Melestarikan Budaya dan Lingkungan Lamaholot: Sinergi Kurikulum Lokal demi Keberlanjutan

- Jurnalis

Selasa, 26 November 2024 - 18:31 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Yulius Maran

Yulius Maran

Oleh: Yulius Maran

BUMI Lamaholot, yang meliputi Flores Timur, Solor, Adonara, dan Lembata, dikenal sebagai daerah yang kaya akan budaya dan tradisi.

Hingga saat ini, kekayaan tersebut masih terpelihara, terlihat dalam eksistensi kampung adat (lama) yang menjadi simbol identitas masyarakat Lamaholot. Masing-masing daerah memiliki ritus dan tradisi khas yang mencerminkan nilai-nilai kehidupan.

Di Flores Timur, misalnya, tradisi leja (persembahan syukur kepada leluhur) masih rutin dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap alam dan penciptaan.

Di Solor, masyarakat menjaga ritus hede kenut, yang menghubungkan leluhur dengan keberkahan hasil laut. Di Adonara, upacara koke bale mengungkap rasa syukur atas panen, sementara di Lembata, tradisi penangkapan paus secara tradisional di Lamalera menjadi wujud harmoni manusia dengan ekosistem laut.

Budaya Lamaholot juga menunjukkan penghargaan mendalam terhadap lingkungan. Nilai ini tercermin dalam cerita turun-temurun tentang gunung dan laut yang dianggap memiliki roh kehidupan.

Contoh terbaru adalah suara mistis yang beredar setelah erupsi Gunung Lewotobi, dipercaya sebagai pesan dari “Raja Lewotobi.”

Kisah ini menegaskan bahwa alam dianggap berbicara kepada manusia untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan.

Inspirasi Religiusitas Ekologis

Dalam tradisi Kristiani, Santo Fransiskus dari Assisi dikenal sebagai figur yang menghayati hubungan mendalam dengan alam semesta. Ia melihat alam bukan sekadar sebagai ciptaan yang terpisah dari manusia, tetapi sebagai saudara yang saling terhubung dalam harmoni yang dikehendaki Sang Pencipta.

Perspektif ini menjadikannya sebagai pelindung lingkungan dan pionir dalam gerakan ekologi spiritual. Sikapnya yang penuh cinta terhadap alam mengajarkan bahwa penghormatan terhadap alam adalah bagian dari penghormatan kepada Tuhan, Sang Pencipta.

Dalam karya terkenalnya, Kidung Matahari (Canticle of the Sun), Santo Fransiskus memberikan pujian kepada berbagai elemen alam seperti matahari, bulan, angin, air, dan api. Elemen-elemen ini dipersonifikasi sebagai saudara dan saudari, mencerminkan kesatuan manusia dengan kosmos.

Lewat pujiannya, Santo Fransiskus menunjukkan bahwa setiap unsur alam memiliki peran penting dalam kehidupan manusia dan layak dihormati sebagai bagian dari ciptaan Tuhan. Hal ini mengundang manusia untuk bersyukur dan menjaga alam sebagai rumah bersama.

Nilai-nilai Santo Fransiskus memiliki relevansi yang kuat dengan masyarakat Lamaholot, yang juga memandang alam sebagai bagian integral dari kehidupan spiritual mereka.

Dalam tradisi Lamaholot, penghormatan terhadap gunung, laut, dan pohon-pohon besar bukan hanya warisan budaya, tetapi juga ekspresi iman dan rasa syukur kepada leluhur.

Konsep ini selaras dengan ajaran Santo Fransiskus tentang hubungan sakral antara manusia dan alam, yang menempatkan alam sebagai mitra dalam kehidupan rohani.

Inspirasi dari Santo Fransiskus dapat menjadi landasan pembelajaran yang mengintegrasikan religiositas dengan nilai-nilai ekologis, terutama di wilayah seperti Lamaholot.

Dengan memasukkan perspektif ekologis dalam pendidikan, generasi muda dapat belajar untuk melihat alam sebagai sesuatu yang tidak hanya bermanfaat secara material, tetapi juga memiliki dimensi spiritual.

Hal ini dapat menjadi model kurikulum berbasis kearifan lokal yang memadukan iman, budaya, dan tanggung jawab ekologis untuk keberlanjutan kehidupan di masa depan.

Urgensi Pembelajaran Berbasis Budaya dan Ekologi

Dalam konteks pendidikan, integrasi pembelajaran berbasis budaya dan ekologi Lamaholot menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan keberlanjutan warisan budaya dan kelestarian lingkungan. Budaya Lamaholot, yang sarat dengan kearifan lokal, mengajarkan penghormatan terhadap alam dan nilai-nilai harmoni dengan lingkungan.

Baca Juga :  Kapolda Asadoma Sampaikan Harapan Dibalik AMMTC

Memasukkan elemen ini ke dalam kurikulum tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga menanamkan pemahaman mendalam pada peserta didik tentang pentingnya menjaga ekosistem.

Pendidikan berbasis budaya dan ekologi ini mampu membangun generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kesadaran ekologis dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.

