LARANTUKA, FLORESPOS.net-Para sub suplayer resmi yang menjual bahan bakar minyak (BBM) di wilayah Pulau Solor, Kabupaten Flores Timur (Flotim), NTT tengah mengeluh soal banjirnya pasokan pertalite dan pertamax dari Larantuka masuk ke wilayah tersebut.
Keluhan itu disampaikan Paulus Dontena Hayon (62), selaku sub suplayer resmi BBM di wilayah Solor Barat, kepada Florespos.net, Selasa (7/2/2023).
Dia menyebutkan, praktik bisnis jual beli BBM jenis pertalite secara bebas oleh sejumlah pengecer di Solor yang tidak mengantongi surat rekomendasi/izin resmi dilakukan sejak kenaikkan harga BBM pada 3 September 2022.
Pemkab Flotim, sorot Dontena sepertinya kurang ketat melakukan pengawasan terhadap para pengecer pertalite dan pertamax yang tidak memiliki surat rekomendasi/izin resmi dan berani saja membeli dan memasok BBM ke Solor lewat kapal penumpang umum saban hari.
“Pemerintah Flotim cq Bagian Perekonomian yang seharian bertugas di pos khusus samping SPBU di Kota Larantuka sepertinya lalai melakukan pengecekan dan pengawasan ketat. Faktanya, banyak pengecer BBM dari Solor bebas beli minyak dan memasok ke wilayah Solor,” kesal Dontena yang berdomisili di Desa Pamakayo, Solor Barat itu.
“Persediaan jenis BBM pertalite dan pertamax cukup banyak dalam dua bulan di awal tahun 2023 ini masuk wilayah Solor. Padahal para oknum pengecer sama sekali tidak memiliki surat resmi penjualan BBM, tapi gampang dapat BBM dari petugas SPBU,” katanya.
Sebagai pelaku resmi penjualan BBM di Solor Barat, praktis kecewa lantaran pasokan BBM ke Solor yang dilakukan para pengecer lancar-lancar saja.
Tapi disesalkan sub suplayer yang memiliki surat izin resmi dan rekomendasi dari Bupati Flotim tidak dilayani kuota sepenuhnya dari SPBU.
“Buktinya kuota BBM pertalite untuk saya selaku sub suplayer Solor Barat harusnya setiap Minggu dilayani SPBU setara 2 ton, namun hanya dilayani 0,5 ton. Diduga kuat jatah minyak saya 1,5 ton sisanya dialikan ke oknum pengecer luar yang tidak mengantongi surat izin resmi penjualan BBM,” duga Dontena.
Dia mengaku bahwa dalam bisnis jual beli BBM di wilayah Solor Barat, para sub suplayer BBM diwajibkan memiliki surat rekomendasi/izin penjualan BBM termasuk rekomonedasi dari Bupati Flotim.
Selaku sub suplayer, demikian Dontena taat aturan pemerintah dalam jual beli BBM. Para sub suplayer juga heran mengapa banyak minyak pertalite dan pertamax dipasok besar-besaran dari pangkalan minyak SPBU Larantuka.
Para suplayer yang punya surat izin resmi prihatin melihat oknum pengecer tanpa surat resmi beli dan jual BBM, memasok minyak dari Larantuka ke Solor.
Hal kepemilikan surat izin resmi penjualan BBM yang dikeluarkan Pemerintah Flotim secara hukum wajib ada. Harusnya para pengecer bukan beli langsung BBM dari SPBU, tapi beli pada sub suplayer di Solor yang sudah dengan susah memasok BBM ke Solor.
“Oknum pengecer tanpa surat resmi memasok minyak dari SPBU di Larantuka ke Solor untung lebih besar ketimbang keuntungan didapat sub suplayer. Pengecer juga memasok minyak lewat jasa kapal penumpang umum yang beroperasi dari Solor. Biaya pengangkutan BBM juga tidak dikenakan kepada pengecer,” ungkap Dontena.
Dontena menyebutkan, harga eceran tertinggi (HET) penjualan pertalite dan pertamax di Solor yang diberlakukan pengecer kisaran harga berlaku antara Rp 25.000 – Rp 30.000/botol air mineral besar atau setara 1,5 liter.
Harga jual pertalite yang dipraktikkan pengecer di Solor terbilang mahal karena harga beli langsung di SPBU di Larantuka hanya Rp10.000/liter.
Sedangkan harga pertamax di SPBU dibeli Rp12.800/liter, lalu dijual di Solor dalam kemasan botol aqua besar Rp30.000 bahkan mencekik hingga Rp35.000.
Dontena mengaku penjual BBM oleh sub suplayer sudah diperhitungkan ongkos transportasi dan buruh bongkar muat dari lokasi SPBU di Lamawalang ke JTP Lamawalang, ditambah ongkos angkut armada perahu motor dari khusus dari JTP Lamawalang ke dermaga laut Pamakayo, Solor Barat.*
Penulis: Frans Kolong Muda / Editor: Wentho Eliando