Oleh: Walburgus Abulat
KEUSKUPAN Labuan Bajo merupakan keuskupan ke-38 yang ada di Indonesia dengan rincian 10 Keuskupan Agung dan 28 Keuskupan Sufragan.
Kesepuluh Keuskupan Agung yang ada di Indonesia yakni Keuskupan Agung Medan, Keuskupan Agung Palembang, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Agung Ende, Keuskupan Agung Kupang, Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Samarinda, Keuskupan Agung Makassar, dan Keuskupan Agung Merauke.
Keuskupan Labuan Bajo berada Provinsi Gerejawi Ende Regio Nusa Tenggara meliputi Keuskupan Agung Ende, Keuskupan Denpasar, Keuskupan Ruteng, Keuskupan Larantuka, Keuskupan Maumere dan Keuskupan Labuan Bajo.
Keuskupan Labuan Bajo sebagai Keuskupan ke-38 di Indonesia ditetapkan Sri Paus Fransikus pada 21 Juni 2024 lalu dan sekaligus mengangkat Rektor Unika Santo Paulus Ruteng, RD Dr. Maksimus Regus sebagai uskup perdananya.
Mgr. Maksimus Regus secara defenitif mengemban tugas sebagai Uskup Keuskupan Labuan Bajo usai ditahbiskan menjadi Uskup oleh Uskup Keuskupan Agung Jakarta Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo dengan Pendamping Uskup Agung Ende Mgr. Paul Budi Kleden, SVD dan Uskup Ruteng Mgr. Sipri Hormat di Gereja Santo Petrus Semaru Labuan Bajo, Jumat 1 November 2024.
Moto
Uskup Keuskupan Labuan Bajo Mgr. Maksimus Regus memilih moto Ut Mundus Salvetur Per Ipsum (Supaya Dunia Diselamatkan olehNya) yang diambil dari perikope Injil Yohanes bab 3 ayat 17.
Moto ini memuat empat semangat dasar gereja dipimpinnya yakni semangat berjalan bersama (sinodalitas), gereja yang terbuka (eklesiologis-inklusivistik) semangat solidaritas bagi kaum rentan dan semangat ekologis bagi alam ciptaan.
Sekilas tentang Keuskupan Ruteng dan Keuskupan Labuan Bajo
Keuskupan Labuan Bajo merupakan Keuskupan Baru di mana keuskupan ini sebelumnya masuk dalam wilayah Keuskupan Ruteng.
Sejarah umat Katolik dan Keuskupan Ruteng bermula dari adanya adanya pembaptisan lima orang Manggarai Perdana yang dibaptis menjadi penganut agama Katolik oleh Misionaris Serikat Jesuit asal Belanda RP. Henricus Looijmans, SJ di Jengkalang, Paroki Santa Maria Ratu Rosari Reo pada 17 Mei 1912.
Kelima Kelima orang katlik pertama itu yakni Katarina (Arbero), Henricus, Agnes Mina, Caecelia Weloe dan Helena Loekoe.
Sejarah gereja mencatat bahwa misi gereja katolik di Flores secara intensif dibuka pada tahun 1860 di mana saat itu, Prefek Apostolik Hindia Belanda Mgr. Petrus Francken yang berkedudukan di Jakarta (Batavia) mengirim Reverindus Dominus (RD). J.P.N. Sanders ke Larantuka.
RD. Sanders saat itu berkarya setahun di Larantuka, dan pada tahun 1861 ia kembali ke Jakarta (bdk. Artikel Sejarah Ringkas Gereja Lokal Keuskupan Ruteng dalam Buku Kenangan Tahbisan Uskup Ruteng Mgr. Hubertus Leteng 14 April 2020 halaman 42-59 dan Artikel Sejarag Misi Katolik Keuskupan Maumere dalam Buku The King’s Good Servant But God’s First –Kenangan 50 Tahun Pasthorus Maumere Karya Walburgus Abulat, Egenius Moa dan Jack Herin hal 1-7).
