Misa Akbar Paus Fransiskus di GBK, Doa Umat Didaraskan Dalam Bahasa Manggarai

- Jurnalis

Jumat, 6 September 2024 - 14:19 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Yona Jeharut sedang membacakan doa umat yang didaraskan dalam Bahasa Daerah Manggarai dalam Perayaan Ekaristi Akbar yang dipimpin Paus Fransiskus di Gelora Bung Karno, Kamis (5/9/2024). Foto Istimewa

Yona Jeharut sedang membacakan doa umat yang didaraskan dalam Bahasa Daerah Manggarai dalam Perayaan Ekaristi Akbar yang dipimpin Paus Fransiskus di Gelora Bung Karno, Kamis (5/9/2024). Foto Istimewa

Oleh: Walburgus Abulat

KUNJUNGAN Gembalaan dan Kenegaraan Paus Fransiskus di Indonesia selama empat hari sejak tanggal 3 hingga tanggal 6 September 2024 telah usai.

Aneka agenda selama kunjungan Paus ke-266 ini telah dijalankan sesuai jadwal dan dinilai sukses, termasuk saat Pemimpin Tertinggi 1,6 miliar umat Katolik Sedunia ini memimpin misa akbar di Gelora Bung Karno (GBK) yang dihadiri sekitar 80-an ribu lebih umat utusan dari pelbagai keuskupan di Indonesia.

Momen misa akbar yang berlangsung sangat meriah itu dimaknai dengan pelbagai momen berahmat dan momen keselamatan, termasuk rangkaian acara liturgis yang dimeriahkan koor yang beranggotakan 600 orang.

Salah satu momen menarik dalam misa akbar ini terukir saat perayaan liturgis kudus di mana penyampaian doa umat yang rumusan doanya  disampaikan dalam enam bahasa daerah dari ribuan Bahasa Daerah yang ada di Indonesia.

Ada pun enam bahasa daerah yang digunakan dalam doa umat saat perayaan liturgus agung ini Bahasa Jawa, Bahasa Toraja, Bahasa Manggarai, Bahasa Batak Toba, Bahasa Dayak Kanayatyn, dan Bahasa Malind Merauke.

Ada pun ujud doa umat pertama yang disampaikan dalam Bahasa Jawa yakni untuk kepentingan Bapa Suci dan Gereja Allah yang Kudus

Sementara doa umat dalam Bahasa Bahasa Toraja, dengan ujud mendoakan Pemerintahan dan Wakil Rakyat, doa umat.

Doa umat dalam Bahasa Manggarai dengan ujud untuk mendoakan  orang-orang miskin  dan yang sedang menghadapi akhir hidupnya karena sakit, usia tua, dan bencana alam.

Doa umat dalam Bahasa Batak Toba dengan ujud mendoakan bagi orang-orang yang bekerja untuk perdamaian  dan kemanusiaan.

Sedangkan doa umat dalam Bahasa ayak Kanayatyn dengan ujud untuk kesuksesan Orang Muda Katolik Indonesia, dan doa umat dalam Bahasa Bahasa Malind Merauke dengan ujud khusus untuk kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia agar selalu dianugerahi  kerukunan, gotong royong, sehat dan persaudaraan.

Doa Umat Bahasa Manggarai Arti dan Maknanya

Dari enam doa umat yang disampaikan dalam enam bahasa daerah di atas, satu doa umat yang penulis pahami artinya secara mendalam dan makna spiritual dan pesan mondial untuk umat yang hadir dan menyaksikan perayaan ekaristi agung itu, dan pesannya untuk Indonesia dan dunia.

Doa Umat Dalam Bahasa Manggarai yang dibacakan oleh Yona Jeharut (mantan anak didik saya saat mengajar di SMPK Santu Klaus Kuwu tahun 1994/1995) mengandung makna yang sangat mendalam.

Ini kutipan lengkap doa umat yang dirumuskan dalam bahasa Manggarai.

Latang te ase kae dami ata sekek mosed agu kaeng one nendep du turung matat le beti, tua mosed agu le renco tana lino.

