ENDE, FLORESPOS.net-Perekrutan tenaga kerja tidak melalui proses atau non prosedural masih terjadi di bumi Flores, NTT. Para perekrut masih berkeliaran nekat mencari pekerja dengan cara tabrak prosedur untuk dipekerjakan di perusahaan, pembantu rumah tangga dan pekerjaan lainnya.
Kali ini kasus tersebut terjadi di Kabupaten Sikka, Provinsi NTT. Seorang ibu warga Desa Waiara, Kecamatan Kewapante direkrut oleh oknum yang mengaku mencari pekerja dari Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Harapan Ibunda yang beralamat di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Pekerja yang direkrut LPK Harapan Ibunda itu jalan tanpa prosedur bahkan tidak meminta di suaminya dan keluarganya.
Pihak keluarga akhirnya berupaya untuk memulangkan calon pekerja itu setelah bersitegang dengan oknum yang mengakui dari LPK Harapan Ibunda.
Selain seorang pekerja perempuan berinisial Elis dari Kabupaten Sikka, LPK Harapan Ibunda juga sudah merekrut dua pekerja perempuan yaitu Maya dan Sari dari Desa Fataatu, Kecamatan Wewaria di Ende.
Adrianus Rinto, keluarga Elis pekerja dari Kabupaten Sikka kepada wartawan di Pelabuhan Ippi Ende, Rabu (7/8/2024) malam setelah berhasil membawa Elis pulang dari Surabaya menceritakan kronologis perekrutan hingga kasus ini terungkap.
Rinto menceritakan Elis pergi dari rumah tanpa sepengetahuan suami dan anak-anaknya. Setelah itu pihak keluarga Elis berhasil mencari tahu informasi keberadaan Elis yang pergi dari rumah.
Setelah mencari informasi dan melacak keberadaan Elis melalui HP diketahui ia berada di Ende. Saat itu Elis bersama Maya dan Sari hendak naik kapal fery Niki Sejahtera menuju Surabaya pada Rabu 31 Juli 2024 malam dan selanjutnya akan dijemput oleh orang dari LPK Harapan Ibunda untuk ikut pelatihan dan bekerja di sana.
Rinto mengatakan setelah mengetahui Elis pergi ke Surabaya tanpa sepengetahuan suami, anak serta pihak keluarga, dirinya diminta keluarga untuk ikut ke Surabaya dan menjemput Elis kembali ke Kabupaten Sikka.
“Setelah kumpul keluarga, saya diminta untuk ikut ke Surabaya dengan pesawat pada tanggal 1 Agustus 2024, berangkat dari Larantuka, Kupang lalu ke Surabaya tapi sebelum berangkat kami melakukan pengaduan ke Polres Sikka dan Polres Sikka terus melakukan monitoring perjalanan saya ke Surabaya,” ungkap Rinto.
Saat tiba di Surabaya, Ia langsung berkoordinasi dengan Polres Pelabuhan Tanjung Perak dan disarankan untuk melapor ke KPPP Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Setelah melapor, dirinya dibantu anggota Polres Tanjung Perak guna memastikan ketiga perempuan asal Pulau Flores tersebut berada di atas kapal fery Niki Sejahtera dari Ende.
Ia juga dibantu pihak keluarga yang berada di Surabaya memantau keberadaan Elis dan dua rekannya, Maya dan Sari.
Kata Rinto saat ketiganya turun langsung dari kapal ia dan keluarga di sana meminta surat keterangan perekrutan yang akan dikirim ke bogor sebagai baby sitter dan PRT.
“Dan malam itu juga mereka menyampaikan bahwa mereka akan dijemput oleh orang yang mereka panggil Bude dan kami tunggu kurang lebih sampai pukul 03.00 WIB dini hari”.
“Setelah menunggu datanglah seorang perempuan yang dipanggil Bude sama Pade satu untuk mau jemput mereka,” jelas Rinto.
Saat itu, lanjut Rinto, ia sempat bertanya ke dua orang yang dipanggil Bude dan Pade yang hendak menjemput Elis, Maya dan Sari terkait prosedur perekrutan tiga warga Pulau Flores tersebut.
Namun perempuan yang dipanggil Bude menyampaikan dirinya tidak mengetahui prosedur perekrutan karena hanya diperintahkan untuk menjemput Elis, Maya dan Sari.
“Saya tanya ke Bude, ini siapa yang rekrut, dia bilang Echa, bahwa Echa itu kita punya keluarga dari Ende, lalu yang berikut terkait ade Maya dan Sari yang direkrut Ibu Echa dan yang sampai datang ke rumah mereka berdua dan bertemu dengan orang tua Maya dan Sari itu ada satu orang yang namanya Mayor,” kata Rinto.
