MAUMERE, FLORESPOS.net-Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Santo Thomas Morus Maumere bersama warga menggelar aksi demo di depan halaman Markas Polres (Mapolres) Sikka.
Setelah melakukan berbagai orasi persis di depan pintu masuk Mapolres Sikka, Kapolres Sikka meminta pengunjuk rasa masuk ke halaman Polres Sikka dan mengajak berdialog di aula.
Moke merupakan minuman beralkohol khas Kabupaten Sikka, sejenis arak yang merupakan hasil penyulingan dari nira atau tuak yang disadap dari pohon lontar dan dilaksanakan di pondok produksi yang dinamakan Kuwu.
“Terkait operasi minuman keras tentunya ada yang pro dan ada yang kontra atas upaya yang kita lakukan,” sebut Kapolres Sikka, AKBP Bambang Supeno,SIK saat berdialog bersama pendemo, Kamis (6/11/2025).
Bambang menyebutkan, secara hukum apa yang dilakukan merupakan kegiatan cipta kondisi, kegiatan rutin yang dilaksanakan dimana ada surat tugas, ada undang-undang.
Ia mengatakan, ada beberapa kejadian tindakan kriminal seperti kasus pengeroyokan, penganiayaan dan penikaman yang mana saat polisi mengambil keterangan tersangka, mereka mengaku mengkonsumsi miras.
“Sehingga kita melakukan operasi miras tapi operasi ini bukan untuk mematikan atau memusnahkan miras yang ada di wilayah Kabupaten Sikka khususnya Moke,” ucapnya.
Bambang mengatakan, di Kabupaten Sikka tidak ada peraturan daerah yang mendukung soal miras dan yang ada hanya peraturan bupati saja.
Ia menjelaskan, perda memuat aturan kapasitas produksi, kadar alkoholnya dan sebagainya dan kalau ada perda maka bisa melindungi penjual.
Lanjutnya, apabila ada perda maka ada pemeriksaan dari balai BPOM dana ada uji laboratoriumnya sebab jangan sampai ada produsen moke, takutnya mencampur dengan zat-zat berbahaya lainnya dan apabila ada yang meninggal maka siapa yang bertanggungjawab.
“Moke ini kan minuman khas dari Kabupaten Sikka dan kita tidak mematikan produsen miras atau moke,” ungkapnya.
Kasat Res Narkoba Polres Sikka Iptu Yakobus Kokleo Sanam menjelaskan, pihaknya melakukan upaya penertiban dan pencegahan minuman beralkohol di wilayah Kabupaten Sikka.
Yakobus tegaskan, polisi adalah penegak hukum, pelaksana hukum sesuai kewenangan yang diberikan.
Ia mengatakan, moke atau arak masuk kategori minuman beralkohol sehingga harus menuruti regulasi yang ada dan minuman beralkohol diatur dalam undang-undang pangan, Perpes dan Permenperin.
“Di dalamnya disebutkan bahwa produksi moke wajib perlu ijinnya dan kami tidak mempunyai niat menyusahkan masyarakat,” tegasnya.
Yakobus menyebutkan, kita hidup di negera Indonesia hukum adalah panglima dan dalam Peraturan Menteri Perindustrian disebutkan produksi moke atau arak tradisional setiap hari minimal 25 liter dan tidak boleh lebih.
Lanjutnya, produksi moke dipergunakan untuk upacara kebudayaan atau keagamaan dan tidak boleh dijual atau diedarkan ke luar dari kabupaten atau kota tersebut.
Ia mengatakan, mestinya pemerintah daerah dan DPRD Sikka harus menindaklanjuti dengan membuat Perda untuk menjabarkan peraturan yang lebih tinggi dan kalau ada Perda maka mereka yang memproduksi moke terlindungi.
Dirinya menegaskan, tindakan yang dilakukan denhan melakukan pendekatan persuasif serta melakukan sosialisasi dan edukasi kepada mereka yang memproduksi moke agar perlu diketahui dan dipertimbangkan kembali
“Mereka yang memproduksi moke juga berterima kasih karena memberikan pemahaman. Kami juga sarankan agar pemda Sikka dan DPRD Sikka membuat perda untuk melindungi para produsen moke,” pungkasnya. *
Penulis : Ebed de Rosary
Editor : Anton Harus











