BAJAWA, FLORESPOS.net-Masyarakat adat Se Ulu Langa Meze Eko Pale Mala di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), merayakan pesta adat Reba.
Pembukaan pesta adat Reba itu ditandai dengan perayaan ekaristi dipimpin Pastor Paroki Langa, RD. Daniel Aka didampingi imam konselebrantes pada Senin (15/1/2024), di Kampung Bopati, Desa Borani, Kecamatan Bajawa.
Para imam konselebran di antaranya, Koodinator Pastoral Kevikepan Bajawa, RD. Gabriel Idrus, Koordinator Pastoral Kevikepan Mbay, RD. Asterius Lado, Ketua Yasukda Ngada, RD. Silverius Betu, Rektor Seminari Santo Paulus Mataloko, RP. Aloysius Rodja dan beberapa imam asal Paroki Langa; RD. Rofinus Neto Wuli, RP. Leonardus Djawa, RP. Paulus Nua, Pastor Paroki Santo Yoseph Bajawa, RP. Remigius Todang dan lainnya.
RD. Rofinus Neto Wuli yang didaulat sebagai pengkotbah pada perayaan ekaristi itu mengatakan, Reba merupakan perayaan penuh makna.
Penuh makna, karena semua orang Ngada mengungkapkan rasa syukurnya atas anugerah kehidupan di tahun yang lalu sekaligus memohon berkat perjalanan hidup di tahun yang baru.
Kata RD. Rofinus Neto Wuli, sebagai salah satu puncak dari kehidupan kebudayaan orang Ngada dan melalui ritus Su’I Uwi, orang Ngada ingin mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Ilahi yang disebut sebagai Dewa penyelenggara tunggal atas kehidupan manusia yang telah memberikan kehidupan melalui Uwi atau Ubi sebagai simbol santapan jasmani.
Pastor Paroki Maria Ratu Semesta Alam, RD. Daniel Aka dalam sambutan menyampaikan rasa bangga dengan adanya pesta adat Reba.
Reba, kata RD. Daniel Aka, memiliki makna mempersatukan terutama dalam keluarga dan suku-suku.
Reba juga menjadi kesempatan untuk meningkatkan martabat, baik itu martabat diri, martabat keluarga, suku-suku dan martabat Paroki Langa.
RD. Daniel Aka mengatakan, intinya Reba itu mempersatukan, saling mendengarkan dan memperhatikan.
Kata RD. Daniel Aka, Reba yang diwariskan bukan soal seremonial seperti makan dan minum, tetapi lebih dari itu setiap orang Langa harus dapat menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam reba dengan terus memperharui diri hidup secara baru dengan roh kristiani yang baru pula.
Sementara Bupati Ngada Paru Andreas dalam sambutan mengatakan Reba sebagai momentum mempersatukan memiliki arti harus ada kedamaian dalam setiap pribadi mulai dari dalam hati, dalam Sao dan juga dalam keluarga.
Oleh karena itu, masyarakat adat Langa perlu menjadikan Reba sebagai model untuk mengkonkritkan perwujudan kedamaian itu dalam kehidupan masyarakat.
Reba juga mengingatkan kepada setiap orang Langa tentang pesan para leluhur yaitu kerja keras dan bersatu padu. Rekonsialisasi diperbanyak menuju persatuan sebab Reba tidak hanya seremonial tetapi menjadi kesempatan emas rekonsialisasi untuk persatuan dan kesatuan.
Bupati Andreas juga mengatakan, momentum Reba mau mengajak masyarakat untuk terus bekerja keras tuza mula wesi peni sebagaimana tertuang dalam visi Ngada Tante Nela Paris.
Bupati Andreas juga mengajak para generasi muda khususnya generasi muda se Ulu langa Meze Eko Pale Mala untuk menjadi manusia yang unggul dan mandiri.
Perayaan ekaristi berlangsung hikmad dan meriah dimeriahkan tarian inkulturasi dan paduan suara umat wilayah Borani diiringi musik kulintang takatunga.
Seluruh rangkaian perayaan misa syukur pembukaan Reba Langa ditutup dengan makan dan minum bersama, ka maki nari, inu tua teme di Kampung Bopati Desa Borani Kecamatan Bajawa.
Hadir saat itu Penasehat Kementerian Hukum dan HAM RI Drs. Josef A Nae Soi, Anggota DPR RI Andreas Hugo Pareira, Anggota DPD RI, Angelo Wake Kako, Kepala Kantor Kementerian Hukum dan HAM RI Wilayah NTT, Marciana Dominika Djone, Bupati Ngada Paru Andreas dan Wakil Bupati Ngada, Raymundus Bena, Sekda Ngada, Th. Yos Nono, para mantan Bupati Ngada di antaranya Albertus Botha dan Drs. Paulus Soliwoa. *
Penulis: Wim de Rozari I Editor: Wentho Eliando