Oleh:Pieter Sambut
BORONG, FLORESPOS.net-Hilarius Japi, jurnalis senior yang sekitar 3 bulan lalu terkapar tak berdaya di kamar kosnya, gang Laskar, Citayem, Depok, Jawa Barat karena terserang stroke kedua memang tergolong pasien paling beruntung.
Selain selamat dari maut untuk keduakalinya, para sahabat mekas Hila urun rembuk untuk meringankan biaya hidup dan membiayai terapi Sop Subarashi, super food asal Jepang yang harganya juga super bagi yang berkantong tipis, tapi produk bagus bagi penderita stroke, darah tinggi, jantung, paru-paru, diabetes, gerd dsb.
Mekas Hila juga beruntung lolos dari vonis lumpuh total. Dia yang tak berdaya mengurus dirinya dalam segala hal boleh mengalami “mukjizat” Tuhan segera setelah menginjakkan kaki di tanah Manggarai. Puji Tuhan.
Jumat, (6/10/2023) keberuntungan mekas Hila semakin berlipat ganda setelah berjumpa dengan putra semata wayangnya, Randy Adoe Lanur (29).
Randy yang selama ini menetap di Sorong, Papua Barat rela menempuh perjalanan nan jauh dengan kapal laut dari Sorong menuju Kupang dan tiba, Selasa (3/10/2023).
“Saya naik kapal laut bapa dan tiba di Kupang Selasa lalu. Saya mohon izin sama mama untuk mengunjungi ayah (Hila) di Mesi dan mama ikhlas mengizinkannya,” ujar Randy dengan suara penuh sukacita
Sejak lahir ke dunia ini, Randy memang belum pernah mengenal, apalagi melihat sosok ayah kandungnya. Seiring dengan pertambahan usia, Randy mulai bertanya tentang sosok sang ayah. Terbersit kabar bahwa sang ayah adalah seorang jurnalis asal Manggarai, Flores dan menetap di Jakarta.
Ada kerinduan untuk berjumpa dengan sang ayah. Tidak ada rasa benci atau marah terhadap sang ayah. Dia juga enggan bertanya, mengapa ayahnya tak pernah bersama mereka. Dia hanya ingin bertemu secara fisik dengan sang ayah.
“Keinginan untuk bertemu ayah sebenarnya sudah muncul sejak 2 tahun lalu. Tapi saat itu, perusahaan tempat saya bekerja tidak memberi izin. Tapi saya sering berkomunikasi dengan ayah via telepon,” ungkap Randy.
Serangan stroke kedua yang menimpa mekas Hila, ayahnya diketahui Randy dari media sosial (medsos). Ketika mekas Hila terbaring tak berdaya di RS Hermina Jatinegara, Randy rutin berkomunikasi dengan Venantio, putra saya yang setia menjaga mekas Hila di rumah sakit.
Dia selalu bertanya tentang perkembangan kesehatan sang ayah dan tak lupa menyampaikan terimakasih karena telah mengurus ayahnya.
Saya sendiri rutin mengirim kabar, baik dalam bentuk foto, video dan cerita tentang kondisi kesehatan mekas Hila, termasuk rencana perjalanan pulang ke kampung.
Randy tampak senang mendengar atau membaca kisah perkembangan kesehatan ayahnya dari waktu ke waktu, termasuk mukjizat bisa jalan tanpa tongkat setelah tiba di tanah Manggarai.
Randy memang telah berjanji akan mengunjungi ayahnya jika mendapat izin dari perusahaannya. Janji Randy ternyata ditepati.
Dia rela menempuh perjalanan jauh nan melelahkan dari ujung Timur negeri ini ke ujung Selatan, kota Kupang dan selanjutnya menuju Utara, pelabuhan Ferry Aimere.
Dari Aimere menempuh perjalanan yang lebih berat lagi dengan pickup bak terbuka menuju Mesi, kampung halaman sang ayah. Jalan dari Waelengga ke Mesi memang tidak bersahabat.
“Kerinduan saya terbayarkan bapa. Saya bisa ketemu ayah. Rasa capek dan lelah sirna seketika, dihalau energi sukacita yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Hanya air mata bahagia bercampur haru bisa bertemu ayah. Kami hanyut dalam pelukan rindu dan bahagia. Ayah juga menangis,” ujar Randy melalui telepon seluler dari Saghe, Rana Kolong, kampung tua ayahnya.
Mekas Hila memang beruntung memiliki seorang putra yang penuh cinta merindukannya. Kerinduan dan cinta sang anak yang juat meretas segala rintangan, sekat-sekat psikologis dan fisik serta jarak geografis yang tidak ringan.
Tentu keberuntungan mekas Hila akan menjadi sempurna apabila mamanya Randy, perempuan cantik asal Rote yang pernah mengisi ruang kosong di hatinya 30-an tahun silam bisa saling berjumpa, saling memaafkan dan jika memungkinkan dapat merajut kembali asa yang samar-samar.
Kata orang, masa lalu tidak perlu disesali atau ditangisi. Kita hidup bukan untuk toleh ke belang tapi menuju masa depan.
Masa kini adalah momen yang baik untuk berdamai dengan masa lalu, termasuk menghapus luka-luka batin yang menjadi beban psikologis. Perlu ada rekonsiliasi, memohon maaf dan memaafkan atas jejak-jejak masa lalu yang getir.
Mari kita bergandengan tangan menatap hari esok dengan sukacita, sebab Tuhan selalu bersama kita. Turut bahagia mekas Hila. Cepat pulih ya! *