Misi yang dimulai RD. Sanders kemudian dilanjutkan oleh RD. F.J.W. Fransen. RD. Fransen kemudian, tepatnya pada tahun 1862 mendirikan sekolah pertama untuk masyarakat Flores yang berlokasi di Larantuka.
Setahun kemudian, otoritas kongregasi SJ mengutus Reverendus Pater (RP) G. Metz, SJ ke Larantuka, Flores. Kedatangan misionaris Kongregasi SJ ini membuka lembaran baru karya Kongregasi Serikat Yesus (SJ) di Nusa Tenggara.
Kehadiran misionaris SJ, selain ‘merawat’ umat Katolik yang sudah ada di Larantuka dan wilayah Sikka, para imam kongregasi ini juga terpanggil untuk menyebarluaskan agama Katolik ke wilayah barat Flores hingga ke Labuan Bajo.
Dalam semangat di atas, maka RP. Engbers, SJ yang saat itu (tahun 1911) dipercaya sebagai pastor tetap d Sikka meluangkan waktu untuk mengunjungi orang-orang katolik asal Larantuka yang berdomisili di Labuan Bajo selama enam hari sejak 14 hingga 19 Juni 1911.
Selama di Labuan Bajo, RP. Engbers membaptis anak-anak kecil orang Katolik asal Larantuka yang bekerja sebagai penyelam mutiara di Labuan Bajo (bdk:Buku Kenangan Tahbisan Uskup Ruteng Mgr. Hubertus Leteng 14 April 2020 halaman 45).
Setahun kemudian, tepatnya pada 17 Mei 1912, Misionaris Kongregasi SJ lainnya, RP. Henrikus Looijmans, SJ membaptis lima orang Manggarai Pertama yang masuk agama Katolik yang locusnya terjadi di Jengkalang, Kelurahan Wangkung, Kecamatan Reok.
Kelima orang Manggarai Perdana yang dibaptis menjadi penganut agama Katolik itu adalah Katarina (Arbero), Henricus, Agnes Mina, Caecelia Weloe dan Helena Loekoe.
Momen pembaptisan lima orang Manggarai ini menjadi berahmat karena awal bagi kongergasi SJ untuk memulai misi menaburkan benih-benih Sabda dan iman Gereja Katolik di Bumi Congkasae.
Semangat ini kemudian dilanjutkan dan diperdalam oleh Kongregasi Serikat Sabda Allah atau Societas Verbi Divini (SVD) selama periode 1914-1960.
Karya misinaris SVD di Manggarai Raya semakin mendapatkan maknanya pasca Tahta Suci mengangkat RP. Petrus Noyen, SVD menjadi Perfek Apostolik (Wakil Tahta Suci) Sunda Kecil di mana wilayah Perfektur Apostolik ini juga mencakupi Pulau Flores.
Mgr. Petrus Noyen, SVD kemudian menetapkan Ndona, Ende sebagai Pusat Perfektur Apostolik. Sejak dipercaya menjadi Perfek Apostolik Sunda Kecil yang berkedudukan di Ndona Ende, Mgr. Noyen melakukan tugas kegembalaan dengan mengunjungi umat Katolik di seluruh daratan Flores, termasuk di Manggarai Raya.
Sejarah Gereja mencatat, Mgr. Petrus Noyen, SVD melakukan patroli di sejumlah lokasi di Manggarai di antaranya Reo, Labuan Bajo, dan Ruteng pada Oktober 1914.
Setahun kemudian tepatnya November 1915 , Mgr. Noyen melakukan patrol di Reo, Labuan Bajo dan Ruteng. Pada saat kunjungan ini, Mgr. Noyen membaptis sejumlah orang Manggarai menjadi katolik.
Semangat yang telah diletakkan Mgr. Noyen ini dilanjutkan oleh ratusan para misionaris SVD lainnya. Sejumlah misionaris SVD dapat kita sebutkan, RP. Willem Back, SVD (1915-1918), RP. Bernhard Glanemann, SVD (1920), RP. Frans de Lange, SVD (1920), RP. Willem Janssen, SVD memilih menetap di Lengko Ajang sejak 1921.
