ENDE, FLORESPOS.net-Tokoh 5 Agama, pemerintah Kabupaten Ende bersama berbagai utusan lainnya bertekad membumikan Kabupaten Ende sebagai Laboratorium Toleransi.
Hal ini terungkap dan tertuang dalam Diskusi Publik Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025, HUT ke-150 Seritakt Sabda Allah (SVD), dan HUT ke-66 Paroki Santo Yosef Onekore di Aula Marinus Krol SVD, Sabtu (14/6/2025).
Diskusi Publik, Memperkokoh Ideologi Pancasila Menuju Indonesia Raya menghadirkan narasumber utama Vikaris Jenderal (Vikjen) Keuskupan Agung Ende, RD. Frederikus Dhedu dan Wakil Bupati Ende, Dr. drg. Dominikus Minggu Mere yang diwakili Kepala Kesbangpol Kabupaten Ende, Gabriel Dala, S.Sos serta pembicara lain dari Ketua MUI Kabupaten Ende, Drs. H. Abdul Syukur Muhammad, Ketua GMIT Klasis Flores-Lembata, Pdt. Imanuel Talan, S.Th, Ketua PHDI Kabupaten Ende, I Wayan Arnama, dan Wakil Ketua DPC GPP Kabupaten Ende, Drs. Abraham Badu, M.Si.
Diskusi publik yang digagas seksi hubungan antar agama dan kemasyarakatan (HAAK) Rumpun Pemberdayaan DPP Paroki Onekore pembukaannya ditandai dengan pemukulan gong sebanyak 5 kali oleh tokoh agama dan unsur Pemkab Ende.
Pemukulan pertama dilakukan oleh Vikjen KAE, RD. Frederikus Dhedu, Kepala Kesbangpol mewakili Pemkab Ende, Gabriel Dala, Ketua MUI, Abdul Syukur Muhammad, Ketua GMIT Klasis Flores-Lembata, Pdt. Imanuel Talan, dan Ketua PHDI, I Wayan Arnama.
Sementara Doa lintas Agama dibawakan oleh tokoh Agama Hindu, Rateman.
Narasumber yang hadir berasal dari 4 tokoh agama (Katolik, Islam, Protestan, dan Hindu), perwakilan Pemerintah Kabupaten Ende, Kepala Kesbangpol yang mewakili Wakil Bupati Ende, serta dari unsur Gerakan Pembumian Pancasila.
Dalam diskusi publik ini panitia menghadirkan perwakilan atau utusan Agama Katolik, Islam, Protestan, Hindu. Unsur mahasiswa serta para tokoh muda dan tokoh wanita. Mahasiswa yang hadir dari Kamus STPM Santa Ursula dan Mahasiswa Akper Ende.
Diskusi publik hari lahir Pancasila mendapat dukungan penuh dari mosalaki Godho Wutu Onekore. Kehadiran Mosalaki Godho Wutu Onekore sekaligus membutikan kuatnya kerja sama pemerintah, gereja dan adat atau selam ini disebut kekuatan tiga batu tungku dalam membangun Kabupaten Ende dalam berbagai aspek.
Hal ini dilakukan agar semua pihak bisa terlibat dalam membicarakan bagaimana toleransi, kerukunan dan kesatuan dan persatuan di bumi pancasila, Kabupaten Ende ini bisa terus terjaga dan bahkan akan semakin baik dari waktu ke waktu.
Dalam materi dan pendapatnya, para narasumber, baik dari unsur Agama, pemerintah maupun DPC GPP Kabupaten Ende sepakat untuk terus menggemakan kehidupan harmonis di Kabupaten Ende dan juga bisa membias ke daerah lain di wilayah Republik Indonesia.
“Ende mesti menjadi laboratorium toleransi dan menjadi tempat belajar bagi daerah lain bahkan dunia tentang bagaimana hidup harmonis dalam perbedaan”.
Pembiasaan
Vikjen KAE, RD. Frederikus Dhedu ketika membuka Diskusi Publik mengatakan, dialog karya merupakan bagian dari program seksi HAAK.
RD.Fery mengajak semua yang hadir untuk memahami bahwa program itu tidak hanya berkaitan dengan realitas internal, tetapi juga berhubungan dengan realitas eksternal.
Dalam kaitan dengan ini paroki memposisikan dirinya dalam realitas kehidupan sosial bersama.
Romo Feri menambahkan, hingga saat ini terdapat warga di belahan dunia lain yang masih terjadi ketegangan.
Sebagai masyarakat Indonesia, Romo Feri mengajak peserta yang hadir untuk bersyukur dan berbangga karena sampai saat ini Indonesia masih mengalami suasana persaudaraan. Walaupun di sana-sini masih terjadi hal-hal yang menganggu.
“Karena itu diskusi ini sangat relevan untuk membangkitkan optimisme kita semua sebagai masyarakat Indonesia untuk berjalan bersama di bawah tuntunan nilai-nilai Pancasila,” kata Romo Feri.
Lebih jauh Romo Fery mengatakan, ketika berbicara tentang nilai-nilai Pancasila, tidak hanya berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya konseptual. Nilai-nilai itu mesti berujung pada hal-hal positif yakni penghayatan dari nilai-nilai Pancasila.
“Untuk itu kita sedang berjuang. Di satu sisi kita mempelajari, mengetahui, memahami nilai-nilai Pancasila, tetapi di sisi lain kita mesti menghayatinya. Dan seringkali pada titik ini kita alami kesulitan”.
“Karena itu, kita semua boleh yakin bahwa ketika bicara tentang nilai, sebenarnya nilai itu berhubungan dengan aspek pembiasaan, aspek pembiasaan”.
“Untuk itu kita berproses dalam diskusi publik dan mudah-mudahan konsep-konsep yang kita alami, yang diterima pada kesempatan ini pada saatnya kita implementasikan dalam proses pembiasaan”.
“Dan kalau itu yang terjadi, kita boleh sepakat, kehadiran kita semua pasti memiliki nilai positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Romo Feri.
Diskusi hari lahir Pancasila yang melibatkan semua agama dan penganut kepercayaan lainnya mendapatkan apresiasi dari para tokoh agama, pemerintah, GPP, perwakilan umat 4 agama dan mahasiswa yang hadir menjadi peserta diskusi publik.
“Diskusi publik seperti ini mesti terus digemakan untuk mengingatkan kita semua tentang pentingnya hidup bersama. Salah satu hal penting yeng mesti segera dipikirkan oleh pemerintah dan semua komponen lainnya adalah kita segera mewujudkan pembangunan rumah Pancasila,” kata peserta dari akademisi dan juga penggagas rumah Pancasila, Aloysius B. Kelen.
Terima Kasih
Ketua Rumpun Pemberdayaan Masyarakat DPP Onekore bersama Ketua Panitia sekaligus Ketua Seksi HAAK DPP Onekore, Yosep Woge dan Yohanes M. Vianey menyampaikan terima kasih atas dukungan berbagai pihak sehingga diskusi publik berjalan dengan lancar.
Meski menyadari bebagai kekurangan dalam proses diskusi, baik Yos Woge maupun Yance Vianey berharap peserta diskusi publik ini bisa menjadi pendorong atau penggerak dalam mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bersama ditengah perbedaan.
Hal senada disampaikan Pastor Paroki Onekore, Pater Pian Lado, SVD. Pater Pian mengatakan, meski diskusi ini bukan merupakan satu-satunya solusi untuk menciptakan kedamaian, namun apa yang dibuat Paroki Onekore menjadi bagian kecil yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk menjadi bagian dari solusi membangun kedamaian.*
Penulis : Anton Harus
Editor : Wento Eliando











