LABUAN BAJO, FLORESPOS.net – Kerja sama dan koordinasi lintas sektoral serta keterlibatan semua pihak di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) Nusa Tenggara Timur (NTT) amat penting dalam menyusun perencanaan daerah itu terkait penanganan/penanggulan bencana.
Demikian ditekanan Asisten Bidang Pemerintahan (Asisten 1) lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mabar, Hilarius Madin, ketika membuka kegiatan Konsultasi Publik Rancangan Awal Dokumen (KPRAD) Kajian Risiko Bencana (KRB) Kabupaten Mabar 2024-2029 di Labuan Bajo baru-baru ini.
Hadir antara lain Ketua KRB Mabar RP. Marsel Agot, SVD, Ketua KRB Provinsi NTT Norman, Kepala Pelaksana (Kalak) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mabar Isfridus S. Tobong, Sekretaris BPBD Mabar Yohanes Stat serta lain-lain.
Menurut Madin, BPBD Mabar dibantu Program Siap Siaga melaksanakan penguatan sistim penanggulangan bencana di daerah itu. Salah satu yang akan dilakukannya adalah kegiatan penyusunan KRB Kabupaten Manggarai Barat 2024-2029.
Dokumen KRB merupakan dokumen induk dan wajib dimiliki oleh BPBD sesuai dengan amanat Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.
Pemkab Mabar memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Siap Siaga yang secara kolaboratif dengan BPBD Manggarai Barat yang ditargetkan selesai pada Juni 2024 mendatang, kata Madin.
Perlu diketahui bersama, kata Madin, bahwa dokumen ini tidak hanya sekadar kumpulan data statistik, tetapi juga merupakan hasil kolaborasi dan pemikiran dari berbagai pihak, termasuk ahli, praktisi dan masyarakat umum.
Dalam KPRAD-KRB Mabar ini, ungkap Madin, akan membahas secara mendalam berbagai aspek terkait dengan risiko bencana, termasuk identifikasi, analisis, dan strategi mitigasi dan juga indeks ketangguhan daerah Mabar tahun 2024.
Dengan beragamnya potensi bencana di Mabar, diperlukan upaya penanggulangan bencana yang melibatkan pemangku kepentingan secara luas. Konsep penanganan bencana mengalami pergeseran dari paradigma konvensional menjadi paradigma holistik. Dalam artian telah dimulai perubahan cara pandang bencana dari yang bersifat tanggap darurat menjadi pengurangan resiko bencana.
Proses ini berjalan dengan baik apabila ada kerja sama lintas sektoral dan keterlibatan semua pihak di Mabar untuk menyusun perencanaan daerah terkait penanggulangan bencana.
“Saya ingin menekankan pentingnya kerja sama dan koordinasi lintas sektor dalam menghadapi tantangan ini,” ujar Madin yang mantan Camat Sano Nggoang Mabar itu.
Kita semua, lanjut Madin, memiliki peran dan tanggung jawab dalam upaya penanggulangan bencana untuk mewujudkan keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Melalui diskusi dan kolaborasi yang konstruktif hari ini, yakin kita akan menghasilkan dokumen kajian resiko bencana yang komprehensif dan berdampak nyata.
“Mari kita manfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin, dan saya harap hasil dari Konsultasi Publik Rancangan Awal Dokumen Kajian Resiko Bencana (KRB) Kabupaten Mabar ini dapat menjadi pijakan yang kuat dalam upaya kita untuk membangun masyarakat yang lebih tangguh dan berdaya dalam menghadapi bencana, tutup Madin.
Norman, Ketua Kajian Risiko Bencana Prov. NTT yang juga Dosen Undana Kupang pada kesempatan itu antara lain mengungkapkan, KRB merupakan dokumen dasar. Mabar kawasan rawan bencana, karena begitu faktanya, katanya.
Masih Nurman, untuk tingkat Prov. NTT selama ini ada 14 jenis bencana. Sedangkan untuk Mabar ada sekitar 10 jenis bencana, antara lain tanah longsor, banjir, angin puting beliung, dan kekeringan.
Penanganan bencana tidak hanya BPBD, tetapi mesti kolaboratif, antara lain melibatkan pihak gereja, perguruan tinggi, TNI, Polri, dan pemerintah. *
Penulis: Andre Durung/Editor: Anton Harus