Seterusnya, RP. Franz Dorn, SVD (1922), RP. Franz Eickmann, SVD (1923), RP. Leo Van Well, SVD dan RP. Thomas Koning,SVD (1927), RP. Piet Heerkens, SVD, RP.Theodorus Thoolen, SVD, RP. Nico Bot, SVD, RP. Adolf Burger, SVD; RP. Wilhelmus Van Bekkum, SVD yang tiba di Ruteng tahun 1937.
Pater Van Bekkum memusatkan perahtian pelayanannya pada etnologi dan persekolahan (bdk. bdk. Artikel Sejarah Ringkas Gereja Lokal Keuskupan Ruteng dalam Buku Kenangan Tahbisan Uskup Ruteng Mgr. Hubertus Leteng 14 April 2020 halaman 50-52).
Sejarah mencatat bahwa ketika kongregasi SVD merayakan perak misinya di Flores pada 20 Juli 1939 jumlah umat Katolik di Manggarai saat itu terdata 65.592 plus umat yang terbaptis baru sebanyak 7.388 orang. Umat sebanyak di atas saat itu dilayani oleh 14 orang misionaris SVD yang terpusat pada 18 stasi.
Sejak saat itu perkembangan umat Katolik di Manggarai sangat pesan. Perkembangan significan ini dipengaruhi kehadiran sekolah-sekolah katolik yang dirintis oleh RP. Wilhelmus van Bekkum, SVD yang kemudian dipercaya Tahta Suci menjadi Perfektur Apostolik di Ruteng (1951), dan menjadi Uskup Keuskupan Ruteng (1961).
Data menunjukkan bahwa posisi pada 1925 di Manggarai ada 25 sekolah. Saat perang dunia II (1944) jumlah sekolah katolik meningkat menjadi 52 buah dengan jumlah murid 7.638 siswa dan guru 117 orang (Ibid. 49).
Keberadaan sekolah-sekolah yang ada dijadikan medium untuk diberikan pengajaran agama Katolik dan kemudian mereka ini dibekali sebelum dibaptis.
Selain pastor SVD, kehadiran guru agama katolik di sekolah-sekolah turut andil meningkatkan jumlah umat katolik.
Tugas kegembalaan Mgr. Hendrikus Leven, SVD plus kehadiran para imam SVD pribumi seperti RP. Yan Bala Letor, SVD plus imam projo pertama dari Manggarai RD. Lukas Lusi. Plus RP. Markus Malar, SVD; RP. Zakarias Ze, SVD (1944).
Periode Vikariat Apostolik (1951-1961).
Pada tahun 1951, Paus Pius XII menetapkan pemekaran Apostolik Kepulauan Sunda Kecil menjadi tiga vikariat yakni Vikariat Ende, Vikariat Larantuka, dan Vikariat Ruteng.
Dengan status Vikariat maka tahta Suci mempercayakan RP. Wilhelmus Van Bekkum, SVD menjadi Wakil Tahta Suci di Ruteng. Mgr.Wilhelmus van Bekkum ditahbiskan oleh Mgr. Henricus Leven, SVD pada 13 Mei 1951.
Sebagai Vikaris Apostolik Mgr. Van Bekkum terus meningkatkan pelayanan. Untuk memudahkan pelayanan, Mgr. Van Bekkum memekarkan wilayah menjadi 4 dekenat yakni Dekenat Ruteng dengan Dekennya RP. Jan Karsten, SVD; Dekenat Cancar dengan Deken RP. Markus Malar, SVD; Dekenat Orong dengan Deken RP. Nico Bot, SVD; dan Dekenat Lengko Ajang dengan Dekan RP. Wilhelm Janssen, SVD.
Pada tahun 1953, Mgr. Van Bekkum menambah jumlah misionaris di Keuskupan Ruteng dengan mendatangkan para imam Kongregasi Fransiskan di bawah pimpinan RP. Fulco Vugts, OFM. Para imam kongregasi OFM ini diberi penugasan khusus di bidang pemeliharaan rohani.