Mori senget koe gesar agu tilir one mai nai dise porong sangget ase kae dami ata di’a nai nganceng padir wa’I rentu sai te teti mendot dise neho gauk di’a de Santa Theresia lau mai Kalkuta”.

Ujud dan rumusan doa umat di atas kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, demikian petikannya:

“Bagi orang-orang berkesusahan/miskin dan yang sedang menghadapi  akhir hidupnya karena sakit, usia lanjut dan yang terdampak akibat bencana alam. Ya Tuhan dengarkanlah doa dan jeritan hati mereka agar mereka yang berkehendak baik ini  dapat meringankan penderitaan hidup mereka seturut teladan hidup yang diwariskan oleh Santa Theresia dari Kalkuta.”

Doa ini sarat makna karena ujudnya disasarkan bagi siapa saja yang mengalami situasi terbatas baik karena sakit, karena usia lanjut, atau pun yang terkena dampak bencana alam, apa pun suku, agama, ras dan golongannya.

Dan satu hal yang membuka cakrawala batin kita dalam ujud ini bagaimana sosok Santa Teresa dari Kalkuta sosok biarawati yang mencurahkan seluruh hidupnya untuk orang-orang kecil apa pun agama yang dianutnya menjadi icon kemanusiaan kita dalam mendoakan dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan orang-orang yang mengalami situasi terbatas.

Baca Juga :  ASEAN Summit Hadiahkan Mabar Ratusan Water Barrier dan Traffic Cone, Mobil Damkar Hasil Proposal

Semua elemen umat diminta untuk meneladani sosok Santa Teresa dari Kalkuta dalam memperjuangkan dan mencurahkan seluruh tenaga dan perhatian untuk kaum yang mengalami situasi terbatas dan yang terpinggirkan.

Kagumi Keberagaman Indonesia

Sebagaimana kita ketahui bahwa Paus Fransiskus sangat mengagumi dan memberi apresiasi atas keberagaman yang ada di Indonesia.

Paus asal Argenatina itu memilih Indonesia sebagai salah satu lawatan kegembalaannya karena kecintaannya terhadap keberagaman (kebhinekaan) di Indonesia, baik dari suku, agama, ras, maupun golongan. “Indonesia negara yang hidup dalam keberagaman.”

Alasan yang dilontarkan Tahta Suci Vatikan ini menggambarkan betapa keberagaman di Indonesia membuat pelbagai elemen pemimpin dunia jatuh cinta, bahkan berupaya mengunjungi Persada Nusantara Pancasila Berbhineka Tunggal Ika ini.

Ya, Indonesia memang sangat beragam. Data menujukkan bahwa Negara yang memiliki 17.508 pulau ini dihuni 275,5 juta penduduk.

Bila tilik dari sisi agama yang dianut warga, maka diketahui sekitar 86% atau sekitar 236 juta  jiwa penduduknya bergama Islam. Disusul penduduk beragama Kristen Protestan sebesar 7,42% atau 20.722.154.

Sementara penduduk yang beragama Kristen Katolik sebanyak 8,6 juta atau 3,06%, disusul umat beragama Hindu sebanyak 4,67 juta atau 1,71%; penduduk beragama Buddha tercatat ada 2,02 juta jiwa atau 0,73%; dan penduduk yang beragama Konghucu  terdata 70.019 jiwa atau 0,03%.

Selain beragam dari sisi agama, Indonesia juga memiliki keberagaman dari sisi suku, adat, ras, dan golongan. Data menunjukkan bahwa NKRI yang memiliki luas 1.905 kilometer persegi dihuni 1.340 suku bangsa dan memiliki ribuan bahasa daerah.

Bingkai keberagaman ini tentu sangat indah di mata siapa saja yang tulus dan ikhlas memaknai keberadaannya sebagai insan yang beragama (homo religius) dan insan ciptaan Tuhan yang berakal dan berbudi (ens rationale), termasuk Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Sejagat Sri Paus Fransiskus.

Untuk maksud mulia ini, Sri Paus Fransiskus selama 4 hari lawatannya di Indonesia memaknai misi kegembalaan dan kenegaraannya itu dalam aneka acara kemanusiaan di antaranya berbicara dari hati ke hati dengan para tokoh lintas agama, mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden RI Jokowi, dan menunjukkan keteladanannya untuk merangkum siapa saja yang berkehendak baik dan yang selalu mempunyai hati bagi sesama, apa pun suku, agama, ras dan golongan yang melekat padanya.

