Ketika Suster Eustochia, SSpS Gemakan Wasiat Karya Kemanusiaan Tidak Boleh Mati

- Jurnalis

Kamis, 28 Desember 2023 - 06:54 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Suster Eustochia, SSpS

Suster Eustochia, SSpS

Oleh Wartawan Florespos.net Walburgus Abulat, Nomor HP 081330627795

Fiat justitia pereat mundus-Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun dunia harus binasa. Demikian adagium bahasa latin bermakna yang disampaikan Raja Hungaria dan Bohemia Ferdinand I (1503–1564).

Adagium ini hampir mirip dengan ungkapan Fiat justitia ruat caelum yang berarti Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh. Adagium terakhir ini diucapkan oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM).

Ungkapan bermakna, baik yang disampaikan Raja Hungaria Fedinand I, maupun Lucius Calpurnius Piso Caesonius di atas layak disandangkan kepada sosok pejuang kemanusiaan dan keadilan Suster Eustochia Monika Nata, SSpS atau yang akrab disapa Suster Eustochia.

Betapa tidak. Suster Eustochia selama 24 tahun berkarya di Divisi Perempuan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F) sejak tahun 1997, tak henti-hentinya mencurahkan seluruh perhatiannya dalam upaya membebaskan orang-orang sederhana, khususnya kaum perempuan dan anak korban perdagangan orang, kekerasan dan ketidakadilan lainnya di Flores dan NTT umumnya, dan Kabupaten Sikka, khususnya.

Di hati Suster Eustochia terpahat tekad membara agar keadilan bagi kaum perempuan dan anak korban kekerasan seksual, korban perdagangan orang harus ditegakkan, dalam situasi apa pun, meskipun terkadang ada pelbagai kendala dan tantangan datang menghadang.

Ya, Suster Eustochia merupakan sosok biarawati Kongregasi Religius Suster Abdi Roh Kudus atau dalam Bahasa Latinnya Congregatio Misionalis Servarus Spiritus Sancti (SSpS) selalu total  berjuang dan mengabdikan seluruh dirinya untuk mewujudkan keadilan selama memimpin Divisi Perempuan TRUK-F selama 24 tahun, sejak 6 November tahun 1997 hingga ajal menjemputnya pada 8 November 2021.

Biarawati asal Nggela, Kabupaten Ende itu selama mengemban tugas sebagai Koordinator Divisi Perempuan TRUK-F tampil sangat heroik dan tak kenal lelah.

Ia memperjuangkan keadilan, harkat dan martabat kaum perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual, korban perdagangan orang, dan korban ketidakadilan lainnya yang dialami warga Flores dan Lembata, khususnya, dan masyarakat Indonesia umumnya.

Ada ribuan korban ketidakadilan, korban kekerasan seksual, korban perdagangan orang, dan korban kemanusiaan lainnya yang diperjuangkan dan terus disuarakan oleh Suster Eustochia, SSpS selama dipercaya menjadi Koordinator Divisi Perempuan TRUK-F sejak tahun 1997 hingga November 2021.

Suster Eustochia, SSpS

Beberapa korban ketidakadilan yang pernah ditangani Suster Eustochia dan kru TRUK-F. Di antaranya memperjuangkan keadilan bagi 10 pekerja salah satu Toko  Roti di Kota Maumere yang menjadi korban perdagangan orang asal Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), dan Belu pada Januari 2015.

Dalam advokasi kasus ini, Suster Eustochia tak hanya melakukan pendampingan saat proses hukum berjalan, tetapi juga para korban ditampungnya di Shelter Santa Monika TRUK-F selama beberapa bulan, sebelum mereka diantar ke kampung halamannya.

Selama tahapan proses hukum, Suster Eustochia bersama belasan pastor dan suster di antaranya Provinsial SSpS Flores Bagian Timur (FBT), Suster Inosensia Loghe Pati,SSpS; Wakil Provinsial Sr. Thomasin, SSpS; Suster Ines Surat Lanan, SSpS; Reverendus Pater (RP.) Otto Gusti Madung, SVD; RP. Hendrik Dori Wuwur, SVD; RP. Marsel Vande Raring, SVD; RP. Toni Faot, Cs mendampingi 10 korban ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Sikka pada pada Sabtu 17 Januari 2015.

Di hadapan penyidik Polres Sikka, Suster Eustochia, mendesak agar pelaku kasus ini diproses sesuai mekanisme hukum yang berlaku.

Berkat pengawalan dan pendampingan intensif dari Suster Eustochia dan didukung kinerja aparat penegak hukum maka jaksa menahan suami istri pemilik salah satu Toko Roti di Kota Maumere dengan status untuk suami ditahan di Rutan Maumere, sementara istrinya menjalani tahanan Kota pada Selasa 2 Februari 2015.

Selama proses hukum kasus ini berjalan, Suster Eustochia, selalu mengawal jalannya proses hukum, termasuk menggelar rapat konsolidasi Kru TRUK-F dan mitra kerja pegiat kemanusiaan di Kantor TRUK-F pada Kamis 25 Februari 2015.

Berkat pendampingan intensif dan suara keadilan yang terus digemakan Suster Eustochia dan tim jejaring HAM maka aparat hukum memvonis suami istri pelaku dugaan perdagangan orang kasus ini masing-masing 1 tahun dan denda Rp100 juta untuk dua terpidana.

Selain kasus 10 karyawan toko di atas, kasus lain yang menjadi perhatian Suster Eustochia dan kru TRUK-F adalah kasus perdagangan orang yang dialami 17 pekerja pub yang berasal dari Jawa Barat yang dipekerjakan pada beberapa pub di Kota Maumere tahun 2021 lalu. Para pekerja yang jadi korban perdagangan orang ini dijaring oleh Tim Polda di beberapa Pub di Kota Maumere pada 14 Juni 2021.

Dalam advokasi kasus ini, Suster Eustochia selalu tampil pada garda terdepan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan korban perdagangan orang yang  nota bene semuanya beragama Islam, dan selalu  mendampingi korban saat proses hukum, maupun bersedia menampung mereka (korban) di Kantor TRUK-F Maumere selama beberapa pekan.

Baca Juga :  Lima Polisi di Manggarai Timur Terima Penghargaan

Suster Eustochia juga selalu membela dan memperjuangkan keadilan bagi 17 korban yang dijaring di pub itu, dengan mitra kerja di tingkat pusat seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI , Mabes Polri, dan Komnas Perempuan.

Satu hal yang patut dicatat bahwa perjuangan untuk menegakkan keadilan bagi para korban kekerasan seksual, korban perdagangan orang, dan korban ketidakadilan lainya terus dilakukan oleh Suster Eustochia, Kru TRUK-F dan mitra kerjanya. Bahkan perjuangan itu dilakukan Suster Eustochia, SSpS hingga menjelang akhir hidupnya atau lima hari menjelang kematiannya pada 8 November 2021.

Pada tanggal 2 November 2021, Suster Eustochia, SSpS memimpin aksi demo di Markas Polres Sikka dan di Kantor Kejari Maumere untuk memperjuangan keadilan bagi 17 pekerja pub yang menjadi korban perdagangan orang.

Dalam aksi ini, Suster Eustochia menyuarakan aspirasi   kaum tak bersuara  dengan meminta arapat penegak hukum untuk memproses pelaku sesuai mekanisme hukum yang berlaku.

“Kami minta agar aparat penegak hukum memproses pelaku,” kata Suster Eustochia dengan nada lantang.

Selain dua kasus di atas, juga ada  ratusan  kasus kekerasan, KDRT, dan human traffingking dengan ribuan korban menjadi concern perjuangan Suster Eustochia dan Kru TRUK-F.