Rinto mengatakan ia meminta nomor kontak Echa dan menghubunginya. Saat berkomunikasi dengan Echa menanyakan mengapa menahan ketiga pekerja dari Flores tersebut.
“Kami dua sempat komunikasi dan dia sempat tanya kenapa saya tahan Elis, Maya dan Sari. Saya sampaikan ke dia bahwa saya tidak menahan mereka tetapi malam itu terkait orang yang datang jemput mereka itu seolah-olah menelantarkan ketiga adik saya dari Flores. Mereka belum dijemput hingga semua penumpang sudah meninggalkan ruang tunggu maka saya temani mereka,” jawab Rinto.
Dari situasi itu diketahui beberapa kejanggalan dari perekrutan ketiganya. Surat ijin dari Maya dan Sari dibuat namun tidak tertera jenis pekerjaan, besar gaji serta alamat tempat bekerja yang ditulis tangan dan ditanda tangani tanpa meterai. Sedangkan Elis tidak ada surat ijin.
Rinto mengatakan ia menanyakan prosedur perekrutan kepada bude dan seorang dipanggil pade yang hendak menjemput ketiga pekerja itu.
Setelah ditanya prosedur perekrutan, kata Rinto, Bude dan Pade akhirnya tidak berani membawa ketiga perempuan tersebut.
Rinto mengajak Elis, Maya dan Sari menuju perumahan Bhayangkara Polri karena ada salah satu anggota TNI AD yang berasal dari Kabupaten Sikka dan mengijinkan mereka menginap di perumahan itu selama kurang lebih satu minggu.
Akhirnya Elis pulang ke Flores sedangkan Maya dan Sari dijemput oleh keluarga di Surabaya.
Pihak LPK Harapan Ibunda meminta Elis, Maya dan Sari untuk mengembalikan biaya transportasi dari Pelabuhan Ippi Ende menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya masing-masing sebesar Rp 1 juta yang dikirim ke rekening masing-masing.
“Mereka bilang apabila adik-adik bertiga tidak kembalikan, mereka akan melaporkan ke pihak berwajib bahkan sampai ancam mereka akan lapor ke polisi dan akan viral kan KTP adik-adik bertiga. Mereka tertekan dan secara psikologi terganggu,” katanya.
“Saya akhirnya komunikasi dengan pihak LPK yaitu dengan Ibu Echa dan saya minta legalitas pihak LPK tapi sampai hari ini belum ada informasi lanjutannya,” ujar Rinto.
Berdasarkan keterangan Bude dan Pade, kata Rinto, LPK Harapan Ibunda sudah sering melakukan perekrutan tenaga kerja untuk dipekerjakan sebagai baby sitter dan PRT.
Kepada wartawan di Pelabuhan Ippi, Rabu (7/8/2024) malam Rinto juga membeberkan cara LPK merekrut ketiga pekerja itu.
Berawal dari adanya lowongan pekerjaan yang didapatkan Elis, Maya dan Sari dari median Facebook yang diunggah LPK Harapan Ibunda. Melihat unggahan itu, ketiganya lantas bertanya informasi lebih lanjut terkait dengan pekerjaan dan segala persyaratan yang dibutuhkan hingga terjadi kesepakatan.
“Setelah komunikasi di facebook, mereka saling bertukar nomor kontak handphone dan Echa ini minta identitas ketiga adik-adik ini dan bertanya mereka serius atau tidak, semua biaya keberangkatan nanti di tanggung, soal gaji dan mereka akan ditempatkan di masing-masing rumah,” tambah Rinto yang juga merupakan anggota Layanan Berbasis Komunitas, sebuah organisasi yang dibentuk TRUK F Maumere.
Diungkapkan Rinto, saat mendampingi Elis, Maya dan Sari saat berada di Surabaya, dirinya sempat menanyakan dokumen keberangkatan namun ketiganya tidak memiliki dokumen keberangkatan ataupun dokumen perekrutan dari LPK Harapan Ibunda hanya tiket kapal.
Rinto juga mengaku dirinya juga sempat mendapat ancaman dari Echa untuk dilaporkan ke pihak kepolisian. Saat ini, kata Rinto, Maya dan Sari dibawa oleh keluarga dekatnya dan dicarikan pekerjaan di Surabaya.
Pihak LPK Harapan Ibunda melalui seseorang yang bernama Echa yang terlibat merekrut Elis, Maya dan Sari mengatakan ketiganya direkrut karena membutuhkan pekerjaan. Echa juga mengatakan perekrutan dilakuan sesuai dengan prosedur.
Terkait dengan Elis yang jalan tanpa sepengetahuan keluarga dan suami, Jawab Echa, Elis jalan karena kemauan sendiri dan butuh kerja.
“Dia mau sendiri karena butuh kerja,” katanya.*
Penulis : Willy Aran
Editor : Wentho Eliando