KUPANG, FLORESPOS.net-Ombudsman Wilayah NTT menghadiri rapat bersama Komite Intelijen Daerah (Kominda) dalam rangka membahas beberapa hal antara lain Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang saat ini lagi ramai.
Rapat yang berlangsung Rabu (25/6/2025) tersebut, juga membahas penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang juga selama ini diawasi oleh Ombudsman NTT.
“Pada kesempatan tersebut saya menyampaikan beberapa permasalahan Sistem Penerimaan Murid Baru yang saat ini sedang berjalan,” sebut Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah NTT, Darius Beda Daton, Kamis (26/6/2025).
Darius mengatakan, dalam kesempatan tersebut dirinya menyampaikan, rupa-rupa pungutan satuan pendidikan berupa pungutan uang komite berkisar Rp 50 ribu sampai Rp150 ribu per siswa per bulan.
Juga pungutan uang pembangunan, pungutan uang 8 standar pendidikan, pungutan uang kebutuhan melekat siswa, pungutan uang seminar parenting dan sumbangan paving bloc.
“Ada juga sumbangan pembangunan pagar sekolah plus seragam batik dan kotak-kotak untuk sekolah negeri. Total pungutan pendaftaran SMA dan SMK negeri berkisar Rp 750 ribu hingga Rp2,5 juta,” terangnya.
Darius menyebutkan, untuk itu Ombudsman NTT memohon dukungan untuk terus bersinergi mendukung rasionalisasi pungutan komite mengacu pada realitas layanan pendidikan di NTT.
Dikatakannya, saat ini di NTT masih rendahnya angka partisipasi sekolah, keluhan peserta didik yang tidak bisa mengikuti ujian sekolah karena belum membayar pungutan komite.
“Ada juga peserta didik yang belum bisa mengambil ijasah setelah menamatkan pendidikan karena belum membayar pungutan komite,” terangnya.
Darius menambahkan, terkait penyaluran BBM bersubsidi, dirinya mengingatkan bahwa saat ini jenis BBM Tertentu (JBT) atau sering disebut BBM Bersubsidi (Pertalite dan Bio Solar) masih bebas diperjualbelikan.
Kata dia, BBM bersubsidi diperjualbelikan dengan tujuan mencari keuntungan oleh Pom Mini atau Pertamini dan botol eceran dengan harga yang ditetapkan sendiri.
Karena itu, pemerintah daerah perlu menerbitkan keputusan tentang larangan penjualan BBM bersubsidi dan nonsubsidi secara eceran yang menggunakan fasilitas Pertamini dan wadah lainnya dalam wilayah masing-masing.
“Surat Keputusan larangan tersebut diharapkan bisa meminimalisir penggunaan BBM subsidi yang tidak tepat sasaran dan mencegah penimbunan BBM untuk diperjual-belikan kembali,” tegasnya.
Darius mengungkapkan, keputusan larangan penjualan BBM Bersubsidi secara eceran tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah sebagian dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Didalamnya disebutkan,transaksi penjualan bahan bakar minyak hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang telah memenuhi syarat untuk melaksanakan kegiatan usaha hilir minyak.
“Pelaku usaha tersebut diantaranya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, atau Badan Usaha Swasta yang harus mendapatkan izin usaha dari pemerintah dan lembaga terkait,” paparnya.
Darius mengungkapkan, dalam undang-undang tersebut dikatakan, aktivitas pembelian, penyimpanan, dan penjualan BBM harus dilakukan oleh badan usaha, bukan individu.
Lanjutnya, larangan penjualan BBM bersubsidi juga mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Pedagang pertamini adalah pedagang yang tidak memiliki izin usaha menjual BBM sehingga merugikan konsumen. Oleh karena itu, sangat bertentangan dengan hak-hak konsumen. Konsumen selaku pengguna BBM berhak mendapat perlindungan hukum,” jelasnya.
Darius menambahkan, aturan penjualan BBm bersubsidi juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Ttahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.
Didalamnya disebutkan, kegiatan usaha hilir dilaksanakan oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh menteri dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.
Larangan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 tentang Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Nasional yang mengatur tentang standar nasional untuk keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan.
“Didalanya disebutkan,penjualan BBM eceran harus memenuhi standar keamanan dan keselamatan yang berlaku, seperti tempat penyimpanan minyak yang ditanam dalam tanah dan jauh dari sumber api yang membahayakan,” ungkapnya.
Darius memaparkan, penjualan BBm bersubsidi juga diatur dalam Surat Edaran Menteri ESDM No 14. E/HK.03/DJM/2021. 6. Surat Edaran Dirjen Migas B-5214/2021.
Didalamnya dikatakan, penyaluran BBM harus dilakukan melalui penyalur retail dan entitas lain yang hanya boleh menyalurkan BBM kepada pengguna akhir, serta dilarang menyalurkan kepada pengecer dengan maksud memperoleh keuntungan.
Penjualan BBM bersubsidi juga diatur dalam Surat Dirjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementrian Perdagangan RI Nomor: 211/SPK/SD/10/2015 tanggal 23 Oktober 2015.
Surat edaran tersebut memuat perihal Legalitas Usaha Pertamini yang ditujukan kepada kepala dinas perdagangan provinsi, kabupaten dan kota.
“Surat tersebut menegaskan bahwa keberadaan Pertamini tidak sesuai ketentuan yang berlaku dan alat ukur tersebut tidak termasuk lingkup metrologi legal yang berpotensi merugikan konsumen,” ucapnya.
Ombudsman NTT menyambut baik forum penting yang menghadirkan intelijen dari Kepolisian, Kejaksaan, TNI AD/Korem, Lantamal VII, Lanud Eltari, Imigrasi, Bea Cukai dan Kesbangpol Provinsi NTT.
“Kami berterima kasih bisa berdiskusi dengan intelijen dari berbagai instansi untuk dua tema yang selama ini kami awasi yaitu SPMB dan penyaluran BBM Bersubsidi,” tuturnya.
Komite Intelijen Daerah (Kominda) adalah forum koordinasi di tingkat daerah yang bertujuan untuk mendeteksi dini ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang dapat memengaruhi stabilitas daerah, terutama dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan keamanan.
Kominda melibatkan berbagai unsur penyelenggara intelijen negara di daerah dengan Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai koordinatornya. *
Penulis : Ebed de Rosary
Editor : Wentho Eliando