RUTENG,FLORESPOS.net – Pengembangan geothermal Pocok Leok yang merupakan perluasan dari listrik panas bumi Ulumbu, belakangan ini menjadi isu besar di Manggarai raya.
Isu yang paling mencolok adalah soal ada yang setuju alias menerima dan yang tidak setuju alias menolak geothermal di wilayah Pocok Leok, Manggarai, Flores, NTT.
Titik simpul dari dua hal itu adalah semua pasti menginginkan yang terbaik untuk wilayah ini, untuk masyarakat, alam, dan lingkungan.
“Saya mau katakan bahwa dari situasi yang ada, semua pasti menginginkan terbaik untuk wilayah ini,”ujar Koordinator JPIC Keuskupan Ruteng yang juga Direktur Puspas, Rm. Marthin Chen ketika ditemui wartawan di sela-sela penanaman pohon di kawasan Stasi Lungar, Poco Leok, Kecamatan Satar Mese, Jumat (8/3/2024).
Dalam kerangka kebaikan bersama itu, maka semua diajak dalam gerakan penghijauan alam dan lingkungan sekitar dalam satu kesatuan umat.
Apa yang dilakukan ini merupakan upaya konkret untuk menjaga alam dan lingkungan agar tetap lestari untuk semua.
Dalam upaya menggerak semua dalam menjaga alam dan lingkungan ini, demikian Rm. Chen, Keuskupan telah mempunyai program yang harus dilaksanakan, yakni katekese umat tentang ekologi.
Tentu yang dikatekesekan itu tentang ekologi, termasuk di dalamnya geothermal dari perspektif baik positif maupun negatifnya.
Geothermal bagian dari alam dan ekologi juga. Tentu yang diinginkan semua adalah ramah lingkungan dan ramah manusianya.
Yang negatif, juga harus diklarifikasi secara baik dan objektif sehingga semua tahu dan memahami secara baik.
Membutuhkan waktu memang untuk hal-hal baru seperti itu. Karena itu, edukasi secara terbuka dan terus menerus perlu dilakukan agar pengembangan geothermal di Pocok Leok ini bisa diterima semua pihak.
Dan, keinginan semua pasti bahwa geothermal itu bisa memberi banyak manfaat positif baik secara ekonomi, adat, kebudayaan, kesehatan, dan pendidikan. Bukan sebaliknya.
Sedangkan Vikjen Keuskupan Ruteng, Rm. Alfons Segar dalam awal ibadat ekologis mengatakan, penanaman pohon dan pembagian anakan kayu ini merupakan kegiatan nyata Keuskupan, paroki dan umat dalam tahun ekologi integral.
“Itu yang menjadi pastoral Keuskupan Ruteng tahun ini,” katanya.
Inti dari semua kegiatan adalah untuk melestarikan alam. Dan, melestarikan itu adalah tugas dan tanggung jawab semua.
Lalu, Tuhan menciptakan semua untuk manusia, alam, dan lingkungan itu sendiri. Maka semua harus dijaga dan dirawat agar tetap lestari guna memenuhi semua kebutuhan generasi sekarang dan juga generasi selanjutnya. *
Penulis: Christo Lawudin/Editor: Anton Harus











