LARANTUKA, FLORESPOS.net-Salah satu sekolah penggerak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), SMPK Santo Isidorus Lewotala menerapkan kurikulum tenun ikat kepada para muridnya.
Lembaga pendidikan yang berlokasi di Lewotala, Desa Bantala, Kecamatan Lewolema ini, bahkan sudah menerapkan kegiatan kokurikuler Kurikulum Tenun Ikat sejak tahun ajaran 2022/2023 dan 2023/2024 untuk murid kelas 7 dan kelas 8.
Kepala Sekolah SMPK St. Isidorus Lewotala, Fransiskus Xaverius Berek menjelaskan, Kurikulum Tenun Ikat merupakan salah satu kegiatan kokurikuler dalam Proyek Penguatan Profile Pelajar Pancasila (P5) dengan judul “Aku Cinta Tenun Ikat”.
Dalam kurikulum itu, jelas Fransiskus Berek, termuat rangkaian aktivitas wajib yang diikuti semua murid kelas 7 dan kelas 8.
Aktivitas wajib itu, yakni pengenalan motif tenun, studi lapangan ke kelompok tenun ikat terdekat, presentasi hasil studi lapangan dan praktik menenun hingga menghasilkan tenunan baik dalam bentuk sarung maupun selendang.
Fransiskus Berek mengatakan, P5 “Aku Cinta Tenun Ikat” merupakan bagian dari upaya lembaga pendidikan SMPK St. Isidorus Lewotala untuk melestarikan budaya lokal dan memperkenalkan keterampilan tradisional kepada para murid.
SMPK St. Isidorus memulai praktik ini karena masalah yang mulai hadir di tengah masyarakat berkaitan dengan ketiadaan penenun muda dan tentu akan berdampak sangat besar akan hilangnya penenun masa depan dan motif-motif tenun ikat lokal.
“Kami menyiapkan murid SMPK St Isidorus menjadi penenun muda sejak tahun ajaran 2022/2023 hingg saat ini. Hal ini disiapkan dan diwujudkan melalui panduan praktis dan tepat sasar dalam Kurikulum Tenun Ikat,” katanya di SMPK St. Isidorus Lewotala, Sabtu (10/8/2024).
Fransiskus Berek mengatakan, semula tahun ajaran 2022/2023, Kurikulum Tenun Ikat dilaksanakan dengan sistem regular. Namun tahun ajaran 2023/2024, implementasi P5 menenun dilaksanakan dengan sistem BLOK selama satu bulan penuh.
Kata Fransiskus Berek, selama satu bulan penuh murid mempraktekkan sejumlah tahapan yakni menggulung benang, membentang benang, membalik benang untuk membentuk motif, mengikat motif, mencelup benang, menyusun benang yang bermotif dengan benang warna lain untuk mempercantik sarung/selendang dan menenun.
“Kami berkolaborasi dengan para narasumber, yakni para kelompok penenun ikat terdekat dari Desa Bantala, Desa Riangkotek dan Kampung Lamatou. Mereka sangat antusias menjadi narasumber dan mengajar,” katanya.
Tak hanya itu, kata Fransiskus Berek, SMPK St. Isidorus juga mempunyai alat tenun beserta semua peralatan lainnya dalam mendukung pelaksanaan Kurikulum Tenun Ikat tersebut.
“Tahun ajaran 2022/2023 kemarin ada 34 murid yang ikut kurikulum ini dan semuanya bisa menenun dengan baik. Tahun 2023/2024 ini, kami terapkan lagi dan tiap tahun ajaran menjadi kurikulum wajib di sekolah ini,” katanya.
Fransiskus Berek mengatakan, selain Kurikulum Tenun Ikat dalam kaitan implementasi P5, SMPK St. Isidorus juga menerapkan pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO). *
Penulis : Wentho Eliando
Editor : Anton Harus