Mgr. Van Bekkum kemudian menugaskan para imam Ordo Fransiskan untuk menangani Paroki Pagal sejak 8 April 1958. Mgr. Van Bekkum juga melakukan terobosan dengan mendatangkan seorang imam projo/sekuler dari Belgia RD. Rene Daem untuk memperkuat pastoral di Keuskupan Ruteng.
Semangat untuk membangun gereja semakin bertambah saat terjadinya momen berahmat penahbisan dua imam projo pertama dari Manggarai yakni RD. Yosef Fernandez dan RD. Max Nambu pada tahun 1960.
Kehadiran para imam lintas kongregasi, plus kehadiran imam pribumi serta pendirian sekolah-sekolah, termasuk Seminari Menengah Pius XII Kisol tahun 1955, dan Akademi Kateketik Ruteng pada 27 Agustus 1958 turut meningkatkan jumlah umat Katolik.
Aneka terobosan di atas semakin memberi ruang berahmat, tatkala Paus Yohanes XXIII melalui konstitusi Apostolik Quod Christum menetapkan berdirinya Hierarki Gereja Indonesia untuk terbentuknya 6 Provinsi Gerejawi (Keuskupan Agung) di Indonesia yakni Jakarta, Semarang, Medan, Makassar, Pontianak, dan Ende.
Mengacu pada ketentuan ini maka status Vikaris Apostolik (Wakil Tahta Suci) yang disandang Ruteng sebelumnya ditingkatkan menjadi Keuskupan. Dengan demikian, Mgr. Wilhelmus van Bekkum yang sebelumnya menjadi Uskup Tiaga/Wakil Tahta Suci) diberi wewenang menjadi Uskup Keuskupan Ruteng.
Mendekatkan Pelayanan
Setelah Ruteng mendapatkan status otonom sebagai Keuskupan tersendiri, maka sejak tahun 1961, Keuskupan yang saat ini memiliki umat sekitar 900 ribu lebih pernah dan sedang digembalakan oleh lima orang uskup.
Uskup pertama adalah Mgr. Wilhelmus van Bekkum, SVD (1961-1972), lalu Mgr. Vitalis Djebarus, SVD (1973-1981); Mgr. Eduardus Sangsun, SVD (1985-2008); Mgr. Hubertus Leteng (2010-2017); dan Uskup Ruteng saat ini Mgr. Siprianus Hormat (2020-sekarang).
Berkat kepemimpinan lima uskup di atas plus dibantu oleh ratusan imam dari pelbagai kongregasi dan imam diosesan, maka ziarah Gereja Katolik di Keuskupan Ruteng terbilang gemilang, baik secara kuantitas yang diukur dari jumlah umat, maupun dari sisi kualitas sumber daya manusia (SDM) pastoral dan implikasi pastoral di tengah umat.
Data menunjukkan bahwa dari 37 Keuskupan yang ada di Indonesia (sebelum pendefenitifan Keuskupan Labuan Bajo), Keuskupan Ruteng merupakan Keuskupan dengan jumlah umat Katolik terbanyak di Indonesia yakni di atas 900 ribu orang.
Untuk memudahkan dan mendekatkan pelayana kepada umat, maka pihak Keuskupan Ruteng mengusulkan pemekaran Keuskupan Ruteng dengan membentuk Keuskupan Labuan Bajo kepadaTatha Suci.
Usulan dan aspirasi elemen umat ini direspon oleh Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Sedunia dengan membentuk Keuskupan Labuan Bajo dan memilih RD. Dr. Maksimus Regus sebagai Uskup Perdana Keuskupan Labuan Bajo pada 21 Juni 2024 lalu.
Uskup Perdana Keskupan Labuan Bajo Mgr. Maksmus Regus ditahbiskan menjadi Uskup Labuan Bajo oleh Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo pada Jumat 1 November 2024. Selamat bertugas Mgr. Maksimus Regus-Ut Mundus Salvetur Per Ipsum (Supaya Dunia Diselamatkan olehNya). *
Penulis, adalah Wartawan Florespos.net dan Mudikalink,net
Editor : Wentho Eliando