LABUAN BAJO, FLORESPOS.net-Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) menggunakan pendekatan ekologis/pendekatan lingkungan dalam pengembangan kawasan wisata terpadu Parapuar.

Parapuar salah satu destinasi baru yang sedang dikembangkan  di Labuan Bajo, Kabupaten ManggaraiBarat (Mabar), Flores, NTT oleh BPOLBF.

Hal itu disampaikan Plt. Direktur Utama BPOLBF, Fransiskus Saverius Teguh pada acara Diskusi Kolaborasi Bersama Media (Diskoria) di Labuan Bajo, Selasa (30/04/2024).

Menurut Frans Teguh, pihaknya berkomitmen untuk menjadikan Parapuar sebagai model pengembangan kawasan yang berbasis lingkungan.

BPOLBF menjamin bahwa Parapuar akan tetap mengedepankan kontur aslinya sebagai pintu menuju hutan dan pengembangan di dalam kawasan tidak akan berdampak negatif terhadap lingkungan.

Berkaitan dengan proses investasi yang sedang berjalan dengan Dusit Internasional dan Eiger Indonesia, BPOLBF berpegang teguh pada pedoman dan prinsip pembangunan berbasis lingkungan yang telah dibuat, dimana pembangunan yang dilakukan di dalam kawasan tidak boleh melebihi luasan lahan yang boleh dimanfaatkan.

Hal dimaksud seperti di kawasan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) seluas 129,6 Ha di Parapuar yang menjadi kewenangan BPOLBF, yang boleh dimanfaatkan adalah seluas 20,05% dari total luasan lahan HPL.

Sehingga para investor yang tertarik untuk membangun di kawasan areal HPL tersebut harus berpedoman pada ketentuan itu.

Ketentuan lain yang juga tertuang dalam guidelines pembangunan kawasan Parapuar yakni bangunan yang akan dibangun di sana (Parapuar) hanya diijinkan setinggi 10 meter dengan kapasitas bangunan cuma setinggi 2 lantai, dan tidak boleh merusak pemandangan (tidak melebihi ketinggian pohon munting yang merupakan tanaman lokal di Manggarai Raya.

Masih Frans Teguh, BPOLBF punya beberapa pedoman dalam pengembangan Parapuar. Pertama, untuk kawasan HPL seluas 129, 6 hektar yang boleh dimanfaatkan yakni seluas 20,05% dari total luasan lahan HPL.

Lalu bangunan yang akan dibangun di sana tidak boleh merusak keasrian lingkungan serta tinggi bangunan tidak melebihi ketinggian pohon munting, ungkapnya.

Lanjut Frans Teguh, BPOLBF juga menerapkan prinsip konservasi “satu berbanding sepuluh” yang mana 1 pohon yang ditebang untuk pengembangan kawasan akan dikonversi dengan 10 pohon.

Kawasan Parapuar sendiri sangat terbuka untuk dijadikan lokus bagi seluruh stakeholder yang ingin melakukan aksi penghijauan/green action. *

Penulis: Andre Durung I Editor: Wentho Eliando

Silahkan dishare :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *