MAUMERE FLORESPOS.net-Forum Pemerhati Media Sosial Nian Sikka mendatangi Mapolres Sikka guna melaporkan 22 akun media sosial Facebook dan admin grup Facebook Forum Peduli Rakyat Sikka (FPRS) terkait dugaan pencemaran nama baik.
Forum ini menyebutkan admin grup FPRS sengaja membiarkan postingan pencemaran nama baik dan bully di grup media sosial ini padahal di grup ini ada aturan yang melarangnya.
“Kami melihat ini didesain secara baik oleh beberapa orang dan dugaan ada flyer yang dibuat dan ada orang yang menindaklanjutinya (follow up),” sebut Adeodatus Maring, Sekertaris Forum Pemerhati Media Sosial Nian Sikka, Selasa (8/4/2025).
Adeodatus mengatakan,ada satu akun asli bernama Firdaus terdeteksi berada di Kecamatan Kewapante dan pihaknya melihat dalam sehari terdapat 10 hingga lebih postingan yang sudah tidak etis.
Ia menegaskan pihaknya sebagai pegiat media sosial melihat di Flores ada banyak grup diskusi publik di media sosial Facebook namun di Kabupaten Sikka postingan di media sosial sudah tidak etis.
“Kami merasa ketika masyarakat membuat kritikan terhadap program kerja pemerintah itu sah-sah saja tetapi kalau sudah mengarah kepada serangan pribadi itu sudah tidak etis,” ujarnya.
Ketua Forum Pemerhati Media Sosial Nian Sikka,Satrianus Cawa menambahkan ada dugaan pencemaran nama baik dan tindakan bully melalui postingan di media sosial facebook FPRS yang jumlah anggotanya sebanyak 235,8 ribu anggota.
Satrianus mengharapkan agar Polres Sikka segera memanggil admin grup media sosial Facebook FPRS dan akun-akun yang dilaporkan secara resmi ke Polres Sikka untuk dimintai klarifikasi.
“Laporan yang kami buat ke Polres Sikka secara resmi ini ditembuskan juga ke Polda NTT dan Mabes Polri. Kami akan terus memantau dan apabila tidak ada tindakan maka kami akan teruskan laporan ini ke Polda dan Mabes Polri,” ujarnya.
Satrianus menyebutkan, beberapa bulan terakhir ini pihaknya mencermati adanya peningkatan signifikan dalam penyebaran ujaran kebencian, hoaks dan narasi provokatif dan terindikasi pencemaran nama baik.
Ia mengatakan, postingan ini terdapat di berbagai grup diskusi Facebook lokal Kabupaten Sikka, khususnya yang mengarah kepada Bupati dan Wakil Bupati Sikka.
Menurutnya,fenomena ini bukan hanya merusak citra pribadi pemimpin daerah, tetapi juga berpotensi memecah belah masyarakat serta mengganggu stabilitas sosial-politik di tingkat lokal.
“Kami menyesalkan penyalahgunaan kebebasan berpendapat di media sosial dan menyayangkan maraknya narasi yang mengarah pada penghinaan, ujaran kebencian, penyebaran hoaks, serta serangan personal terhadap kepala daerah,” tuturnya.
Satrianus menyesalkan penyalahgunaan ruang publik ini yang telah mencederai nilai-nilai demokrasi dan hak kebebasan berpendapat yang sehat dan bermartabat.
Pihaknya pun mendorong tanggung jawab moral, etis dan hukum dari admin grup diskusi Facebook FPRS terkait dengan maraknya postingan yang mengandung unsur hoaks, perundungan, dan penghinaan terhadap Bupati Sikka.
Ia menyampaikan keprihatinan dan keberatan atas sikap Admin Grup FPRS yang secara sengaja meloloskan dan membiarkan konten-konten tersebut tayang di ruang publik digital.
Padahal, kata dia, sebagaimana diketahui, Admin Grup FPRS telah menetapkan 10 poin aturan yang seharusnya menjadi pedoman dalam menjaga etika, kesantunan, dan kualitas diskusi di dalam grup.
“Namun kenyataannya, aturan-aturan tersebut diabaikan, sehingga grup justru menjadi ruang bebas tanpa kendali untuk menyebarkan ujaran kebencian, fitnah, serta serangan pribadi yang tidak berdasar,” terangnya.
Forum Pemerhati Media Sosial Nian Sikka mengecam keras tindakan pembiaran oleh Admin Grup FPRS terhadap postingan yang memuat hoaks, perundungan, dan penghinaan terhadap Bupati Sikka.
Satrianus mengakui pihaknya menuntut Admin Grup FPRS untuk bertanggung jawab secara moral, etis dan hukum atas dampak dari konten yang mereka loloskan serta mendesak Admin Grup FPRS untuk menegakkan 10 poin aturan grup secara konsisten dan tanpa tebang pilih.
Pihaknya juga mendukung upaya hukum jika tindakan ini masuk dalam kategori pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik dan indikasi melakukan pencemaran nama baik terhadap pejabat publik maupun masyarakat.
“Admin kami mintai pertanggungjawaban secara hukum karena sebagai pihak yang ikut serta atau lalai menjaga ruang digital yang dikelolanya, atau ada pembiaran aktif,” paparnya. *
Penulis : Ebed de Rosary (Kontributor)
Editor : Wentho Eliando