LABUAN BAJO, FLORESPOS.net-Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) sepakat membentuk Satuan Tugas (Satgas) menyikapi mahalnya biaya hidup dan “mafia” harga di Labuan Bajo yang “mencekik” batang leher konsumen.
Satgas dimaksud lahir pada rapat Forkompimda Mabar di Labuan Bajo, Senin (3/ 6/ 2014), sebagai tindak lanjut viralnya kemahalan harga di kuliner Kampung Ujung Labuan Bajo Ibu Kota Mabar NTT beberapa jam sebelumnya.
Menanggapi wartawan usai pertemuan tersebut, Wakil Bupati (Wabup) Mabar, Yulianus Weng, mengatakan, Satgas dimaksud dibentuk untuk menyikapi sejumlah hal.
Selain bicara kemahalan harga makanan/minuman di kuliner Kampung Ujung, rapat tersebut juga membahas biaya hidup lain di Labuan Bajo yang juga mahal, seperti biaya tinggal wisatawan/ orang luar di ibu kota Mabar Provinsi NTT itu.
Pada rapat Forkompimda tersebut juga membahas penyebab mahal di tiket pesawat, mahal di hotel, mahal di penginapan, mahal di kos-kosan, mahal di sewa kapal, juga mahal di sewa kendaraan.
Nanti semua ini akan menjadi perhatian Pemkab/Forkompinda. Tetapi pada awal ini fokus bahas soal kemahalan kuliner Kampung Ujung.
Dan terkait pembentukan Satgas nanti Sekda Mabar yang membuat draf. OPD-OPD di lingkup Pemkab Mabar juga akan terlibat dalam eksekusinya. Tentang Satgas ini akan ada SK Bupati Mabar, ujar Wabup Weng.
Menyangkut kuliner Kampung Ujung, lanjut Wabup Weng, nanti Dinas Nakertrans Mabar akan secara ketat memantau di sana terkait menu makanan. Karena itu salah satu komitmen yang ditandatangani saat menempati kuliner tersebut.
Pihak-pihak yang menempati kuliner Kampung Ujung juga diminta harus menyiapkan timbangan didigital. Pengalaman selama ini pihak kuliner mungkin hanya perkiraan soal menu.
Misalnya tentang ikan 300 gram timbang langsung depan pembeli/konsumen yang hendak makan di kuliner tersebut atau beli bawah pulang ke rumah konsumen bersangkutan dan harga menu lain dari pihak kuliner. Berat ikan sekian, harganya sekian. Tidak kira-kira, tetapi pasti, karena timbang langsung depan dia yang mau makan di kuliner tersebut.
Dalam rapat tersebut juga bahas beberapa hal untuk ke depannya. Seperti terkait aturan/regulasi yang membolehkan Pemerintah Daerah menetapkan harga tertinggi barang.
Tentu terkait yang ini Pemda mengacu pada harga bahan bakunya. Misalnya ikan, apa pemilik kulinernya ambil dari pengepul ataukah langsung dari pemilik ikan. Berapa banyak dia mempekerjakan tenaga kerja. Berapa lombok yang dia gunakan, dan harga cabe itu berapa. Begitu juga bawang, listrik dan lain-lain.
Setelah itu semua dihitung baru ditetapkan harga batas atasnya. Dan tidak ada pihak yang rugi terkait ini, ungkap Wabup Weng.
Pada rapat Forkompimda itu juga disoroti terkait fasilitas publik harus bersih, tidak bau busuk.
“Orang berpikir walaupun harga mahal, naik sedikit, tetapi kalau fasilitas baik, menunjang, orang mungkin tidak mengeluh,” ujar Wabup Weng. *
Penulis: Andre Durung I Editor: Wentho Eliando