RUTENG, FLORESPOS.net – Para Uskup dalam Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), telah menyelenggarakan sidang tahunan ( 7-14/11/2023) di Jakarta.
Dalam sidang tahunan itu, para Uskup memberi banyak wanti-wanti kepada umatnya. Salah satunya awasan tentang pelaksanaan pesta demokrasi, Pemilu tahun 2024 di Indonesia.
Dalam kopian pesan sidang tahunan KWI yang ditandatangani Ketua Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC dan Sekretaris Jenderal, Mgr. Paskalis Bruno Syukur OFM, yang diterima wartawan di Ruteng, Senin (20/11/2023) dari Sekretaris Keuskupan Ruteng, Rm. Manfred Habur Pr, para Uskup menyadari bahwa situasi tahun politik 2024 sudah terasa mulai sekarang.
“Rakyat Indonesia akan merayakan pesta demokrasi, 14 Februari 2024 untuk memilih Wakil Rakyat, yakni Anggota DPR RI, Anggota DPD, Anggota DPRD (Provinsi dan Kabupaten/Kota), dan memilih Presiden dan Wakil Presiden,” tulis para Uskup.
Lalu, 27 November 2024 kita juga akan memilih 548 kepala daerah (37 Gubernur, 415 Bupati dan 93 Walikota).
Tahun 2024 akan menjadi tahun yang suhu politiknya tinggi dan dari segi ekonomi akan menguras anggaran pusat dan daerah.
Anggaran yang mencapai puluhan trilyun akan mubazir jika Pemilu tersebut tidak bisa memunculkan orang-orang yang akan bekerja untuk kesejahteraan rakyat.
Situasi politik akhir-akhir ini, khususnya yang terkait pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota legislatif baik pusat maupun daerah dan pemilihan kepala daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota), cenderung menunjukkan turunnya kualitas demokrasi.
Biaya politik yang mahal menggoda orang menempuh segala cara untuk mencapai tujuan dan untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan.
Di sana-sini, para calon juga tidak segan menerabas hukum, melakukan politik uang, menghalalkan nepotisme.
Lalu, melanggengkan dinasti politik sehingga dapat membahayakan demokrasi. Jika hal-hal tersebut dibiarkan terus, harapan Indonesia Emas 2045 akan sulit tercapai.
Para Uskup juga mengingatkan bahwa di tahun politik 2024 politik identitas berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antar-golongan (SARA) juga rawan dimanfaatkan oleh politikus untuk mencapai tujuan kontestasi politik.
“Kami mendorong umat terlibat aktif untuk melahirkan para pemimpin baru yang memegang teguh Pancasila dan UUD 1945,” kata para Uskup.
Juga pemimpin yang menghormati kebhinekaan, memiliki integritas, mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi atau golongan;
Mempunyai keberpihakan kepada kaum kecil-lemah-miskin-tersingkir-difabel, memiliki rekam jejak yang terpuji, menjunjung tinggi martabat manusia dan menjaga keutuhan alam ciptaan.
Kami meminta kepada para calon eksekutif dan legislatif serta penyelenggara Pemilu dan TNI-Polri untuk bersatu mewujudkan Pemilu yang damai, jujur, adil, transparan, berkualitas dan bermartabat.
Sebelumnya, Rm. Manfred Habur mengatakan, sudah pasti pesan sidang tahunan KWI itu telah di-share ke seluruh Keuskupan di Indonesia untuk diketahui, dibacakan, dan menjadi landasan dalam aneka kegiatan pastoral.
“Pesan yang disampaikan lahir dari situasi riil masyarakat dalam bangsa dan negara ini untuk diperhatikan,” katanya. *
Penulis: Christo Lawudin/Editor: Anton Harus