Tiga kasus di antaranya yakni kasus perdagangan orang yang dialami seorang perempuan berusia 12 tahun pada tahun 2003, kasus kekekrasan dalam rumah tangga yang dialami  istri berstatus pegawai negeri sipil yang ditangani TRUK-F pada tahun 2009, dan  kasus perdagangan orang di mana korban ada tiga perempuan dari Jawa yang dipekerjakan pada salah satu pub pada tahun 2010. Semua korban diberikan pendampingan oleh Suster Eustochia  dan Kru TRUK-F sesuai visi dan misi lembaga ini.

Sementara pada tataran misi kemanusiaan di medan bencana dan masalah pengungsian, Suster Eustochia  menjadi salah satu garda terdepan melayani perempuan dan anak yang menjadi korban politik (Timor Leste) tahun 1999/2000, dan fokus menangani perempuan dan anak yang menjadi korban bencana yang turun langsung ke lokasi bencana, baik bencana gempa dan tsunami Aceh tahun 2004/2005 (bertugas selama empat bulan di Kabupaten Aceh Singkil), maupun korban bencana di sejumlah tempat di Indonesia di antaranya misi kemanusiaan untuk korban erupsi gunung berapi Rokatenda, Palue tahun 2013; misi kemanusiaan untuk korban bencana alam Palu, Donggala tahun 2018;  dan misi  kemanusiaan untuk korban bencana alam Badai Seroja di Lembata tahun 2021.

Dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak korban kekerasan di atas, serta menjalankan misi kemanusiaan di daerah bencana, Suster selalu tampil dengan totalitas membela hak-hak mereka dan memberikan aneka bantuan kemanusiaan.

Perjuangan Suster Eustochia  untuk membela kaum perempuan dan anak korban ketidakadilan itu selalu berakar pada kekuatan Allah Tritunggal Maha Kudus yang selalu hidup dalam hati manusia.

Spiritualitas  inilah  yang selalu dihidupi Kongregasi SSpS, termasuk Suster Eustochia. Relasi ini terlihat dalam semboyan Kongregasi SSpS “ Vivat Deus Unus Et  Trinus In Cordibus Nostris” yang berarti  Hiduplah Allah Tritunggal Dalam Hati Kita.

Dalam spirit Kongregasi SSpS dan sejalan dengan ketulusan pelayanan misi kemanusiaannya, Suster Eustochia selalu tampil sebagai sosok yang menyuarakan suara kaum tak bersuara (Voice of The Voiceless) dan total membaktikan diri untuk membela hak-hak mereka.

Ya itulah, secara sekilas sosok Suster Eustochia, SSpS  yang membela nasib perempuan dan anak hingga ajal menjemputnya.

Sebelum meninggal, dalam pelbagai kesempatan, termasuk saat peletakan batu pertama pembangunan Gedung Berlantai II TRUK-F pada 15 Desember 2020, atau 10 bulan menjelang wafatnya,  Suster Eustochia berpesan kepada semua Kru TRUK-F dan masyarakat yang hadir saat itu agar karya kemanusiaan yang telah dimulai dan diperjuangkannya selama ini bersama TRUK tidak boleh mati. “Saya (Suster Eustochia) boleh mati, tetapi karya  kemanusiaan TRUK tidak boleh mati,” pesan Suster Eustochia saat itu.

Pesan atau wasiat Suster Eustochia ini juga digemakan kembali  oleh Dosen Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero RP. Dr. Leo Kleden, SVD yang juga Mantan Provinsial SVD Ende, saat membawakan khotbah misa peringatan satu tahun wafatnya Suster Eustochia di Lapangan Yayasan Santo Gabriel Maumere, pada 8 November 2022.

Dalam  misa yang dipimpin Uskup Maumere Mgr. Edwaldus Martinus Sedu pada saat itu, Pater Leo menyentil lagi pesan bermakna yang selalu digaungkan Suster Eustochia, “Saya (Suster Eustochia, Red) boleh mati, tetapi karya   kemanusiaan tidak boleh mati” kata Pater Leo mengutip pesan yang disampaikan Suster Eustochia.

