Mgr. Sensi dan Kerasulan Awam Sinodal : Jejak-Jejak Perjumpaan oleh RD. Hans K. Jeharut – Sekretaris Eksekutif Komisi Kerawam KWI; 4) Gembala dengan Hati Kebapa-an yang Melampaui Batas Wilayah Keuskupan Agung Ende: Mgr. Vincentius Sensi Potokota dan Pastoral Migran Perantau oleh RD. Dr. Eduardus Raja Para; 5) Jadilah Imam (Dan Awam) yang Sungguh-Sungguh! (Sekeping Memori tentang Mendiang Bapa Uskup Sensi) oleh Valens Daki-Soo, S.H., M.H.
Bagian kelima berisi kenangan akhir bersama Mgr. Sensi, terdiri dari 1) Mgr. Sensi di Mata Uskup Manokwari Sorong oleh Mgr.Hilarion Datus Lega; 2) Mgr. Sensi dan Kesunyian Hidup oleh RD.Gabriel Idrus; 3) Lima Puluh Dua Malam di Getsemani Bersama Mgr. Sensi oleh RD. Felixius Djawa; 4) Dia yang Berbagi Luka oleh RD. Emanuel Natalis, S.Fil.,S.H.,M.H; 5) Mgr. Sensi dan Kantong-Kantong Penderitaannya oleh RD. Daniel Aka; 6) Mgr. Vincentius Sensi Potokota: Ikhtiar Kasih dan Pembalikkan Derita oleh Dr. Anselmus Dore Woho Atasoge, S.Fil.,M.Th; 6). Berpastoral di Tengah Arus Migrasi “The Last Supper” (Kenangan Terakhir Kehadiran Mgr. Sensi Dalam Munas XIV Unindo) oleh RD. Paulus Yanuarius Azi, S.Fil.,M.Th.
Bagian keenam mengetengahkan kesan rekan Imam, Biarawan dan tokoh Awam Katolik terhadap Mgr. Sensi dari Rm. Frans Tena Siu, Pr; Pater Patris Pa, SVD; Pater Jhon Lebe Wuwur, OCD; Bapak Dr.Drs. Josef A. Nae Soi, MM; Bapak Gregorius Patty Pello, BA; Ibu Mathilde Peamole; Bapak Tonny M. Tansatrisna; Bapak Yosef Nganggo, S.Ag.; Bapak Drs. John Elpi Parera; Bapak Herdianto Emanuel Ndiwa, ST, M.Pd dan Bapak Elias Tae,S.Pi.
Tulisan-tulisan dalam buku ini kiranya dapat menyalakan kembali api kesadaran kenangan kita dan merupakan warisan amat berharga bagi siapa saja yang mengenal Mgr.Sensi. Semoga tulisan-tulisan dalam buku ini menjadi ikhtiar untuk terus merawat ingatan dan melawan lupa , serta semakin meneguhkan kita untuk terus memelihara kasih persaudaraan, baik atau tidak baik waktunya.”
Momen Berkat Bagi SMAS Regina Pacis Bajawa
Sementara Uskup Ende Mgr. Paul Budi Kleden, SVD dalam sambutannya saat bedah buku antara lain mengemukakan bahwa momen berahmat ini tidak saja sebagai ajang untuk mengenang setahun Uskup Sensi meningga tetapi juga momen yang sama sebagai ajang yang menguatkan semua elemen umat berjalan ke depan dan mengenangkan legasi warisan yang Uskup Sensi berikan kepada kita melalui hidup dan pengabdiannya.
“Mengenang yang lalu supaya kita tidak melupakan sejarah. Karena sejarah itu mengarahkan masa depan kita.Dan sejarah menimbulkan rasa bersyukur atas apa yang sudah terjadi, dan apa yang bisa diimpikan dan bisa akan terjadi,” kata Uskup Paul Budi Kleden.
Terkait peluncuran buku ini, Uskup Paul Budi Kleden meminta elemen warga yang hadir, khususnya bagi siswa-siswi SMAS Regina Pacis untuk selalu membaca bukudan mengujungi perpustakaan.