Nilai yang Kita Timba dari Kunjungan Paus Fransiskus

Kita berharap agar Kunjungan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Sejagat dan Kepala Negara Vatikan ini mampu menggugah semua pihak, apa pun agamanya untuk sungguh memahami dan mengimplementasikan keberadaannya sebagai warga Negara Kesatuan RI yang Pancasila dan Berbhineka Tunggal Ika.

Kita semua berharap agar kunjungan Sri Paus Fransiskus ke Indonesia memberikan dampak positif bagi semua pihak, di antaranya agar kita insan bangsa apa pun agama, suku, dan golongannya untuk semakin membatin dan mengimplementasikan esensi kita sebagai warga negara di atas dasar kokoh Pancasila yang  berbhineka Tunggal Ika.

Kita, elemen warga bangsa apa pun agamanya tidak bersandiwara di balik kebhinekaan yang ada untuk bersikap egois, bertindak intoleran, menunjukkan radikalisme yang memenjarakan sesamanya sebagai insan beragama dan insan berakal budi di persada nusantara Pancasila Berbhineka Tunggal Ika ini.

Hemat saya, dalam kondisi ada pengakuan dari negara lain, termasuk Sri Paus Fransiskus yang mengagumi praktik keberagaman, termasuk keberagaman agama di Indonesia,  maka sudah seharusnya/necesarius semua elemen bangsa, termasuk tokoh dan pemimpin agama untuk tidak merusak citra bangsa yang berBhineka Tunggal Ika dengan memenjarakan sesama dengan tindakan melarang umat agama tertentu untuk melakukan ibadat dan atau melarang mendirikan rumah ibadat yang kasusnya ganti hari ganti gemala di beberapa daerah di Indonesia belakangan ini.

Baca Juga :  Dampak Positif Pembukaan Kembali Bandara Frans Seda Maumere yang Tutup Akibat Abu Vulkanik Lewotobi Laki-laki

Pengakuan Sri Paus yang mengagumi keberagaman di Indonesia sarat makna. Di antaranya keberagaman bukan sekadar soal pilihan tetapi lebih dari itu adalah soal kualitas diri dan kemanusiaan yang melampaui relasi yang ditakar dari sisi  suku, agama, ras dan golongan.

Relasi ini adalah sesuatu yang hakiki, yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk petinggi negara dan bangsa mana pun. Konsekuensi dari pemikiran ini adalah agama, dan kemanusiaan dan segala implementasi konkretnya  bukan “barang rebutan” yang dapat diperjualbelikan atau dipropagandakan yang mengundang korban jiwa atau korban kekerasan, apa pun bentuknya.

Sebab sadar atau pun tidak, pertarungan propaganda keagamaan yang terlahir dari ketamakan hati untuk menguasai sesama akan terus mengobarkan kebencian dan balas dendam yang berkepanjangan dan tentu akan menciderai esensi kita sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan yang berbhineka Tunggal Ika.

Tanpa mengurangi sikap antusiasme elemen bangsa lintas agama menyambut kedatangan Sri Paus Fransiskus, timbul pertanyaan dalam benakku, apa wujud konkret tanggung jawab kita (baca tokoh lintas agama) sebagai elemen bangsa pasca kunjungan Sri Paus Fransiskus ini?

Pertanyaan ini bukan pelepasan bentuk ketidakpuasan terhadap praktik-praktik tak terpuji oknum-oknum yang mengaku beragama di negeri ini, yang sering memenjarakan sesama dengan sikap arogan melarang umat agama tertentu menjalankan praktik kebebasan beragama dan mendirikan bangunan rumah ibadat sekadar dijadikan medium untuk berjumpa Tuhan yang diimaninya?

