MAUMERE, FLORESPOS.net-Kantor DPRD Sikka di jalan El Tari, Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok Timur, pada Senin, 26 Agustus 2024 didandani rapi.
Pelbagai umbul-umbul dipasang rapi. Ya, bisa dimaklumi karena hari itu, di Rumah Kula Babong itu ada hajatan demokrasi pelantikan 35 Anggota DPRD Sikka periode 2024-2029.
Momen pelatikan ini tentu menjadi warta gembia bagi DPRD terpilih dan keluarganya, serta elemen warga Sikka. Tak heran, ratusan warga berpakaian rapi turut menghadiri momen pelantikan ini.
Di tengah euforia momen pelantikan ini, ada pemandangan lain yang sangat menyentuh hati. Pemandangan itu diwarnai kehadiran orang-orang sederhana yang datang dari Hoder, Kabupaten Sikka.
Tampak di antara mereka seorang ibu yang kemudian diketahui bernama Maria Herlina Mbadhi atau akrab disapa Merry.
Merry saat itu sedang menggandeng tangan dua dari empat anaknya yang masih kecil. Bungsu masih berusia 2 tahun.
Kehadiran Merry dan dua anaknya di momen pelantikan DPRD Sikka itu menyedot perhatian pemerhati masalah kemanusiaan, termasuk insan jurnalis.
Disaksikan media ini, Merry dan dua anaknya tampak berderai air mata di bawah teriknya matahari di hari yan cerah saat itu.
Ia berkali-kali menatap beberapa poster yang berisikan aneka tulisan di antaranya berbunyi “Almarhum Yodi korban TPPO menuntut keadilan”
Merry mengaku ia dan empat orang anaknya, termasuk dua orang yang masih kecil dalam lima bulan terakhir selalu mengenang kematian suaminya bernama Jodimus atau yang akrab disapa Jodi.
“Suami saya meninggal di Kalimantan Timur pada Maret 2024. Suami saya meninggal setelah ditelantarkan oleh perekrut yang saat ini menjadi DPRD Sikka yang dipanggil Joker. Saya dan kedua anak saya serta para korban TPPO lainnya datang ke sini untuk mermperjuangkan keadilan bagi suami saya dna para korban TPPO,” kata Merry dalam kondisi berderai air mata.
Merry mengaku ia bersama para korban TPPO yang didampingi Tim Divisi Perempuan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK) dipimpin Suster Fransiska Imakulata, SSpS, S.H. sudah memperjuangan keadilan bagi para korban seraya meminta aparat penegak hukum untuk memproses perekrut yang saat ini menjadi anggota DPRD Sikka.
“Saya sebagai istri korban dan keempat anak kami meminta aparat penegak hukum untuk memproses pelaku. Kami minta agar perekrut ditahan,” pinta Merry seraya beberapa kali menyeka linangan air mata untuk mengenang kesedihan atas meninggal suaminya.
“Saya ingat suami saya. Ia meninggal setelah beberapa minggu tiba di Kalimantan. Ia meninggal karena ditelantarkan. Yang menyedihkan saya karena jenazah suaminya saya dikuburkan di Kalimantan dan saya belum melihat jenazahnya karena ketiadaan dana untuk pergi ke saya,” kata Merry.
Merry meminta aparat penegak hukum untuk memproses perekrut yang saat ini menjadi DPRD Sikka dan segera ditahan karena yang bersangkutan yang bertanggung jawab di balik kasus penelantaran puluhan tenaga kerja, dan bahkan yang membuat suaminya meninggal pada akhir Maret 2024 lalu.
“Saya minta agar aparat penegak hukum menahan pelaku,” pinta Merry.
Bertentangan Norma Moral dan Hukum
Perwakilan Aktivis Kemanusiaan, RP. Marsel Vande Raring, SVD dalam orasinya pada kesempatan aksi ini antara lain menyoroti kinerja aparat penegak hukum dan menyatakan penyesalan atas dilantiknya oknum anggota DPRD Sikka yang diduga bertanggung jawab di balik kasus dugaan TPPO bahkan yang menyebabkan salah seorang tenaga kerja meninggal akibat penelantaran.
“Kami minta agar Bapak yang berinsial Joker ditahan, Bagaimana seorang yang terlibat dalam kasus perdangangan orang dilantik menjadi anggota DPD Sikka. Ini bertentangan dengan moral dan hukum,” kata Pater Marsel.
Soroti Kinerja Penegak Hukum
Sementara Ketua Divisi Perempuan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK) Sr. Fransiska Imakulata, SSpS, S.H. akrab disapa Suster Ika didampingi aktivis kemanusiaan RP. Marsel Vande Raring, SVD dan Heny Hungan kepada media ini di Kantor DPRD Sikka, Senin pagi mengaku sangat kecewa dengan kinerja aparat penegak hukum yang tidak menangani secara serius kasus TPPO yang sudah menelan korban jiwa dan menelantarkan puluhan warga.
“Kami sangat menyanyangkan kinerja aparat penegak hukum yang tidak menahan perekrut dan tidak memberikan keadilan bagi para korban, terutama bagi keluarga almarhum Jodi yang meninggal akibat ditelentarkan oleh perekrut pada Maret 2024,” kata Suster Ika.
Suster Ika mengaku kehadiran para aktivis kemanusiaan dan para korban TPPO ke kantor DPRD Sikka bertepatan dengan momen pelantikan DPRD Sikka untuk memperjuangkan keadilan bagi para korban.
“Korban TPPO minta Joker ditahan dan balkan pelantikannya. Ada apa dengan Polres Sikka sehingga Joker tidak ditahan” Aalmarhu Yodi korban TPPO menuntut keadilan,” kata Suster Ika serapa memperlihatkan beberapa poster yang isinya menyoroti kinerja aparat penegak hukum terkait kasus ini.
“Kita berharap agar deraian air mata janda beranak empat dan harapan aktivis kemanusiaan dapat direspons para pihak terkait demi terwujudnya rasa keadilan di Nian Tana Sikka dan pemenuhan hak-hak para pekerja yang berkeadilan.”
Untuk diketahui, oknum anggota DPRD Sikka yang biasa disapa Joker diduga kuat terlibat dalam kasus TPPO.
Kuat dugaan Joker merupakan perekrut tenaga kerja ilegal asal Sikka untuk dipekerjakan di Kalimantan Timur.
Setiba di Kalimantan tenaga kerja yang direkrut oleh oknum Anggota DPRD Sikka terpilih ini diduga menelantarkan para tenaga kerja, bahkan seorang di antara mereka bernama Jodimus meninggal dunia Kalimantan pada akhir Maret 2024.
Jenazah korban dikuburkan di Kalimantan. Istri korban, Merry hingga saat ini belum melihat jenazah suaminya dengan alasan ketiadaan dana. *
Penulis : Wall Abulat
Editor : Wentho Eliando