BORONG, FLORESPOS.net – Kisah pilu dialami Maria Evin, warga Dusun Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Semenjak ditinggalkan suami merantau ke Kalimantan 11 tahun silam (2014), ia hidup merana bersama 3 buah hatinya di gubuk reyot dengan penerangan lampu pelita dan berlantai tanah.
Kehidupan keluarga ini jauh dari layak. Gubuk tua yang mereka huni tampak mulai miring dan ditopang balok kayu.
Gubuk yang berdinding bambu cincang tersebut berukuran 4 X 3 meter, beralaskan tanah dengan lubang pada dinding yang sudah tampak jelas terlihat dari kejauhan. Belum lagi atap seng yang sudah tua dan bocor terlihat di semua ruangan.
Hidup dari belas kasih sesama
Dengan kondisi tempat tinggal yang sangat tidak layak tersebut, keluarga ini juga mengalami kesulitan ekonomi. Jangankan untuk sekolahkan anak secara baik, untuk makan dan minum sehari-hari saja Maria mesti membanting tulang menjadi buruh tani di kebun sesama warga Heso. Bekerja seharian, Maria mesti rela diupah hanya Rp25 ribu per hari.
Ditemui Florespos.net di kediamannya, Selasa, (20/2/2022), mama Maria ditemani seorang putrinya mengisahkan sulitnya menjalani kehidupan bersama tiga buah hatinya.
Di tengah himpitan ekonomi yang sangat sulit, Maria mesti mampu membagi hasil kerjanya sebagai buruh tani yang hanya Rp25 ribu per hari dengan baik.
“Setiap hari saya mesti bisa mengatur uang yang ada dengan baik. Kerja sebagai buruh tani tidak setiap hari ada. Kalau ada yang butuh baru saya bisa kerja. Bahkan terkadang saya sedikit memaksa untuk diberikan pekerjaan kepada mereka yang memiliki uang. Ini mesti saya lakukan agar anak-anak tetap bisa makan”.
Sebagai orang tua tunggal, Maria mesti jalani kerasnya hidup dengan sekuat tenaganya. Ia mesti tetap bersemangat, agar ketiga buah hatinya bisa tetap jalani hidup secara normal.
Dengan status singel parents, Maria mengakui sangat sulit memenuhi kebutuhan gizi anaknya.
“Saya memiliki empat orang anak, dua orang laki laki dan dua orang perempuan. Anak sulung perempuan sudah menikah dan tinggal di desa tetangga. Tiga anak lainnya masih menjadi tanggungan saya, anak laki laki yang kedua berumur 16 tahun, anak ketiga sementara sekolah di SDI Golo Wunis dan yang bungsu berumur 4 tahun. Setiap hari kami hanya makan nasi dan sayur, tanpa lauk. Meski sulit, saya mesti tetap berjuang untuk menghidupi keluarga,” katanya lirih.
Menurut Maria, suaminya merantau ke Kalimantan sejak tahun 2014. Niat awal merantau ke Kalimantan untuk merubah kehidupan ekonomi keluarga. Namun sejak berada di Kalimantan suaminya tidak pernah mengirimkan uang dan hingga saat ini belum pernah pulang ke kampung.
Pada tahun 2018, Maria sempat menyusul sang suami ke Kalimantan. Namun, pertemuan Maria dan sang suami sangat mengecewakan. Suami yang telah lama meninggalkan keluarga tanpa kabar ternyata sudah memilik istri baru.
Dengan perasaan sedih dan kecewa, Maria kembali ke kampung untuk memelihara 4 buah hatinya. Hingga saat ini, tak sekalipun suaminya memberikan kabar atau sekadar mengontak untuk menanyakan kabar anak-anaknya.
Mohon Bantuan Pemerintah
Kepada Florespos.net, Maria menyampaikan terima kasih kepada tetangga dan keluarga di Kampung Heso. Hidup mereka masih tetap berjalan hingga saat ini berkat belas kasih sesama. Kesulitan hidup yang begitu besar terkadang membuat Maria putus asa.
“Saya ucapkan terima kasih kepada semua yang membantu saya dan keluarga selama ini. Kadang-kadang persediaan makanan sama sekali tidak ada, saya selalu mendapatkan uluran tangan tetangga sekitar atau keluarga yang ada di kampung ini. Saya tidak bisa balas. Saya hanya panjatkan doa pada Tuhan,” kata Maria.
Menurut Maria, bantuan dari pemerintah yang diterimanya selama ini hanya dari program keluarga harapan (PKH), sementara bantuan lainnya tidak ia terima.
Maria berharap pemerintah dapat membantunya membangun rumah yang layak.
“Saya mohon bapa Presiden Jokowi bisa membantu membangun rumah yang baik untuk saya dan anak-anak saya,” kata Maria.
Kepala Desa Golo Wune, Yohanes Ngajang yang turut hadir di rumah mama Maria mengaku, pihaknya sudah melihat kondisi keluarga mama Maria.
Untuk bantuan rumah layak huni dari desa belum ada, karena kondisi keuangan desa yang sangat kecil. Keadaan keuangan ini tidak dimungkinkan bagi desa membangun rumah permanen ataupun semi permanen.
Pihak desa terus berkolaborasi dengan pemerintah di tingkat atas atau pihak luar untuk bersama sama mencari jalan keluar sehingga mama Maria bersama ketiga anaknya bisa mendapat bantuan rumah layak huni.
“Dana desa kita kecil, hanya Rp10 juta. Itupun belum dipotong pajak, sehingga untuk membangun rumah mama Maria tidak bisa dilakukan sekarang, ” katanya.
Pihak desa tetap mencari solusi agar dapat membangun rumah yang layak bagi keluarga ibu Maria. *
Penulis: Albert Harianto I Editor: Anton Harus