Baca Juga :  Pengurus OSIS dan MPK SMPN I Maumere Antusias Ikuti LDK Berkarakter Pancasila

Menurut RP. Leo, pesan yang ditinggalkan Suster Eustochia ini mau mengingatkan siapa saja, khususnya Kru TRUK-F untuk selalu melihat wajah Yesus dalam wajah sesama yang menderita.

“Suster Eustochia mau berpesan kepada TRUK-F  untuk selalu melihat wajah Yesus  yang  menderita dalam wajah sesama  yang mereka layani,” kata RP. Leo.

Menurut Pater Leo, kepemimpinan dan stuktur boleh berganti/berubah, tetapi roh dan semangat dasar TRUK-F yakni tetap sama yakni pelayanan kasih tanpa pamrih, terhadap orang-orang kecil, miskin, tertindas dan terpinggirkan.

Wasiat Suster Eustochia di atas, juga digelorakan lagi oleh Provinsial SSpS Flores Bagian Timur (FBT) Sr. Ines Surat Lanan, SSpS dalam sambutannya saat misa  1 tahun meninggalnya Suster Eustochia pada 8 November 2022 lalu.

“Saya (Suster Eustochia, SSpS) boleh mati, tetapi misi kemanusiaan tidak boleh mati,” demikian wasiat yang ditinggalkan Suster Eustochia yang disentil lagi oleh Suster Ines.

Suster Ines bersaksi bahwa untaian kata-kata yang diwasiatkan Suster Eustochia itu menjadi  nada dan nafas yang memberikan kehidupan bagi  dirinya, bagi TRUK-F, bagi SSpS, bagi SVD, dan seharusnya bagi semua orang yang mendengarkan sambutannya saat  itu.

“Saya merasakan bagaimana untaian kata-kata ini menjadi  nada yang memberi kehidupan kepadanya. Pada saat yang sama, saya merasakan kata-kata ini menjadi nafas yang sama, saya merasakan  kata-kata itu menjadi nafas yang memberi kehidupan bagi saya secara pribadi, bagi TRUK-F, bagi SSpS, bagi SVD, dan seharusnya bagi semua orang yang mendengarkan sambutan malam ini,” kata Suster Ines.

Suster Eustochia, SSpS

Suster Ines berharap agar  wasiat  Suster Eustochia yang  menggugah dan menggugat nurani, yang menggedor dan menghipnotis semua elemen warga ini bisa menginspirasi bagi siapa saja untuk terus berkolaborasi,dan terus  merajut gerakan bersama antara pemerintah, gereja dan masyarakat dalam upaya  melanjutkan misi kemanusiaan biarawari SSpS asal Nggela Kabupaten Ende itu.

Profil Singkat

Suster Eustochia lahir  di Nggela, Kabupaten Ende pada  26 Desember 1941.Ia menjalani pendidikan SD di SDK Nggela, Lio  1951-1957;  SMP di Lela 1957-1961; SMA di Maumere 1964-1966; dan  Studi Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta  1975-1978.Kaul pertama di Kongregasi SSpS pada  tahun 1964, dan kaul kekal pada tahun 1971.

Selama hidupnya, Suster Eustochia pernah menjalani beberapa profesi di antaranya sebagai Guru di beberapa sekolah di Maumere di antaranya SPG Bhaktyarsa Maumere dan menjadi Kepala Sekolah lembaga pendidikan calon guru itu selama 1980 hingga 1988, Pemimpin Postulan dan Novis  SSpS di Hokeng, Flores Timur  tahun 1988-1996; Pemimpin Komunitas Kongregasi SSpS Kewapante  1996-2002; dan sejak tahun 1997 hingga ajal menjemputnya ia dipercaya menjadi Koordinator Divisi Perempuan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F).

Selain menjadi Koordinator TRUK-F, Suster Eustochia  juga tampil sebagai narasumber di pelbagai momen kegiatan kemanusiaan baik lokal, nasional dan internasional di bidang  persamaan hak asasi manusia, persamaan gender, keadilan dan perdamaian, perjuangan hak-hak perempuan dan anak.

