ENDE, FLORESPOS.net-Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau Keuskupan Agung Ende (KAE), RD Reginal Piperno mengatakan permasalahan keberangkatan tenaga kerja atau pekerja migran secara ilegal adalah masalah klasik yang hingga saat ini sulit dicegah.
Hal ini terus terjadi karena pencegahan yang dilakukan bukan pada persoalan dasarnya namun lebih pada masalah yang muncul di permukaan.
RD Perno yang sudah terjun menangani masalah ini sejak tahun 2015, mengatakan alasan yang diketahui saat ini adalah masalah ekonomi dan kesulitan lapangan kerja.
Namun dalam penelusuran dan pendampingan ditemukan banyak pekerja migran dari Flores yang terjebak dengan masalah non prosedural berasal dari wilayah yang subur.
“Yang kita ketahui saat ini mereka nekat berangkat tanpa prosedur itu adalah karena ekonomi dan susah mendapatkan lapangan kerja. Tetapi sebagian besar yang terjebak dalam kasus itu malah dari daerah yang subur,” kata RD Reginal Piperno yang akrab disapa Romo Perno di Rumah PSE Ende, Kamis (1/5/2025).
Pastor yang juga Anggota Badan Pengurus Divisi Migran Perantau KWI ini mengatakan dalam pendampingan yang dilakukan ia menemukan masalah dasar atau faktor utama penyebab orang Flores banyak terjebak dalam masalah pekerja migran non prosedural.
Dari berbagai persoalan yang terjadi, kata Romo Perno, faktor utama yang menyebabkan orang Flores gampang terjebak dalam masalah pekerja non prosedural karena masalah mental.
“Mental masyarakat kita masih pada hal yang instan seperti cepat dan gampang dapat uang. Kita lihat bahwa mereka yang banyak terjebak itu dari daerah yang subur. Berarti di sini kita bisa lihat bahwa persoalannya bukan lapangan kerja tetapi masalah mental. Kita lebih suka pada hal yang cepat dan gampang,” katanya.
Dengan mentalitas seperti itu, kata Romo Perno, maka seseorang gampang terjebak dalam tawaran yang tidak jelas dan berangkat secara non prosedural.
Lebih ironisnya pekerja yang terjebak secara non prosedural adalah orang-orang yang berpendidikan.
Mental seperti ini sudah tertanam lama. Misalnya orangtua menyekolahkan anak orientasinya jadi Pegawai Negeri Sipil. Orang lebih bangga jika anaknya mengenakan pakaian PNS atau bekerja di kantor pemerintah.
Orientasi ini yang masalah. Karena ketika anak tidak lulus PNS maka akan putus asa dan pasti mudah terjebak dengan tawaran-tawaran seperti ini.
Faktor lain yang menyebabkan orang Flores mudah terjebak dalam masalah tenaga kerja non prosedural yaitu rumitnya mengurus dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga dan kartu pencari kerja.
“Ini fakta, urus KTP dan KK saja harus antre dan berhari-hari, bagaimana orang mau urus dokumen lain. Dengan kerumitan seperti ini maka membuat orang mencari jalan pintas untuk mencari kerja”.
Romo Perno menyarankan agar semua pihak terkait terlibat membenahi hal tersebut. Dikatakannya terkait dengan masalah mental harus ditanamkan sejak usia dini.
“Kita harus terlibat untuk melakukan pembenahan. Benahi mentalitas mulai dari pendidikan dasar dan selanjutnya agar selesai sekolah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri bukan mengharapakan jadi pegawai negeri,” katanya.
Pastor Perno juga menyebutkan saat ini sekitar sepuluh ribu lebih warga Ende yang bekerja di luar negeri dan sebagian besarnya adalah pekerja non prosedural.
“Tidak ada data yang pasti karena setiap hari ada orang yang berangkat. Namun dari pendataan yang kita lakukan angkanya berkisar itu,” katanya.
Pada tahun ini sudah ada tujuh orang pekerja migran asal Ende yang meninggal di perantauan. Dari tujuh orang itu orang berhasil dibawa pulang ke kampung halamannya dan satu orang tertahan di sana. *
Penulis : Willy Aran
Editor : Wentho Eliando