Budaya Lamaholot menawarkan pelajaran yang sangat relevan dalam membangun hubungan manusia dengan lingkungan.

Ritus penghormatan kepada leluhur, seperti tradisi koke bale di Adonara atau upacara hede kenut di Solor, mencerminkan penghargaan terhadap sumber daya alam yang menopang kehidupan.

Mengajarkan nilai-nilai ini di sekolah dapat menjadi cara efektif untuk memperkuat identitas budaya generasi muda sekaligus membangun kesadaran bahwa kelestarian lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab kolektif.

Pendekatan ini tidak hanya mendekatkan peserta didik pada akar budaya mereka, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menjadi agen perubahan dalam pelestarian lingkungan.

Pembelajaran berbasis budaya juga memberikan kontribusi besar pada penguatan nilai keberagaman, yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) ke-4. Tujuan ini menekankan pentingnya pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan relevan dengan konteks lokal.

Dengan memasukkan budaya Lamaholot ke dalam kurikulum, pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai alat transformasi sosial yang menjaga keberlanjutan budaya.

Ini adalah langkah konkret dalam mendukung visi global untuk memastikan pembelajaran seumur hidup yang menghargai identitas lokal sambil mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga dunia yang bertanggung jawab.

Lebih jauh lagi, integrasi budaya dan ekologi dalam pendidikan adalah wujud dari tanggung jawab moral untuk melestarikan warisan dunia. Keberlanjutan budaya Lamaholot tidak dapat dicapai tanpa kesadaran lintas generasi, dan pendidikan menjadi sarana utama untuk membangun kesadaran ini.

Dengan melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang menggali nilai-nilai budaya dan ekologi, mereka akan memahami bahwa menjaga lingkungan bukan hanya soal upaya konservasi, tetapi juga bentuk penghormatan kepada leluhur dan warisan budaya yang berharga.

Kolaborasi antara sekolah, masyarakat adat, dan pemerintah adalah kunci untuk menghadirkan model pendidikan yang relevan dan berkelanjutan di masa depan.

Sinergi Empat Sektor

Mengintegrasikan pembelajaran berbasis budaya dan ekologi dalam kurikulum memerlukan sinergi yang kuat antara berbagai sektor, termasuk pendidikan, pariwisata, tokoh adat, dan religius.

Dinas Pendidikan berperan sebagai penggerak utama dalam merancang modul pembelajaran yang mengangkat kearifan lokal Lamaholot.

Modul ini harus dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang holistik, memadukan pengetahuan budaya, lingkungan, dan teknologi.

Di sisi lain, Dinas Pariwisata dapat menjadi mitra strategis dalam mempromosikan kekayaan budaya Lamaholot ke tingkat nasional dan global, sekaligus memastikan bahwa pendidikan berbasis budaya ini memiliki dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat lokal.

Tokoh adat memainkan peran kunci dalam memastikan kurikulum mencerminkan nilai-nilai otentik dan warisan tradisional Lamaholot. Mereka dapat menjadi narasumber dalam proses penyusunan kurikulum, menyediakan pengetahuan mendalam tentang tradisi dan ritus yang berakar pada kehidupan masyarakat.

Dengan melibatkan tokoh adat, pembelajaran di sekolah dapat mencerminkan praktik dan filosofi budaya yang hidup di komunitas Lamaholot. Misalnya, tradisi penghormatan terhadap leluhur dan hubungan harmonis dengan alam dapat diadaptasi menjadi modul pembelajaran yang relevan bagi peserta didik.

Baca Juga :  Hasil Pemeriksaan Sampel, Ternak Babi Bantuan ke Ende Positif ASF

Selain tokoh adat, peran tokoh religius juga tidak kalah penting dalam membangun koneksi antara nilai-nilai budaya dan spiritualitas.

Inspirasi dari tokoh seperti Santo Fransiskus, yang mengajarkan harmoni dengan alam, dapat memperkaya pembelajaran budaya dan ekologi di Lamaholot.

Para pemimpin religius dapat membantu menjembatani ajaran agama dengan tradisi lokal, sehingga pendidikan tidak hanya menjadi sarana pelestarian budaya tetapi juga penguatan iman.

Hal ini sejalan dengan pandangan Pope Francis dalam ensiklik Laudato Si’, yang menekankan pentingnya integrasi spiritualitas dengan tanggung jawab ekologis.

Dalam perspektif terbaru, kolaborasi lintas sektor ini juga mendukung paradigma pendidikan berbasis komunitas (community-based education) yang semakin relevan di era modern.

Para ahli seperti Michael Fullan menekankan bahwa inovasi pendidikan yang sukses membutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat adat dan sektor ekonomi kreatif seperti pariwisata.

Dengan pendekatan ini, pembelajaran berbasis budaya dan ekologi di Lamaholot tidak hanya akan memperkaya pengalaman peserta didik tetapi juga menjadi model keberlanjutan budaya yang mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) no. 4, yakni pendidikan berkualitas untuk semua.

Hal ini membuka peluang kolaborasi lintas sektor yang lebih luas, memperkuat warisan lokal, dan meningkatkan kesadaran global terhadap nilai-nilai budaya Lamaholot.

