MAUMERE, FLORESPOS.net-Penggagas awal perjuangan mendapatkan tanah di lahan Hak Guna Usaha (HGU) Nangahale, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menyesalkan melencengnya perjuangan.
Saat konferensi pers di Maumere, Kabupaten Sikka, Sabtu (25/1/2025), Muhamad Yusuf Lewor Gobang mengaku awalnya hanya memperjuangan tanah kosong di lahan HGU Nangahale sesuai kesepakatan yang dibuat.
“Tahun 2014, saya merantau ke Kalimantan lalu saya mendengar ada perubahan perjuangan. Awalnya kami hanya meminta lahan kosong di HGU Nangahale saja,” ungkapnya.
Yusuf menyesalkan perjuangan berkembang menjadi mengambil semua lahan HGU Nangahale dan bertentangan dengan perjuangan awal yang digagasnya bersama beberapa teman dari etnis Tana Ai.
Yusuf menjelaskan, tahun 1996 dirinya bersama Yohanes Nong Silvester dan Jai Yohanis bertemu di rumah Yohanes Nong Silvester di Kelurahan Waioti, Kota Maumere, Kabupaten Sikka.
Dalam pembicaraan, kata pria yang sebelum tahun 2007 bernama Yosef Lewor Gobang, disepakati 5 agenda perjuangan yakni stigma Tana Ai Ngangan (Orang Tana Ai Bodoh) harus dihilangkan.
Agenda kedua, tanah hak ulayat baik di hutan lindung Egon Ilmedo dan Wukoh Lewoloroh harus dapat dikembalikan kepada masyarakat yang ada di situ tetapi dilihat dari posisi kedudukan tanah tersebut seperti apa.
Selain itu sebut Yusuf, meminta agar pemerintah memberikan kepada mereka sedikit lahan kosong di lokasi HGU Nangahale seluas 783 hektar.yang dikembalikan oleh Vikaris Apostolik Ende ke Pemerintah Swapraja Sikka kala itu.
“Tujuan perjuangan kami untuk menggenjot perhatian pemerintah dan pihak gereja maka kami inginkan tanah HGU yang kosong diberikan kepada kami bukan kepada orang dari luar wilayah Tana Ai,” ucapnya.
Yusuf beralasan, tahun 1992 saat gempa dan tsunami melanda, lahan seluas 20 hektar lebih di lokasi HGU Nangahale diberikan kepada pengungsi dari pulau untuk perumahan.
Penulis : Ebed de Rosary (Kontributor)
Editor : Wentho Eliando
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya