ENDE, FLORESPOS.net – Uskup Ruteng, Mgr. Sipri Hormat bicara khusus tentang situasi imam dan umat dalam era telekomunikasi sekarang ini. Salah satunya soal fenomena perjumpaan imam dan umat yang lebih banyak terjadi di dunia maya dari dunia nyata.
Di hadapan para imam yang membaharui janji imamat di gereja Katedral Ruteng, Selasa (4/4/2023) sore, Uskup Diosis Ruteng, Mgr. Sipri Hormat mengatakan, zaman ini terjadi banyak hal yang tidak terduga akibat teknologi komunikasi canggih. Hal-hal itu juga merasuk dalam kehidupan para imam dan umat.
“Fakta terjadi bahwa komunikasi antara imam dan umat bergeser ke relasi fungsional. Artinya, antara imam dan umat mungkin lebih berjumpa di dunia maya,” katanya.
Kalau demikian, demikian Uskup Sipro, maka perjumpaan di dunia nyata berkurang. Yang menjadi soal itu terjadi dalam kehidupan sehari-hari imam dan umat.
Dikatakan, fakta yang sulit dibantah seperti grup WA yang begitu banyak dibuka, diakses, dan dikunjungi imam. Ironinya kunjungan imam di grup WA bisa lebih banyak dari kunjungan ke komunitas umat basis.
Menurutnya, kondisi yang sama dengan umat. Umat terperangkap dalam komunikasi dalam jaringan (Daring) daripada langsung (Luring). Hal itu juga menjadi soal dalam relasi sosial di antara umat setiap hari.
Semua itu, lanjut Uskup Sipri, telah menimbulkan erosi dalam relasi sosial dan persaudaraan antara sesama imam. Sapaan di dunia maya lebih muda dan cepat dibandingkan saling menyapa secara nyata. Ini tantangan besar dalam persaudaraan para imam.
Uskup Sipri mengatakan, manusia zaman ini hidup terkoneksi teknologi, tetapi semakin terputus dan terasing secara sosial dan emosional.
Para imam yang seharusnya terus membangun relasi spiritual komunal baik dengan sesama imam maupun umat mulai bergeser relasi fungsional belaka.
“Dalam situasi seperti para imam tetap harus bijak. Dan, para imam tetap jadi pemimpin dan pelayanan umat yang baik,”katanya.
Seorang umat, Ny. Sisi Jebaru mengatakan, apa yang disampaikan Uskup Sipri itu tidak salah. Orang sekarang lebih penting handphone dari sesama. Sesama kadang tidak diperdulikan akibat handphone ini.
“Handphone nomor satu dibandingkan dengan yang lain-lain. Handphone tidak pernah lepas dari tangan,” katanya. *
Penulis: Christo Lawudin/Editor:Anton Harus