RUTENG, FLORESPOS.net-Gereja Keuskupan Ruteng membawahi tiga kabupaten di Manggarai raya, NTT, aktif menangani stunting dan ibu hamil (Bumil). Hal itu menjadi tanda, stunting dan Bumil menjadi perhatian serius di negara dan bangsa ini.
Ketika berbicara pada momen bakti sosial Wanita Katolik RI (WKRI), Jumat (23/6/2023), Pastor Paroki Katedral, Rm. Gaby Harim Pr, mengatakan, gereja tahun-tahun belakangan ini aktif ikut tangani stunting dan Bumil bersama pemerintah.
“Mengapa? Karena dua hal itu jadi masalah serius secara Nasional. Karena itu, semua harus secara bersama-sama menanganinya,” katanya.
Dikatakan, komitmen gereja tidak asal dilakukan. Tetapi, setelah ada MoU dengan Pemprov NTT cq. BKKBN dengan keuskupan-keuskupan di provinsi ini, beberapa waktu lalu agar ikut berkontribusi mengatasi stunting.
Konsekuensi dari hal itu, demikian Rm. Gaby Harim, paroki-paroki harus mempunyai program dan kegiatan nyata untuk mencegah dan mengatasi stunting. Dan, ikut membantu menangani Bumil.
Ketua Komisi Keluarga Puspas Keuskupan Ruteng, Rm. Blas Harmin mengatakan, yang menjadi komitmen keuskupan, tidak saja stunting dan Bumi, juga pada upaya menekan atau menghilangkan angka kematian ibu dan angka kematian anak.
“Ini harus jadi perhatian semua demi kehidupan generasi masa depan yang lebih baik dan berkualitas. Kita inginkan generasi yang baik, ibunya dan anaknya harus diurus dengan baik,” katanya.
Menurutnya, suatu kelahiran idealnya harus direncanakan dengan baik dalam keluarga. Ayah dan ibu harus berperilaku hidup sehat dan mengonsumsi makanan bergizi.
Lalu, pola asuh anak juga harus diperhatikan. Dalam pola asuh ini dipastikan apakah anak dan Bumil memakan makanan bergizi setiap hari. Jangan sampai yang urus makanan hanya dilakukan pembantu rumah tangga.
Kemudian, lingkungan dalam keluarga dan sekitar apakah bersanitasi yang baik atau sehat. Sanitasi yang baik akan sangat mendukung upaya membangun kehidupan sehat.
Romo Blas Harmin juga mengajak keluarga-keluarga ketika ada Bumil melahirkan sikap yang diambil adalah membawa ke sarana prasarana kesehatan yang ada. Tidak melahirkan di rumah seperti masih banyak terjadi di Manggarai raya ini.*
Penulis: Christo Lawudin / Editor: Wentho Eliando