LABUAN BAJO, FLORESPOS.net-Berbagai kegiatan keagamaan di keuskupan Ruteng, Flores Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun- tahun terakhir setidaknya untuk membangun spiritual berbasis budaya melalu avent gastronomi lokal dan travel pattern pariwisata religi katolik.
Hal itu didiskusikan bersama RD. Inosensius Sutan dan tim Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) di Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng Kabupaten Manggarai pada Jumat (11/10/2024) sore lalu. BPOLBF dibawah pimpinan Plt. Direktur Utama, Fransiskus Xaverius Teguh.
Poin-poin penting yang dibahas dalam diskusi tersebut antara lain penyelenggaran festival di wilayah keuskupan Ruteng seperti Festival Golo Koe, Festival Golo Curu, dan Festival Lembah Sanpio dalam Konteks Budaya dan Religi.
Terkait itu, Keuskupan Ruteng telah menetapkan tanggal penyelenggaran event secara rutin setiap tahun. Festival Golo Koe Maria Assumpta Nusantara pada 10 – 15 Agustus; Festival Lembah Sanpio Kisol Maria Bunda Segala Bangsa 4 – 8 September; dan Festival Golo Curu Maria Ratu Rosari 3 -7 Oktober.
Menurut Frans Teguh, Festival Keuskupan Ruteng bukan hanya sebuah perayaan, tetapi juga merupakan kesempatan emas untuk memperkuat ikatan komunitas agama dan menarik lebih banyak wisatawan untuk mengunjungi keindahan dan kekayaan budaya keagamaan di Keuskupan Ruteng.
“Festival di Keuskupan Ruteng bukan hanya sebuah perayaan, tapi juga merupakan kesempatan emas untuk memperkuat ikatan komunintas agama dan menarik lebih banyak wisatawan untuk mengunjungi dan menikmati keindahan dan kekayaan budaya religi di Keuskupan Ruteng,” Kata Frans Teguh.
- Inosensius Sutam tekankan poin penting yang berbeda dari 3 festival yang diselenggarakan, Golo Koe yang mengusung tema kolaborasi antar umat beragama, Golo Curu memngangkat tema devosi yang sangat membumi, dan Lembah sanpio membawa unsur kolaborasi UMKM yang sangat merakyat. Kehadiran festival-festival ini merupakan bukti nyata peran Gereja Katolik dalam mendukung pembangunan kepariwisataan yang inklusif bagi seluruh pihak.
“Golo Koe ialah kolaborasi antar umat beragama, Golo Curu tentang devosi yang sangat membumi dan Lembah sanpio tentang kolaborasi UMKM yang sangat merakyat. Kehadiran festival-festival ini merupakan bukti nyata peran Gereja Katolik dalam pembangunan kepariwisataan yang inklusif bagi seluruh pihak,” jelas Romo Ino.
Pada kesempatan yang sama, selain berdiskusi terkait festival, beberapa poin penting lainnya yang dibahas adalah terkait Travel Pattern (peta perjalanan wisata) religi Katolik di pulau Flores.
Pada kesempatan itu Romo Ino menyambut baik peluncuran Travel Pattern/peta perjalanan ziarah religi Katolik di pulau Flores. Ia juga mengingatkan perlunya sebuah gerakan bersama untuk memberikan narasi religi yang disepakati bersama serta gerakan bersama untuk warga keuskupan di seluruh Flores untuk berziarah.
“Saya menyambut travel pattern ini dengan baik, namun diingat bahwa perlu sebuah gerakan bersama untuk memberikan narasi yang disepakati bersama serta gerakan bersama untuk warga keuskupan seluruh Flores untuk berziarah,” kata Romo Ino.
Selain diskusi terkait festival dan travel pattern wisata religi Katolik di tanah Flores, pembahasan terkait penerapan Budaya Manggarai pada Masterplan Kawasan Parapuar yang dikelola BPOLBF juga menjadi salah satu topik diskusi. Menurut Romo Ino, kehadiran Natas Parapuar dapat menjadi salah satu opsi dan langkah inisiatif yang menjadi concern sebagai praktisi budaya.
Di kesempatan tersebut, Romo Ino turut memberi masukan terkait E-Magazie Gastronomi yang telah dilauching BPOLBF beberapa waktu lalu terkait jenis menu kuliner lokal, yaitu Cupat atau Ketupat Manggarai yang biasanya dimasak khusus untuk _anak rona_ atau keluarga mempelai perempuan pada saat panen raya.
Romo Ino juga menyadari bahwa warna khas masakan Manggarai merupakan hal yang perlu menjadi concern dikarenakan rasa kuliner lokal merupakan sebuah karakter yang dapat bertahan lebih lama dibanding tampilan visual. *
Penulis : Andre Durung
Editor : Anton Harus