Oleh: Sarlianus Poma, S.Pd.,M.M
MASA kampanye Pemilu 2024 sudah dimulai sejak 28 November 2023 dan akan berakhir pada 10 Februari 2024 atau berlangsung selama 75 hari. Ini adalah tahapan penyelenggara pemilu serentak 2024 yang telah memasuki fase krusial.
Dalam masa ini, banyak ekspektasi yang diberikan masyarakat kepada para pasangan calon presiden dan wakil presiden maupun para calon anggota legislatif.
Meskipun kampanye gimik masih marak, kampanye gagasan paling dinantikan oleh calon pemilih.
Kampanye merupakan momentum penting untuk peserta pemilu menarasikan dan menyampaikan visi, misi, dan program termasuk upaya untuk meraih simpati pemilih sehingga bisa terbangun koneksi dengan rakyat atas janji yang disampaikan.
Lantas isu apa yang paling ditunggu publik untuk dibahas oleh para calon? Publik Indonesia menantinya.
Dalam masa kampanye yang berlangsung 75 hari ini adalah waktu yang cukup singkat buat para calon presiden dan wakil presiden serta calon anggota legislatif untuk menyampaikan visi, misi dan programnya kepada masyarakat.
Masa kampanye selain penting bagi para calon presiden dan wakil presiden serta calon legislatif, masa kampanye juga adalah momen penting bagi khalayak/masyarakat Indonesia untuk mendengar pemaparan visi, misi dan program dari para calon presiden dan wakil presiden serta calon anggota legislatif.
Menurut Rogers dan Storey, bahwa kampanya adalah serangkaian kegiatan komunikasi yang terorganisasi dengan tujuan untuk menciptakan suatu akibat tertentu terhadap sasaran secara berkelanjutan dalam periode tertentu.
Sementara itu menurut International Freedom of Expression Exchange (IFEX), mendefinisikan bahwa kampanye adalah suatu kegiatan yang memiliki tujuan-tujuan praktis yang mengejar perubahan sosial publik dan semua aktivitas kampanye memiliki dampak untuk mempengaruhi dengan mengharapkan komunikasi dua arah.
Pembuat keputusan pun mempunyai dua pilihan, yaitu: pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung yakni melalui saluran media tertentu yang membentuk pendapat umum lalu memberikan dukungan terhadap kegiatan kampanye tersebut.
Dengan waktu kampanye yang singkat dan letak geografis Indonesia yang merupakan Negara kepulauan membuat para calon atau para peserta pemilu kesulitan untuk menjangkau seluruh konstituennya.
Waktu kampanye yang singkat mempunyai implikasi yang serius untuk peserta pemilu. Mereka tidak dapat menjangkau daerah lebih luas, tidak dapat menjumpai konstituennya secara langsung serta tak punya cukup waktu untuk mempersuasi pemilih yang beragam.
Sejatinya, dengan situasi pemilu yang sangat besar dan dinamis, kondisi geopolitik, budaya, multikultur, ditambah lagi terdapat banyak partai politik dan calon (calon legislatif) serta daerah pemilihan yang luas, dibutuhkan durasi kampanye yang panjang. Hal itu bertujuan agar calon pemilih bisa mengenal peserta pemilu (Gumay, 2022).
Harapan dan kerinduan publik untuk mendengar pemaparan visi, misi, dan program para calon presiden dan wakil presiden serta calon legislatif harus terpenuhi.
Bahkan, publik ingin menjumpai dan mendengar pemaparan visi, misi dan program para kandidat secara langsung. Publik ingin dalam masa kampanye ini ada ruang diskursus atau dialog antara para kandidat dengan masyarakat.
Sehingga melalui ruang-ruang tersebut bisa ada dialog interaktif antara para kandidat dengan masyarakat pemilih. Ini sebagai bentuk perwujudan dari demokratisasi dalam menciptakan masyarakat informatif dan berkeadilan.
Dalam teori tindakan komunikatif dan buku yang berjudul The Structural Transformation of the Public Sphere (1962), masyarakat komunikatif dapat melakukan kritik melalui argumentasinya dengan diskursus publik (Hardiman, 2009).
Sementara itu, dalam perspektif komunikasi politik dan ruang publik Jurgen Habermas (2007), kampanye merupakan komunikasi politik strategis untuk membangun diskursus publik, yang memungkinkan perseteruan gagasan dan argumentasi sehingga terwujud kampanye inklusif dan komunikasi dua arah (two way communication).
Ruang publik sebagai ruang demokrasi dapat memfasilitasi antara penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan pemilih dengan dinamika komunikasi yang sehat dan rasional.
Terlebih, saat ini pemilih sangat membutuhkan untuk membangun koneksi dua arah dengan para kandidat agar tidak salah pilih di TPS.Civil society dapat dijadikan sebagai mitra strategis untuk dapat mewujudkan kampanye pemilu yang berkeadilan dan berkeadaban.
Publik punya hak untuk mengetahui (right to know) calon presiden dan wakil presiden serta calon wakil rakyat yang hendak dipilihnya (Neni Nurhayati, Media Indonesia, 2023).
Keterbukaan ini penting agar publik bisa memastikan bahwa yang bersangkutan itu memenuhi sebagai Capres, Cawapres dan Caleg.
Temuan dan penelusuran yang dilakukan beberapa media, terdapat adanya 18 orang dari total 27 mantan terpidana kasus korupsi yang telah ditetapkan sebagai calon DPR RI Pemilu 2024, status hukumnya disembunyikan (Media Indonesia, 06/12/2023).
Ketika sejak awal para caleg sudah tidak jujur bagaimana hendak membangun demokrasi yang sehat dan menciptakan fairness kontestasi antarsatu peserta pemilu dengan peserta pemilu yang lain.
Publik perlu mengetahui rekam jejak (track record) para calon presiden dan wakil presiden serta para calon legislatif.
Publik harus punya referensi yang kuat dari para calon presiden dan wakil presiden serta para calon legislatif sebelum menjatuhkan pilihannya.
Hasil survei nasional yang dilakukan Indikator Politik Indonesia (2021) menunjukkan bahwa sekitar 92,3% pemilih merasa tidak dekat dan mengenal secara dekat para kandidat atau para peserta pemilu.
Tidak mengenalnya publik terhadap para kandidat menunjukkan kurangnya referensi publik terhadap kandidat dan kurangnya ketokohan dari kandidat tersebut.
Rendahnya partyID dan ketokohan yang menguat menjadi indikasi terjadinya pragmatisme politik. Hal itu tentu berdampak buruk terhadap wajah demokrasi pada perhelatan Pemilu 2024.
Penting bagi publik untuk mengetahui rekam jejak (track record) dan referensi para calon presiden dan wakil presiden serta para calon legislatif, berupa riwayat pendidikan, politik gagasan, pengalaman di politik dan organisasi, maupun informasi lain yang dibutuhkan pemilih.
Dalam masa kampanye yang singkat ini dibutuhkan strategi dan taktik dari para kandidat untuk meyakinkan para pemilih agar pemilih menjatuhkan pilihannya kepada mereka.
Ini bukan pekerjaan yang mudah. Ini membutuhkan branding dan pengemasan isu yang baik. Branding dan pengemasan isu perlu dilakukan secara baik dan rapih. Dalam tataran ini, peran media sangat dibutuhkan.
Dibutuhkan branding dan pengemasan secara massif terutama peran media yang mempunyai peranan krusial dalam membentuk opini publik di masyarakat.
Posisi media menjadi jembatan komunikasi untuk mengemas pesan dan kampanye menjadi lebih luas. Bagaimanapun, pers selalu menjadi garda terdepan dalam memberitakan isu krusial di tahapan kampanye.
Menurut Bill Kovach dan Tom Rosentiel (2003), salah satu elemen jurnalisme ialah berupaya membuat isu menjadi penting, menarik, dan relevan.
Pertanyaan di awal, lantas isu apa yang paling ditunggu publik untuk dibahas oleh para calon? Isu yang dibahas tentu publik akan mendengar langsung dari para kandidat lewat pemaparan visi, misi dan program.
Para kandidat harus hadir dengan gagasan progresif yang memiliki koneksi isu dengan kebutuhan masyarakat sehingga terbangun koneksi emosional.
Dengan sendirinya, kredibilitas dan kepercayaan pemilih dapat terbangun dengan baik. Karena, meski dengan penampilan menarik, fisik menyenangkan jika kredibilitasnya rendah akan terjungkal (Mulyana, 2021).
Partisipasi para calon presiden dan wakil presiden serta para calon legislatif untuk hadir di tengah masyarakat menunjukkan bentuk tanggung jawab dan keterbukaan dengan pemilih, serta mendengarkan apa yang menjadi aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Dalam ilmu komunikasi, mendengarkan ialah kemampuan komunikasi terbaik. Persuasive communication menjadi hal yang sangat penting dalam penyampaian visi dan misi, serta program dan inovasi apa yang bisa dihadirkan untuk menjadi solusi permasalahan di masyarakat.
Strategi komunikasi yang dilakukan tentu harus dapat dimengerti menjadi kunci dalam komunikasi efektif.
Sehingga publik memahami arah visi dan misi serta program para calon presiden dan wakil presiden serta para calon legislatif untuk kepentingan bangsa dan Negara Indonesia.
Masa tahapan kampanye yang sangat pendek tentu harus dimanfaatkan seefektif mungkin oleh para kandidat.
Gunakanalah waktu kampanye yang singkat ini sebagai ruang dialog dengan masyarakat untuk mendengar aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Sehingga apa yang menjadi kebutuhan dan harapan masyarakat bisa didengar dan diakomodir.
Komitmen serta konsistensi yang berbasis pada politik nilai dengan tidak menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan akan membentuk perspektif masyarakat atau opini publik bahwa Capres, Cawapres dan Caleg tersebut berkualitas, berintegritas, jujur dan bermoral.
Kehadiran civil society sebagai kontrol sosial juga penting untuk menjaga situasi Pemilu 2024aman dan damai.
Dengan demikian akan tercipta kampanye yang damai serta iklim demokrasi yang sehat. Selain itu, masyarakat (civil society) juga harus cerdas dan tetap kritis dalam memilih para Capres dan Cawapres serta para Caleg di Pemilu 2024.
Semoga kita menjadi pemilih cerdas yang berwawasan dan kritis dalam menyambut kontestasi Pemilu 2024. *
Penulis, adalah Dosen dan Ketua LPPM STIM Kupang, Peneliti Muda IRGSC