RUTENG, FLORESPOS.net – Tahun 2021 lalu, telah diadakan survei pastoral tentang perjalanan karya pendidikan di Manggarai raya. Salah satu fenomena yang ditemukan adalah terjadi kemerosotan nilai-nilai Kristiani di sekolah-sekolah.
Ketua Komisi Pendidikan Puspas Keuskupan Ruteng, Rm. Frans Nala Pr, sesuai dengan data dan informasi yang diterima wartawan, Senin (20/3/2023), mengedepankan refleksi tentang perjalanan karya pendidikan di Manggarai raya dalam kaca mata Sinode III dan hasil survei pastoral tahun 2021.
“Saya ajak kita semua untuk lihat perjalanan karya pendidikan di Keuskupan Ruteng berdasarkan dua sudut pandang itu. Bagaimana pendidikan karakter di sekolah-sekolah kita,” katanya.
Dikatakan, dalam survei terungkap sejumlah fenomena dan sinyalemen seperti terjadinya kemerosotan nilai-nilai kristiani di sekolah dan adanya perilaku kekerasan baik secara fisik maupun verbal.
Hal itu terjadi karena adanya perubahan mental dan gaya hidup dalam diri seluruh insan pendidikan di sekolah, baik para siswa maupun para guru dan tenaga kependidikan.
“Untuk itu, perlu internalisasi nilai-nilai iman dan moral kristiani. Dan, hal itu dilakukan secara sistematis, terencana, dan terorgansir,”katanya.
Praktisnya, demikian Rm. Frans, dapat dibuat dalam bentuk pengajaran, pelatihan, pembiasaan, keteladanan, sugesti (pengaruh), dan lain-lain.
Rm. Frans mengatakan, apa yang dilakukan ini kiranya menjadi momen refleksi terkait proses penanaman nilai dan pembentukan karakter peserta didik di sekolah.
Para guru dan tenaga Pendidikan diajak untuk membangun sekolah sebagai komunitas peradaban yang berkarakter kristiani, inklusif, dan adaptif.
Sedangkan Koordinator JPIC Keuskupan Rm. Marten Jenarut Pr, ketika itu menyoroti aspek perlindungan anak, secara khusus perhatian terhadap hak-hak dasar anak dalam proses pendidikan.
“Hak itu adalah hak hidup, hak perlindungan, hak tumbuh-kembang, dan hak berpartisipasi,” katanya.
Romo Marten menjelaskan, sikap dan tutur kata terhadap anak-anak menjadi bagian integral dari proses pembentukan karakter. Para guru mesti memperhatikan pemenuhan hak-hak dasar anak.
“Model kekerasan terhadap anak itu banyak seperti fisik, verbal, kekerasan seksual dan penelantaran anak,”ujar Pastor yang juga advokat ini.
Kiranya sekolah yang menjadi tempat yang nyaman bagi anak-anak untuk belajar. Dan, kiranya semua sepakat dan berkomitmen bahwa pemenuhan hak-hak dasar anak menjadi salah satu kriteria sekolah sebagai komunitas peradaban. *
Penulis:Christo Lawudin/Editor:Anton Harus