LARANTUKA, FLORESPOS.net-Kelompok Tenun Ikat Tonu Wujo-Watowiti di Desa Tiwatobi, Kecamatan Ile Mandiri, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), menggelar diskusi budaya Baipito, Sabtu (3/5/2025) sore.
Diskusi Budaya Baipito Kelompok Tenun Ikat Tonu Wujo dengan tema “Peran Kelompok Tenun Ikat Tonu Wujo, Pemda Flores Timur, dan Pemangku Kepentingan Lain dalam Merawat dan Memajukan Tradisi Tenun Ikat Baipito”, dibuka oleh Wakil Bupati (Wabup) Flores Timur, Ignasius Boli Uran.
Diskusi menghadirkan narasumber, Silvester Petara Hurint, pegiat seni dan budaya Lamaholot Flores Timur, Yohana Angela B.L Uran, pegiat kerajinan tenun, dan Romo Andreas Fernandez, pemerhati dan pencinta budaya Kabupaten Flores Timur yang juga Pastor Paroki Riangkemie.
Wabup Ignas Uran sebelum membuka kegiatan mengajak semua terutama Kelompok Tenun Ikat Tonu Wujo, untuk terus merawat dan menghidupkan tradisi dan budaya tenun ikat leluhur serta mewariskan juga kepada generasi muda.
“Kita mesti terus merawat dan menghidupkan tradisi budaya tenun ikat kita yang terancam sirna dengan kemajuan zaman. Tradisi dan budaya, adalah identitas kita. Identitas yang membedakan kita dengan orang barat,” kata Ignas Uran.
Wabup Ignas Uran mengatakan, momentun diskusi budaya tersebut memang sederhana, “tetapi sejatinya sedang mengingatkan kita bahwa kita mesti berpacu dalam kemajuan zaman. Kasana budaya lokal mesti tetap kita pertahankan, kita rawat dan kita hidupkan dari generasi ke generasi”.
Wabup Ignas Uran juga mengingatkan kelompok-kelompok tenun ikat agar tidak menunggu campur tangan pemerintah, tetapi terus bergerak dan berkelanjutan.
Kata Wabup Ignas Uran, hal ini penting, agar kelompok-kelompok termasuk kelompok tenun ikat tidak hanya hidup dan berkembang saat ada campur tangan dari pemerintah, tetapi bisa hidup dengan kemampuan dan kekuatan sendiri sehingga apa yang dilakukan terus berkelanjutan.
Perwakilan Kelompok Tenun Ikat Tonu Wujo, Lambertus N. Baon mengatakan, Kelompok Tenun Ikat Tonu Wujo-Watowiti berdiri sejak tahun 2018.
Kelompok tersebut mengkhususkan diri merawat dan mengembangkan tenun ikat Ile Mandiri dan motif tenun ikat lain dengan mengikuti permintaan pasar komersil.
Kelompok itu, kata Lambertus Baon, rutin menjalankan setiap minggu, namun saat ini mereka hanya beranggotakan ibu-ibu yang rata-rata berusia diatas 50 tahun dan belum mendapatkan generasi milinial yang siap melanjutkan.
Menurut Lambertus Baon, para ibu dalam kelompok tersebut berjalan dengan berbagai keterbatasan sumber daya.
Namun berkat campur tangan berbagai pihak, saat ini Kelompok Tenun Ikat Tonu Wujo mendapatkan pendampingan program dan pendanaan dari Kementerian Kebudayaan dalam rangka pemajuan kebudayaan dan melestarikan serta mengembangkan kekayaan budaya yang ada.
Lambertus Baon mengatakan, terdapat tiga kegiatan penting dalam menjawab program dari Kementerian Kebudayaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok.
Pertama, pembuatan film documenter tentang proses pembuatan tenun ikat dengan Ibu Theresia Letek Hewen yang selama ini membagi keterampilan menenun kepada kelompok sebagai Maestro Utama.
Kedua, Riset dan Penulisan tentang Tenun Ikat motif yang hidup dan berkembang di Watowiti serta desa lain di Baipito dan makna yang terkandung didalamnya.
Ketiga menggelar FGD yang diperluas dalam diskusi dengan para pemangku kepentingan dalam rangka merawat dan memajukan kebudayaan.
“Kegiatan pembuatan film documenter telah selesai. Kegiatan riset dan penulisan pada tahap perampungan termasuk menunggu hasil diskusi budaya untuk melengkapi dan memperkaya penulisan buku ini,” kata Lambertus Baon.
Dsaksikan Florespos.net, Diskusi Budaya Baipito dihadiri Ketua DPRD Flores Timur, Albert Ola Sinuor, sejumlah Anggota DPRD Dapil II, Wakil Ketua TP PKK Kabupaten Flores Timur, Ny. Yustina Herlinsiana Uran, Dekranasda Flores Timur, Camat Ile Mandiri, para Kepala Desa Kecamatan Ile Mandiri, budayawan dan pemerhati budaya. *
Penulis : Wentho Eliando
Editor : Wall Abulat