ENDE, FLORESPOS.net-Perdagangan Orang atau humantraficking di Provinsi NTT telah menjadi perhatian publik. Puluhan ribu orang telah menjadi korban dan dalam satu bulan belasan jenazah Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT dipulangkan ke kampung halamannya.
NTT menjadi salah satu provinsi yang paling tinggi kasus Perdagangan Orang sehingga menjadi perhatian nasional dan ditetapkan darurat humantraficking.
Kordinator Divisi Migran Perantau KWI, RD Reginald Piperno saat kegiatan pelatihan paralegal oleh Paroki St Yosef Onekore, Sabtu (5/8/2023) berbicara banyak tentang humantraficking.
Pastor yang terlibat aktif mengampanyekan melawan perdagangan orang dan menangani korban ini mengatakan pelaku perdagangan orang itu kebanyakan dari keluarga atau orang yang paling dekat.
“Pelaku perdagangn orang itu kita jangan lihat jauh – jauh tapi orang yang paling dekat dengan korban yaitu keluarga. Misalnya ada kakaknya di perantauan dan ketika ada majikan yang tanya maka dia yang menawarkan adiknya kepada majikan dan itu pasti melalui jalur non prosedural,” kata Pastor Perno.
Dikatakan Pastor Perno dari jasa tersebut yang bersangkutan telah mengambil komisi atau mendapatkan sekitar sepuluh persen.
“Kebanyakan seperti ini dan itu diceritakan oleh korban saat kami melakukan pendampingan. Humantraficking itu orang bisa lakukan apa saja demi uang, kakak bisa jual adik dan orangtua bisa jual anak,” katanya.
Pastor Perno juga mengatakan dalam pendampingan yang dilakukan oleh Divisi Migran Perantau diketahui faktor penyebab seseorang pergi merantau bukan lagi karena ekonomi. Saat ini salah satu faktor penyebab orang merantau yaitu gaya hidup.
“Sekarang itu orang merantau karena gaya hidup. Misalnya orang pulang dari merantau bawa barang- barang baru seperti HP maka membuat orang lain juga ikut terpengaruh,” katanya.
Pastor Perno mengatakan bahwa saat ini sekitar belasan ribu orang Ende bekerja di luar negeri dan paling banyak dari wilayah Ende Barat, Ende dan Nangapanda.
Pastor yang sering mengunjungi pekerja migran di Malaysia itu mengatakan sebagian besar PMI di sana bekerja sebagai buruh kasar seperti di perkebunan kelapa sawit dan pekerjaan buruh kasar lainnya.
“Saya sering berkunjung dan di sana mereka bekerja sebagai buruh kasar dan hampir tidak ada yang bekerja di sektor industri. Mereka sering dikejar oleh aparat di sana karena tanpa prosedur,” katanya.
Sebagai Koordinator Divisi Migran Perantau di KWI, ia dipercayakan gereja membantu mengurus kasus humantraficking baik di dalam negeri maupun luar negeri.
“Kami membantu uskup dan KWI untuk urus kasus humantraficking. Kebetulan saya dipercayakan untuk urus kasus- kasus humantraficking di luar negeri,” katanya.
Pastor Perno juga mengharapkan semua pihak mengambil bagian memerangi humantraficking dan melakukan pencegahan dari keluarga. Jika pergi merantau dan bekerja di luar negeri maka mesti mengikuti prosedur atau jalur yang legal. *
Penulis: Willy Aran / Editor: Wentho Eliando











