MAUMERE, FLORESPOS.net-Selama kurun waktu tahun 2019, sebanyak satu dari delapan orang di dunia hidup dengan gangguan jiwa serta 301 juta orang hidup dengan gangguan kecemasan termasuk 58 juta anak-anak dan remaja.
Selain itu, 280 juta orang hidup dengan depresi, termasuk 23 juta anak-anak, 40 juta orang mengalami gangguan bipolar serta 1 dari 300 ( 24 juta orang di seluruh dunia ) menderita Skizofrenia.
“Sebanyak 14 juta orang mengalami gangguan makan termasuk hampir 3 juta anak-anak dan remaja,” sebut Plt.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Petrus Herlemus, Kamis (13/3/2025).
Petrus menyebutkan, gangguan makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa memiliki peningkatan risiko penggunaan narkoba, bunuh diri, dan komplikasi kesehatan yang signifikan.
Sementara tahun 2022 terdapat 300 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa meliputi depresi, bipolar (disorder/manik depress), demensia termasuk 240 juta orang yang mengalami skizofrenia.
“Satu diantara empat orang akan mengalami efek gangguan jiwa pada satu saat dalam kehidupannya.Empat dari lima orang dengan gangguan jiwa di negara berkembang tidak menerima pengobatan,” paparnya.
Petrus memaparkan, setiap 40 detik terdapat satu orang yang melakukan bunuh diri dan dari 1.000 orang, terdapat 38 orang yang menggunakan narkoba dalam setahun terakhir di tingkat rumah tangga (3,8 %).
Selain itu, terdapat 4,6 % kelompok umur 20-29 tahun menggunakan narkoba dan 33 orang korban meninggal per hari memiliki riwayat penyebab awalnya penyalahgunaan NAPZA (narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya).
Dia menyebutkan, situasi kesehatan jiwa saat ini, SDM kesehatan jiwa masih terkonsentrasi di kota-kota besar sehingga mempengaruhi akses dan kontinuitas layanan kesehatan jiwa.
“Layanan kesehatan jiwa belum secara merata terintegrasi di layanan primer, masih kurang dokter dan perawat terlatih jiwa serta ketersediaan obat baik jenis dan jumlah masih kurang,” tegasnya.
Petrus menambahkan, saat ini kesadaran masyarakat akan kesehatan jiwa dan pembedayaan masyarakat belum kuat serta otonomi daerah membuat pemerintah daerah memegang peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan jiwa di wilayahnya.
Ia menerangkan,dasar kebutuhan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa yakni kesehatan jiwa adalah bagian yang paling banyak terintegrasi dalam semua aspek kehidupan seperti pendidikan, hukum, perlindungan anak dan perempuan, kesehatan, sosial, politik dan keamanan.
Selain itu, ODGJ termarjinalkan, tidak mendapat pelayanan yang semestinya serta masih adanya stigma dari masyarakat serta media dan masyarakat sering mengeksploitasi dan mendramatisasi ODGJ.
“ODGJ sering mengalami pelanggaran HAM sehingga lahirnya Undang-Undang Kesehatan Jiwa diharapkan dapat memberikan akses yang besar kepada masyarakat dalam pelayanan kesehatan jiwa yang komperhensif dan berkesinambungan,” terangnya.
Hadirnya undang-undang kesehatan jiwa diharapkan dapat menjamin setiap orang mencapai kualitas hidup yang baik, dan dapat mengembangkan potensi kecerdasan majemuk.
Memberi perlindungan hukum,sosial dan advokasi bagi ODGJ serta tersedianya anggaran yang cukup bagi upaya kesehatan jiwa dan pembiayaan bagi ODGJ.
Lanjutnya, tujuan pembangunan kesehatan jiwa yakni terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, perlu berbagai upaya kesehatan jiwa dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
“Upaya kesehatan jiwa harus diselenggarakan secara terintegrasi, komperhensif dan berkesinambungan oleh pemerintah, pemda dan atau masyarakat,” terangnya.
Petrus menjelaskan, tujuan pembangunan kesehatan jiwa juga menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam upaya kesehatan jiwa.
Juga untuk meningkatkan mutu upaya layanan kesehatan jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Pembangunan kesehatan jiwa juga bertujuan memberikan kesempatan bagi Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) melaksanakan kewajiban sebagai warga negara Indonesia,” pungkasnya. *
Penulis : Ebed de Rosary (Kontributor)
Editor : Wentho Eliando