Salah satu andil Suster Eustochia di kancah Internasional tatkala ia dipercaya sebagai salah satu narasumber pertemuan Internasional yang diselenggarakan Status Perempuan Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada 22 Maret 2022.

Pada momen internasional yang dilangsungkan  secara Zoom Meeting ini, Suster Eustochia membawakan materi berjudul ‘Kemitraan TRUK dan Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di NTT.”

Suster Eustochia Monika Nata, SSpS meninggal dunia di RS Santo Gabriel Kewapante, Kabupaten Sikka pada Senin 8 November 2021 pukul 02.15 Wita.

Ya itulah gambaran sekilas sosok pejuang kemanusiaan Sr. Eustochia Monika Nata yang tak henti-hentinya menyuarakan suara kaum tak  bersuara (voice of the voiceless) selama masa hidupnya, yang total membaktikan diri bagi mereka bahkan yang berjuang hingga titik darah terakhir-menjelang ajal menjemputnya.

Kiranya semangat Suster Eustochia terpatri dalam diri kita semua yang lagi berziarah di dunia ini, khususnya bagi siapa saja yang melanjutkan karya kemanusiaan Suster Eustochia, kapan dan di mana pun.

Suster Eustochia boleh mati, tetapi karya/misi/spiritualitas kemanusiaannya yang menghadirkan wajah Yesus dalam diri wajah sesama yang menderita, khususnya perempuan dan anak korban ketidakadilan tidak boleh mati.

“Saya (Suster Eustochia, Red) boleh mati, tetapi karya kemanusiaan tidak boleh mati.” Kiranya wasiat atau pesan bermakna ini selalu kita gemakan dan aktualisasikan dalam keseharian hidup kita, apa pun profesi kita.

“Saya boleh mati, tetapi karya kemanusiaan tidak boleh mati,” kata Suster Eustochia. Deus Benedicat-Tuhan memberkati. ***

Berita Terkait

Puncak Pesta Intan, SDK Larantuka IV St. Cornelius Tandai dengan Tanam Pohon Cinta
Relawan Emas Dukung Paket JASA, Arkadius Bilang Ingin Djafar Tuntaskan Program
Menjamah yang Terluka
Menyedihkan! Usia Tiga Mobil Masih Seumur Jagung, Flores Timur Beli Mobil Baru Lagi untuk Pimpinan DPRD
Optimis PAD KP2 Manggarai Barat 2024 Capai Target, Siap “Berjibaku” dengan Nelayan
Anggota DPRD Ende Dorong Ada Langkah Hukum Setelah Pemasangan Plang di Alfamart Mahoni
Ansy Lema Jelaskan Alasan Memilih Jane Natalia, Perempuan untuk Masa Depan NTT
Misa Akbar Paus Fransiskus di GBK, Doa Umat Didaraskan Dalam Bahasa Manggarai
Berita ini 33 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 7 September 2024 - 19:29 WITA

Puncak Pesta Intan, SDK Larantuka IV St. Cornelius Tandai dengan Tanam Pohon Cinta

Sabtu, 7 September 2024 - 16:57 WITA

Relawan Emas Dukung Paket JASA, Arkadius Bilang Ingin Djafar Tuntaskan Program

Sabtu, 7 September 2024 - 08:38 WITA

Menjamah yang Terluka

Jumat, 6 September 2024 - 20:57 WITA

Menyedihkan! Usia Tiga Mobil Masih Seumur Jagung, Flores Timur Beli Mobil Baru Lagi untuk Pimpinan DPRD

Jumat, 6 September 2024 - 18:30 WITA

Optimis PAD KP2 Manggarai Barat 2024 Capai Target, Siap “Berjibaku” dengan Nelayan

Berita Terbaru

Anselmus DW Atasoge

Nusa Bunga

Menjamah yang Terluka

Sabtu, 7 Sep 2024 - 08:38 WITA