LABUAN BAJO, FLORESPOS.net-Potensi pariwisata Kabupaten Manggarai Barat (Mabat), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) amat menjanjikan.
Semua dapat menjadi mesin uang untuk pembangunan setempat jika diurus baik demi kebaikan bersama atau kesejahteraan umum, bonum commune.
Namun potensi-potensi nan luar biasa dahsyat itu sepertinya belum diurus sempurna demi pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Mabar, entah di darat maupun di laut.
Sebaliknya Mabar tak lebih dari tong sampah, tukang pungut sampah kirim dari laut pun yang ada di daratan setempat.
Menanggapi media ini di ruang tamu Wakil Ketua I DPRD Mabar di Labuan Bajo baru-baru ini, sejumlah wakil rakyat setempat mengaku, banyak potensi pariwisata di daerah itu belum jadi mesin uang, PAD-nya hilang, lose.
Mereka dimintai tanggapan terkait dugaan banyak speedboat (perahu/kapal cepat) yang beraktivitas angkut tamu/ wisatawan/turis dalam wilayah perairan laut Mabar namun luput dari pajak atau retribusi daerah buat pemasukan PAD Mabar.
Para wakil rakyat Mabar itu yakni Lasa Pen, Ali Sehidun, Bernadus Ambat, Wakil Ketua II Dewan setempat Sewargading S. J. Putera dan Wakil Ketua I DPRD Mabar Rikardus Jani.
Menurut Ali Sehidun, potensi kemaritiman/wisata bahari Mabar yang disinyalir luput dari pungutan pajak/retribusi daerah tidak hanya speedboat, tetapi lebih dari itu, di antaranya kapal hantar jemput tamu/wisatawan/turis diving (menyelam), open deck (kapal yang geladak terbuka atau tak ada penutup), dan yang ini rata-rata 7 gross ton (gt) ke bawah.
Padahal aktivitas speedboat, open dek, kapal daiving itu sama dengan kapal wisata jenis pinisi, sama-sama hantar jemput/angkut tamu/turis/wisatawan. Yang open deck, speedboat, kapal diving juga kabarnya menyediakan makan minum, namun tidak memiliki kabin (tak punya kamar untuk penumpang). Yang ber-kabin kecuali pinisi.
Akan tetapi sejauh ini yang sudah ada Perda, Perbup Mabar, dan mendapat respon positif dari Kemenkeu RI untuk dikenai pajak hotel dan restoran terapung kecuali kapal yang punya kabin, seperti pinisi, walaupunpungutannya belum maksimal juga kabarnya.
Sedangkan kapal diving, open deck dan speedboat belum dikenai pajak atau restribusi daerah karena tidak punya kabin.
Disinyalir speedboat, open deck dan kapal diving juga sama-sama menghasilkan sampah di laut, dan berbagai ancaman kerusakan lingkungan laut lainnya seperti kerusakan karang sebagai dampak dari jangkar kapal-kapal tersebut, limbah dan lain-lain.
“Sepertinya terkait ini soal kapal yang punya kabin dan tidak punya kabin. Pinisi ada kabin, sedangkan speedboat, kapal diving, dan open deck tidak berkabin,” ujar Ali Sehidun.
Untuk itu, lanjutnya, regulasi kuncinya, sempurnakan itu. Apalagi terkait kapal ada undang-undang perkapalan. Kemungkinan mereka berlindung dibalik itu juga untuk lolos dari pungutan pajak, retribusi daerah/PAD.
Sehubungan dengan ini juga, antara pengusaha kapal pinisi dan speed boat, open deck, dan kapal diving ditengarai ada kecemburuan. Karena ada yang kena pajak/retribusi tetapi ada yang tidak.
Jumlah kapal wisata yang beroperasi di perairan Mabar, konon kabarnya sekitar 600 lebih unit, baik pinisi, speedboat, open deck dan kapal diving. Sehubungan dengan itu semua, maka sempurnakan regulasi, kata Ali Sehidun yang juga eks pelaku pariwisata tersebut.
Anggota Dewan Bernadus Ambat, mengatakan, PAD Mabar tidak hanya lose di laut, tetapi di darat juga. Banyak hotel melati dan restoran di Mabar diduga belum memiliki NPWP/NPWPD. Jumlahnya lebih dari 100. Dicurigai yang begini juga luput dari pajak/retribusi daerah.
Konon menurut pemerintah (Mabar) melalu instansi teknis, hal-hal demikian karena kesulitan regulasi, aturan masih terbatas, tambah Bernadus Ambat.
Sewargading S. J. Putera mengatakan, semestinya demi keadilan maka speedboat, open deck dan kapal diving juga membayar pajak, retribusi daerah.
Baik Bernadus Ambat, Ali Sehidun, Lasa Pen, Rikardus Jani dan Sewargading S. J. Putera bersepakat agar persoalan speedboat, open deck, kapal diving, hotel melati dan restoran yang diduga belum mengantongi NPWP/NPWPD segera didalami Pemkab dan DPRD Mabar. Segera sempurnakan aturan, regulasi, termasuk Perda Mabar.
Perusahan-perusahan yang berusaha di Mabar yang cuma punya ijin di pusat (Pempus-red), juga didorong untuk memiliki kantor cabang di Labuan Bajo Mabar.
Disinyalir yang begini-begini pajaknya hanya di pusat, daerah tidak dapat. Padahal mereka usaha, cari makan di Mabar. Sampahnya buang di Mabar, Mabar jadi tong sampah, di laut pun di darat, komentar mereka.
Sebelumnya anggota DPRD Mabar, Silverius Sukur, menyinggung speedboat yang beraktivitas di sektor pariwisata di perairan laut Mabar, hantar jemput turis namun sepertinya tidak dikenai pajak/retribusi daerah, ketusnya. *
Penulis : Andre Durung
Editor : Wentho Eliando