BAJAWA, FLORESPOS.net-Masyarakat Kampung Adat Bena, Desa Wisata Tiworiwu, Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), menyatakan tetap mempertahankan keaslian kampung adat peninggalan leluhur.
Hal itu disampaikan Kepala Desa Tiwuriwu Syrilus Waso, Ketua Pengelola Desa Wisata Tiwuriwu Emanuel Sebo, Lembaga Pengelola Pariwisata Megalit Bena (LP2MB) dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Bena Fransiskus Timur.
Mereka menyampaikan itu dihadapan Direktur Tata Kelola Destinasi pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Florida Pardosi yang berkunjung dan menyerahkan plakat penghargaan penerima Anugerah Desa Wisata Indonesia 2024 di Kampung Bena, Rabu (14/8/2024).
Kepala Desa Tiwuriwu Syrilus Waso mengatakan Kampung Adat Bena berjarak kurang lebih 10 kilometer dari Bajawa, Ibukota Kabupaten Ngada berada di Desa Tiwuriwu. Satu-satunya potensi Wisata yang ada di dalam desanya adalah Kampung Adat Bena yang di dalamnya berdiri rumah adat dan Megalit.
“Kelemahan yang ada dalam desa dan belum maksimal adalah sumber daya manusia juga sarana prasarana yang perlu didukung. Untuk pendapatan Desa pada tahun 2023 mencapai Rp 49 juta lebih dan bersumber dari karcis masuk Kampung Bena,” katanya.
Pengelola Kampung Adat Bena Fransiskus Timu juga mengatakan, prestasi Desa Wisata Tiwuriwu pernah menjadi nominasi 10 besar Desa Binaan Bank NTT pada tahun 2020 dan tahun 2022 menjadi 300 besar Desa Wisata Indonesia.
Tahun 2023 turun dari 500 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia dan tahun 2024 mendapat penghargaan yang luar biasa menjadi satu dari 50 desa yang memperoleh penghargaan Anugerah Desa Wisata Indonesia.
Dikatakannya, bawah 5 kategori Anugerah Desa Wisata Indonesia telah dilakukan di Desa Tiwuriwu. Di mana menampilkan wisata budaya alam yang masih terjaga seperti rumah adat, megalit maupun adat istiadat termasuk kain tenun maupun pola gotong royong masyarakat yang masih menerapkan kearifan lokal peninggalan leluhur.
Katanya, Desa Tiwuriwu juga masih mempertahankan seni dan budaya secara tradisional termasuk musik rakyat maupun permainan rakyat juga ritual sejak kelahiran hingga kematian yang dilakukan dengan baik.
Selain menenun, katanya, masyarakat juga ada yang melakukan kegiatan ukiran untuk kaum lelaki. Produk ekonomi kreatif yang dikembangkan sebagai potensi pendapatan desa adalah kuliner, fashion dan kriya yang langsung dikelola oleh masyarakat adat.
Diakuinya, bahwa kekurangan yang dihadapi adalah promosi di mana digitalisasi juga belum 100% dikembangkan karena kendala sumber daya manusia namun terus belajar dari hari ke hari.
Di Kampung Adat Bena juga disiapkan homestay dan ketersediaan toilet yang layak di mana rumah-rumah warga dalam kampung dijadikan homestay.
“Pengunjung yang ingin merasakan langsung alam maupun budaya banyak pula yang menginap di Kampung Adat Bena. Prosesnya adalah menghubungi pengelola desa dan selanjutnya pengelola menyampaikan kepada pemilik rumah,” katanya. *
Penulis : Wim de Rozari
Editor : Wentho Eliando