Dari sudut pandang antropologis, budaya Lamaholot merupakan cerminan hubungan manusia dengan alam dan leluhur. Mengintegrasikan pembelajaran berbasis budaya dan lingkungan ke dalam kurikulum berarti menjaga kesinambungan tradisi ini dalam konteks modern.

Secara filosofis, inisiatif ini mencerminkan gagasan tentang keberlanjutan dan tanggung jawab antar generasi. Pendidikan yang terintegrasi dengan nilai-nilai budaya dan ekologi adalah langkah konkret untuk mewujudkan keharmonisan antara manusia dan alam.

Menuju Lamaholot yang Berdaya dan Lestari

Langkah menghadirkan pembelajaran berbasis budaya dan lingkungan hidup Lamaholot adalah lebih dari sekadar upaya pendidikan; ini adalah fondasi bagi sebuah transformasi besar yang memperkuat identitas dan masa depan masyarakat Flores Timur.

Melalui kolaborasi lintas sektor—antara Dinas Pendidikan, Pariwisata, tokoh adat, dan religius—kita dapat menciptakan inovasi sosial yang tidak hanya menjaga kearifan lokal tetapi juga memperkuat daya saing Lamaholot di panggung nasional dan global.

Dengan menanamkan nilai-nilai budaya dan ekologi dalam kurikulum, kita membangun generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam menjaga lingkungan dan menghormati tradisi leluhur mereka.

Bagi anak-anak Lamaholot di rantau, harapan ini adalah mimpi bersama untuk tanah kelahiran yang lebih berdaya dan lestari. Pendidikan yang terintegrasi dengan budaya lokal adalah kunci untuk memastikan Bumi Lamaholot tetap menjadi tempat yang penuh kehidupan dan warisan.

Mari kita bergerak bersama, menciptakan perubahan yang membawa kebaruan, di mana setiap langkah kita menjaga bumi, memperkuat tradisi, dan membangun masa depan.

Ini adalah saatnya untuk menyatukan cinta dan kerja keras, baik di tanah kelahiran maupun di perantauan, demi Lamaholot yang lebih maju, harmonis, dan bermartabat. Wai Tuan, Tana Wai Lewo, Lamaholot Jaya! *

Penulis, adalah Praktisi Pendidikan Jakarta dan Kepala SMA Regina Pacis Jakarta

Editor : Wentho Eliando

Berita Terkait

5.741 Warga Manggarai Raya Ikuti Tes PPPK di Labuan Bajo
Dewan Minta Pemkab Manggarai Barat Evaluasi Perumda Bidadari
Reses di Desa Nuaone Detusoko, Nando Watu Dorong Pemdes Selesaikan Masalah Adminduk
Pemungutan Suara Ulang Pilgub NTT di Flores Timur, Ini Jumlah DPT Dua TPS Pukentobi Wangibao
Pandangan Mariana Lusia Tentang Permaculture
FLC: Pengembangan Pertanian Regeneratif dan Permaculture Dukung Pariwisata Berkelanjutan
Kantor KPU Nagekeo Didatangi Kasat Intelkam, Ada Apa?
KPU Flores Timur Lakukan Pemungutan Suara Ulang di Dua TPS, Ini Alasannya
Berita ini 62 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 3 Desember 2024 - 19:23 WITA

5.741 Warga Manggarai Raya Ikuti Tes PPPK di Labuan Bajo

Selasa, 3 Desember 2024 - 18:55 WITA

Dewan Minta Pemkab Manggarai Barat Evaluasi Perumda Bidadari

Selasa, 3 Desember 2024 - 13:02 WITA

Reses di Desa Nuaone Detusoko, Nando Watu Dorong Pemdes Selesaikan Masalah Adminduk

Selasa, 3 Desember 2024 - 12:09 WITA

Pemungutan Suara Ulang Pilgub NTT di Flores Timur, Ini Jumlah DPT Dua TPS Pukentobi Wangibao

Selasa, 3 Desember 2024 - 08:14 WITA

Pandangan Mariana Lusia Tentang Permaculture

Berita Terbaru

Peserta tes PPPK 3 Manggarai NTT 2024 sedang menunggu giliran tes di ruang tunggu Kantor Bupati Mabar di Labuan Bajo, Selasa (3/12/2024).

Nusa Bunga

5.741 Warga Manggarai Raya Ikuti Tes PPPK di Labuan Bajo

Selasa, 3 Des 2024 - 19:23 WITA

Anggota DPRD Manggarai Barat, Bernadus Ambat

Nusa Bunga

Dewan Minta Pemkab Manggarai Barat Evaluasi Perumda Bidadari

Selasa, 3 Des 2024 - 18:55 WITA

Peserta Floratama Learning Center pose bersama  usai kegiatan yang digelar secara hybrid pada 29 November 2024 pagi di Labuan Bajo. (dokumen bpolbf).

Advertorial

Pandangan Mariana Lusia Tentang Permaculture

Selasa, 3 Des 2024 - 08:14 WITA