Tanpa menutupi upaya baik pemerintah selama ini yang menjaga keberagaman dan memberi kemudahan kepada warganya untuk menjalankan keberadaannya sebagai insan Pancasila yang berbhineka Tunggal Ika, kita pun berani berkata bahwa masih ada kasus-kasus atas nama kerakusan oknum-oknum yang mengaku beragama yang menciderai keberadaan kita sebagai Insan Pancasila yang berbhineka Tunggal Ika.

Lihat saja bagaimana praktik-praktik tak terpuji segelintir orang beragama yang melarang kelompok agama tertentu yang sedang warga untuk menjalankan ibadat atau doa kepada Tuhan yang diimaninya di beberapa daerah di Pulau Jawa dan Sumatera dalam beberapa tahun terakhir.

Di balik satu dua kasus minor di atas, alangkah damainya ada bersama kita sebagai warga negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan berbhineka Tunggal Ika, jika tiap-tiap kita bukan berbicara soal agama, tetapi bagaimana mengimplementasikan iman yang dihayatinya sesuai ajaran agamanya untuk kebaikan bersama (bonum commune) sebagai insan Pancasila yang berbhineka Tunggal Ika.

Semoga kedatangan Sri Paus Fransiskus semakin memberikan nilai plus dalam keseharian kita apa pun agama, suku, ras dan golongan yang melekat pada kita dalam satu semangat untuk memartabatkan manusia Indonesia yang ber-Pancasila dan Ber-Bhineka Tunggal Ika, termasuk keberagaman Agama, Bahasa Daerah, adat istiadat, dan aneka keragaman lainnya.

Terima kasih Paus Fransiskus sudah mengujungi Indonesia. Terima kasih panitia kunjungan, khususnya Panitia Perayaan Misa Akbar di GBK yang telah memilih enam bahasa daerah di Indonesia, termasuk Bahasa Manggarai yang dijadikan media komunikasi ujud doa umat dalam perayaan akbar yang dipimpin Paus Fransiskus di GBK pada Kamis 5 September 2024. Tuhan memberkati. *

Penulis, adalah Jurnalis, Penulis Buku, dan Anggota Biro Komsos Keuskupan Maumere

Editor : Wentho Eliando

Berita Terkait

Seribu Lebih Siswa di Ende Utara Mulai Terima Program MBG, Albinus: Sangat Membantu
Semana Santa Tahun 2025 Usai, Ribuan Peziarah Tinggalkan Kota Larantuka
Tinggi, Minat Wisatawan Kunjungi Destinasi Wisata di Reok
Paus Fransiskus Meninggal Dunia
Pemkab Manggarai Timur Diminta Perbaiki Ruas Jalan Menuju RS Pratama Watu Nggong dan Pongpoe-Waekara
Baptis 3 orang di Malam Paskah, Jumlah Pengikut Kristus Paroki Onekore Terus Bertambah
Pater Thias Ajak Umat Onekore Refleksikan Perannya dalam Penyaliban Yesus
Oktavianus Tiza, Wasit Futsal NTT yang Dipanggil PSSI Persiapan Pro Futsal League 2025
Berita ini 330 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 22 April 2025 - 15:30 WITA

Seribu Lebih Siswa di Ende Utara Mulai Terima Program MBG, Albinus: Sangat Membantu

Selasa, 22 April 2025 - 14:50 WITA

Semana Santa Tahun 2025 Usai, Ribuan Peziarah Tinggalkan Kota Larantuka

Selasa, 22 April 2025 - 14:24 WITA

Tinggi, Minat Wisatawan Kunjungi Destinasi Wisata di Reok

Senin, 21 April 2025 - 19:25 WITA

Paus Fransiskus Meninggal Dunia

Senin, 21 April 2025 - 12:48 WITA

Pemkab Manggarai Timur Diminta Perbaiki Ruas Jalan Menuju RS Pratama Watu Nggong dan Pongpoe-Waekara

Berita Terbaru

Minat Wisatawan Kunjungi Destinasi Wisata di Reok

Nusa Bunga

Tinggi, Minat Wisatawan Kunjungi Destinasi Wisata di Reok

Selasa, 22 Apr 2025 - 14:24 WITA

Paus Fransiskus

Nusa Bunga

Paus Fransiskus Meninggal Dunia

Senin, 21 Apr 2025 - 19:25 WITA