Uskup Budi Kleden berharap agar momen perayaan mengenang setahu Uskup Sensi wafat dan peluncuran dan bedah buku ini menjadi momen berahmat dan berkat bagi SMAS Katolik Regina Pacis agar menjadi keluarga yang mempromosikan kedamaian yang menjadi spirit lembaga ini.
“Semoga perayaan ini juga menjadi berkat untuk Regina keluar Pacis, menjadi berkat agar menjadi keluarga yang mempromosikan kedamaian yang menjadi spirit lembaga ini. Semoga Bunda Maria Ratu Damai mewartakan sabda Tuhan baik atau tidak baik waktunya,”kata Uskup Paul Budi Kleden, SVD.
Harus Terus Dihidupi
Sementara Tim Bedah Buku RD. Dr. Yoseph Aurelius Bule dan Bapak Gregorius Patty Pello, B.A (teman angkatan/kelas Uskup Sensi saat mengikuti pendidikan di Seminari Menengah Mataloko) dalam momen bedah buku ini menyampaikan sejumlah catatan penting dari untaian artikel yang ditulis para penulis serta aneka nilai dan kecerdasan yang dipancarkan dan dhayati dalam dri Mgr. Vincentius Sensi Potokotakritis dan kesaksian hidupnya selama masa hidupnya, terutama selama mengemban tugas sebagai Uskup Agung Ende.
Ada pun nilai-nilai yang dipancarkan dan dihidupi oleh Mgr. Sensi di antaranya nilai kerendahan hati, nilai kehidupi oleh Mgr. Sensi di antaranya nilai kerendahan hati, nilai kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial, dan aneka kecerdasan lainnya.
Dalam sesi bedah buku ini, juga perwakilan umat yang hadir, Ibu Alfonsa S. Goa, M.Pd atau yang akrab disapa Ibu Al juga memberikan kesaksian bagaimana Mgr. Sensi menjelang wafatnya tetap bersemangat dalam melayani, termasuk memimpin Perayaan Ekaristi Pembukaan dan Penutupan Musyawarah Nasional Unio Indonesia XIV di Gereja Roh Kudus Mataloko dan Gereja MBC Bajawa pada September 2024, di mana Yang Mulia saat itu berada dalam kondisi tubuhnya yang dipasang aneka peralatan medis, tetap mewartakan Firman Tuhan, sebagaimana yang menjadi moto episkopalnya Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya.
Demikianlah secara sekilas untaian momen berahmat mengenang setahun Mgr, Vincentius Sensi Potokota meninggal dan momen peluncuran buku Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya di SMAS Katolik Regina Pacis Bajawa Sabtu 23 November 2024.
Pada momen bedah buku yang dipandu moderator Reinald L. Meo alumnus IFTK Ledalero dan Pegiat Literasi ini, semua elemen yang hadir saat itu, termasuk Uskup Agung Ende Mgr. Paul Budi Kleden, SVD; para imam, elemen umat, dan para siswa Regina Pacis selalu menggemakan dan menyalakan spirit moto episkopal Mgr, Vincentius Sensi Potokota meninggal dan momen peluncuran buku Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya.
Dari SMAS Katolik Regina Pacis Bajawa yang saat ini dipimpin Kepala Sekolah, kami: baik para siswa, para guru, unsur pemerintah, tokoh umat dan tokoh masyarakat, serta para imam dari pelbagai kongregasi dan Konvik, maupun Yang Mulia Uskup Agung Ende, Mgr. Paul Budi Kleden, SVD berkomtitmen untuk selalu menggemakan dan menyalakan spirit moto episkopal Mgr, Vincentius Sensi Potokota Praedica Verdum Opportune Importune-Wartakanlah Firman Baik atau Tidak Baik Waktunya dalam keseharian hidup kami, apa pun profesi kami. Spirit Episkopal yang sama kami gemakan dari SMAS Katolik Regina Pacis Bajawa, Kabupaten Ngada untuk umat katolik dan gereja di Indonesia, dan dunia, baik atau tidak baik waktunya.Tuhan memberkati (Deus Benedicat). *
Editor : Wentho Eliando