RUTENG, FLORESPOS.net-Tahun ini, Keuskupan Ruteng telah mempunyai program konkret dalam menggerakkan ekonomi berkelanjutan yang sejahtera, adil, dan ekologis (SAE). Di antaranya memberi perhatian dan pendampingan khusus bagi keluarga migran dan yang berada di sekitar kawasan lingkar tambang.
Dalam kopian rekomendasi Sidang Pastoral Post Natal 2022 yang diterima wartawan di Ruteng, Jumat (13/1/2023), tegas memprogramkan hal konkret seperti di antaranya akan terus memberi perhatian khusus pada orang-orang kecil, miskin, lemah, dan tak berdaya dalam Tahun Ekonomi Berkelanjutan.
“Karena itu, kami ingin mengadakan pendampingan khusus bagi keluarga migran, keluarga yang berada di wilayah lingkar tambang, orang difabel, ODGJ, dan bayi stunting,” ujar Direktur Puspas Romo Marthin Chen Pr.
Lalu, dalam bidang pendampingan kelompok dan kegiatan sosial ekonomi umat, gereja lokal akan terus melanjutkan program promosi, animasi, dan fasilitasi (PAF) bidang UMKM di paroki yang mencakup UMKM tradisional (gula merah, tuak, dll.), UMKM kuliner (saung ndusuk, keripik, sorgum, dll).
UMKM tenun dan anyaman (kain, selendang, topi, dll), UMKM cindera mata (gantungan kunci, rosario, dll) dan, paroki akan memfasilitasi pelatihan ekonomi kreatif untuk orang muda di BLK Gereja/Pemerintah.
Dikatakan, PAF kelompok ekonomi budaya di paroki, seperti: seni musik (gong, gendang), seni vokal (danding, sanda, mbata), seni tari (saé, caci), peralatan budaya (gong, gendang, bali belo), cagar/situs budaya (Liang Bua, rumah adat, dan compang).
Narasi tentang historisitas tempat, peristiwa dan ritus, perawatan dan pengembangan ritus adat: siklus kehidupan (céar cumpé, wagal kawing, téing tinu, kélas), ritus kebun (dara wini, hang woja, penti), dan ritus rumah adat (roko molas poco, congko lokap). Semua ritus ini bermakna rekonsiliatif, ekonomis, dan ekologis.
Menurutnya, cakupan PAF ekonomi pariwisata alam (ecotourism) meliputi wisata pegunungan/lembah, wisata danau/sungai/air terjun, wisata padang, dan wisata bahari.
“Selain itu, ingin berpartisipasi dalam perawatan dan /pengembangan flora khas Manggarai-Flores (lontar, enau, pohon kesambi, bidara laut, dll.) serta fauna khas Manggarai-Flores (burung ngkiong, kelelawar, babi kampung Manggarai, babi landak, dll),” katanya.
Sebelumnya narasumber dalam seminar, Dosen Filsafat STFK Ledalero, Romo Matias Daven, Pr mengatakan, dalam program ekonomi berkelanjutan ada gagasan keadilan. Keadilan adalah kondisi di mana setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperolah bagian yang sama dari kekayaan bersama.
“Kalau pembangunan mempunyai tujuan untuk menciptakan prasarana-prasarana kesejahteraan segenap anggota masyarakat, maka prasarana-prasarana itu pertama-tama harus diciptakan bagi mereka yang paling lemah. Itulah yang dituntut oleh keadilan sosial,” katanya.
Romo Matias mengatakan, untuk menciptakan keadilan sosial, maka perlu didorong proses-proses politik, sosial, ekonomi dan budaya sedemikian sehingga setiap anggota masyarakat itu dapat memperoleh keadilan.
Hal itu berarti bahwa setiap anggota masyarakat mempunyai kemungkinan yang optimal untuk memperoleh apa yang menjadi haknya dan untuk mendapat bagian yang wajar dari harta benda masyarakat sebagai keseluruhan.*
Penulis: Christo Lawudin / Editor: Wentho Eliando